Kredit Bermasalah di Kaltim Menurun

Kredit Bermasalah di Kaltim Menurun

Bimo Epyanto. Balikpapan, DiswayKaltim.com -- Kondisi ekonomi Kalimantan Timur diperkirakan terus membaik. Salah satu indikasinya, rasio kredit bermasalah yang terus menurun. "Memang tren yang terjadi menjelang kuartal akhir tahun ini sejalan dengan upaya restrukturisasi yang dilakukan perbankan kepada nasabah. Hasilnya rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) perbankan di Kalimantan Timur mengalami perbaikan," kata Kepala Perwakilan Bank Indonesia Balikpapan, Bimo Epyanto, Selasa (10/12/2019). Sebagai gambaran, pada kuartal II tahun ini tingkat NPL di posisi 3,74 persen. Lalu naik sedikit di kuartal III menjadi 3,81 persen. Angka ini lebih baik dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 5,5 persen. Semakin kecil angka NPL artinya semakin sedikit jumlah kredit bermasalah. Dari porsi NPL yang rendah itu, BI mencatat sektor tambang menjadi penyumbang terbesar. Hal tersebut tidak terlepas dari sumber utama pendapatan rumah tangga di Kaltim yang berasal dari ekspor pertambangan dan sawit. "Berkurangnya pendapatan dari sektor usaha tersebut mendorong untuk membatasi porsi pengeluaran hingga akhirnya turut mempengaruhi porsi investasi." "Perbankan secara agresif telah melakukan pengendalian tingkat kredit bermasalah," imbuh Bimo Epyanto. Sejumlah upaya yang dilakukan meliputi perpanjangan jangka waktu pelunasan pinjaman nasabah. Selain itu juga bisa dilakukan dengan penyesuaian terhadap tingkat suku bunga pinjaman. Strategi lainnya yang mungkin dilakukan dengan porsi pencadangan aset melalui penjaminan yang dilelang. Meski kualitas kredit membaik, penyaluran kredit mengalami perlambatan. Pada periode ini hanya tumbuh 8,43 persen. Sedangkan tahun lalu mencapai 9,5 persen. Sebagai tambahan, BI menurunkan suku bungan acuan menuju level 5 persen. Kondisi tersebut untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dengan penyaluran kredit ke masyarakat. Namun penurun suku bunga acuan tak segera direspons perbankan yang masih ogah menurunkan bunga kredit bank. BI menganggap hal biasa karena perbankan butuh penyesuaian lebih lama dibandingkan dengan suku bunga deposito. (fey/eny)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: