Kawasan Kumuh di Balikpapan Tersisa 4,75 Hektare
Kepala Dinas Perumahan dan Pemukiman Balikpapan, Ketut Astana. Balikpapan, DiswayKaltim.com – Pemerintah Kota Balikpapan mengklaim kawasan kumuh terus menurun dalam beberapa tahun terakhir. Data yang dilansir Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Balikpapan, kawasan kumuh di kota ini tersisa 4,75 hektare, dari 58,58 hektare kawasan kumuh tahun 2019. Itu artinya sepanjang Januari-November tahun ini, Balikpapan bisa mengentaskan 53,25 hektare kawasan kumuh. Luas kawasan yang ditangani sebenarnya jauh menurun jika dibanding tahun sebelumnya. Masih dari data yang sama, pada 2018, ada 166,28 hektare kawasan kumuh yang dientaskan. Hampir tiga kali lipat dari penanganan tahun ini. Kepala Dinas Perumahan dan Pemukiman Balikpapan, Ketut Astana menjelaskan, kawasan kumuh yang ditangani berada di 12 Kelurahan. Yaitu, Kelurahan Muara Rapak, Baru Ulu, Baru Tengah, Margo Mulyo, Sepinggan, Sepinggan Raya, Karang Jati, Klandasan, Damai, Telagasari, Manggar dan Manggar Baru. “Penanganan permukiman kumuh dilakukan secara bertahap melalui anggaran pemerintah pusat, pemerintah daerah dan CSR (Corporate Social Responsibility – dana tanggung jawab sosial perusahaan),” kata Ketut Astana. Tahun 2017 misalnya, penanganan kawasan kumuh memperoleh bantuan APBN dalam Program KOTAKU sebesar Rp 850 juta. “Dana itu untuk menangani Kelurahan Rapak dan Margasari dengan membangun infrastrukur seperti jalan lingkungan, drainase dan pembangunan tempat pengelolaan sampah terpadu,” imbuh Kepala Bidang Permukiman, Eri Santoso, Rabu (27/11/2019). Selanjutnya tahun 2018, anggaran penanganan kawasan kumuh naik menjadi Rp 16,5 miliar untuk menangani 10 kelurahan. “Yang ditangani drainase, jalan pemadam kebakaran, penyediaan air bersih, penghijauan termasuk mempercantik tampilan dari sebuah kota serta pembangunan sanitasi,” sebutnya. Tahun 2018 juga mendapat suntikan dana dari Bank Dunia sebesar Rp 24 miliar khusus buat pembangunan jalan, dermaga dan ruang terbuka hijau di Kelurahan Manggar Baru. Proyek itu dikerjakan oleh Balai Prasarana Permukiman. Sedangkan pemerintah daerah melalui APBD tahun ini menggelontorkan Rp 2,8 miliar bagi lima kelurahan. Disperkim menargetkan program tersebut dilanjutkan dengan pencegahan setelah kawasan kumuh tertangani. Pencegahan dilakukan melalui sosialisasi dan pembuatan infrastruktur seperti jalan dan saluran air. Sebagai tambahan informasi, kawasan disebut tak kumuh apabila berhasil memenuhi tujuh kriteria berikut; proteksi kebakaran, drainase, pengelolaan persampahan, sanitasi, air bersih, keteraturan bangunan dan ketersediaan jalan lingkungan. Ditjend Cipta Karya Kementrian Pekerjaan Umum mengklasifikasikan permukiman kumuh (slum) pada tiga segi. Yaitu, kondisi fisik yang tampak dari kondisi bangunan sangat rapat dengan kualitas konstruksi rendah, jaringan jalan tidak berpola dan tidak diperkeras, sanitasi umum dan drainase tidak berfungsi serta sampah belum dikelola dengan baik. Kedua, kondisi sosial ekonomi budaya komunitas berpendapatan rendah, norma sosial yang longgar, budaya kemiskinan yang mewarnai kehidupannya yang antara lain tampak dari sikap dan perilaku yang apatis. Dan terakhir dampak kedua kondisi tersebut yang mengakibatkan kondisi kesehatan buruk, sumber pencemaran, penyebaran penyakit dan perilaku menyimpang. (fey/eny)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: