Kaltim Belum Penuhi Kuota DMO Batu Bara

Kaltim Belum Penuhi Kuota DMO Batu Bara

Baihaqi Hazami. (Mubin/Disway Kaltim)

Samarinda, DiswayKaltim.com – Sepuluh hari sebelum tutup tahun, Kaltim belum memenuhi kuota 25 persen Domestic Market Obligation (DMO) batu bara. Namun Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kaltim optimistis dapat memenuhi kuota tersebut hingga 31 Desember 2019.

Kepala Bidang Mineral dan Batu Bara Dinas ESDM Kaltim Baihaqi Hazami mengatakan, pemenuhan kuota penjualan batu bara di dalam negeri sudah mendekati 100 persen. Ia beralasan, semua perusahaan batu bara di Kaltim diyakini dapat memenuhi kewajiban penjualan emas hitam sebanyak 25 persen di dalam negeri.

“Ada perusahaan yang belum penuhi DMO. Mungkin masih jauh sekali. Katakanlah 1 persen. Bisa saja di 31 Desember dia klir 25 persen. Kenapa bisa klir? Bisa jadi dia melakukan transfer kuota,” jelas Baihaqi, Jumat (20/12/2019).

Transfer kuota telah diatur Kementerian ESDM. Bagi perusahaan yang kekurangan DMO, dapat melakukan transfer kuota dari perusahaan batu bara yang kelebihan DMO. “Jadi itu bisa dilakukan. Tetapi itu harus atas persetujuan Dirjen Minerba. Prosesnya di sana,” ucapnya.

Sejak pemerintah pusat mengeluarkan kebijakan DMO, setiap tahun Dinas ESDM Kaltim terus melakukan evaluasi terhadap pemenuhan DMO. Kata Baihaqi, semua sisi telah dievaluasi.

“Baik dari proses penambangan sampai penjualan. Kita evaluasi terus. Setiap tahun ada perkembangan. Ada peningkatan,” ujarnya.

Sejatinya kebijakan DMO digulirkan untuk mengurangi ekspor batu bara ke luar negeri. Baihaqi menyebut, batu bara seyogianya tidak dijadikan komoditas. Sebagai penopang, penggerak, dan penunjang roda perekonomian dan pembangunan, mestinya batu bara digunakan untuk memenuhi seluruh kebutuhan dalam negeri.

“Lebih bagus dijadikan energi untuk memenuhi kebutuhan kita. Energi ini dijadikan untuk mengerek nilai tambah di industri yang lain. Dengan energi yang murah, pembangunan bisa lebih efesien,” jelasnya.

Isu utama dalam persaingan bisnis di luar negeri yakni biaya tenaga kerja, bahan baku, transportasi, dan energi yang murah. Apabila empat komponen tersebut dapat dipenuhi, maka perekonomian suatu negara akan maju.

“Batu bara ini kan masuk dalam komponen energi. Jadi jangan kita jual mentah. Inilah sisi positif kebijakan DMO itu. Memang arahnya kan di situ,” ungkapnya.

Namun problemnya, kebijakan penjualan batu bara 25 persen bagi semua pemegang IUP belum berjalan maksimal. Emas hitam yang dijual perusahaan untuk kebutuhan dalam negeri tidak semuanya terserap di industri.

Ini pula alasan yang menghambat pemerintah menerapkan DMO 100 persen. Ke depan pemerintah menghendaki batu bara tidak dijadikan komoditas ekspor. Karena negara lain sudah menerapkan kebijakan serupa.

“Tapi industri hilir kita kan tidak tumbuh dengan baik. Daripada nganggur, karena sekali bongkar kan ada biayanya, akhirnya perusahaan menjual batu baranya ke luar negeri. Untuk menutupi biaya-biaya dan ongkos produksinya,” tutup Baihaqi. (qn/eny)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: