Isi Kuliah Umum di UINSI Samarinda, Cendekiawan NU Ulil Abshar Abdalla Singgung Politisi Masa Kini
Ulil Abshar Abdalla mengisi kuliah umum di UINSI Samarinda.-(bayong)-
Samarinda, nomorsatukaltim – Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) PBNU, Ulil Abshar Abdalla menyentil kalangan politisi hingga sarjana di Indonesia.
Sentilan Ulil terhadap para politisi lantaran terjadi perbedaan sifat dan karakter dengan politisi masa silam.
“Dulu politisi itu alim, enggak kayak sekarang,” singgung Ulil saat mengisi kuliah umum di Kampus Universitas Islam Negeri Sultan Aji Muhammad Idris (UINSI) Samarinda, Selasa (26/9/2023).
Ulil menyampaikan itu berkaca pada masa hidupnya ulama besar Imam Al Ghazali, dimana beliau mengajar di Madrasah Nizhamiyah di Baghdad. Madrasah itu dibangun pada masa kekhalifahan Abu Ja'far Abdullah al-Qa'im bi-Amrillah. Didirikan oleh perdana menteri Wazir Nizham Al Mulk.
“Di zaman itu perdana menteri membuat madrasah. Tapi saat itu terjadi pergolakan politik sehingga diduga turut mempengaruhi kehidupan Al Ghazali,” sambungnya.
Ulil juga berkata bahwa sosok Imam Al Ghazali bisa menjadi panutan bagi para generasi muda saat ini, khususnya mahasiswa. Ulama yang menulis kitab fenomenal Ihya Ulumudin itu dikenal sebagai sosok yang harus belajar dan mencari kebenaran. Bahkan disebutkan bahwa Al Ghazali meninggalkan posisinya sebagai pengajar di madrasah karena mengalami fase kekeringan spiritual. Saat itulah beliau memilih untuk meninggalkan Baghdad menuju ke Baitul Maqdis di Jerussalem untuk ber uzlah, atau merenung.
“Belajar ilmu itu untuk apa? Ilmu agama dipelajari tapi tidak dekat dengan Allah. Sehingga pihak yang paling banyak dikritik Al Ghazali adalah ulama ahli fikih. Menjadikan fikih sebagai tangga untuk menjadi pekerjaan,” jelas Ulil.
“Situasi ini membuatnya gelisah sehingga meninggalkan posisi sebagai profesor di madrasah itu. Beliau tidak mau menjadi bagian dari pendidikan toxic itu, makanya pergi uslah ke Baituql Maqdis,” sambungnya.
Keinginan untuk terus mencari kebenaran itulah yang menurutnya perlu dicontoh oleh para sarjana masa kini. Tidak hanya sekedar menjalankan pendidikan formal, mendapat ijazah dan IPK tinggi, tapi bingung dengan maksud ilmu yang dipelajari.
Selain selesaikan prosedur formal, Ulil berpesan jangan lupakan substansi ilmu. Sebab Al Ghazali sendiri tidak pernah puas dengan yang sudah dipelajari dan terus melakukan pencarian.
Selain itu, dalam salah satu bab di kitab Ihya Ulumudin ternyata juga membahas mengenai standar kecukupan manusia. Dijelaskan Ulil, manusia (dalam kitab itu), harus tahu batasan dan kemampuan diri. Tidak boleh melampaui batas. Nah, konsep ini jika dijewantahkan ke kehidupan modern, harusnya bisa menjadi self control untuk tidak banyak mengeksplolitasi sumber daya alam.
“Kata Al Ghazali, manusia harus tahu batasan. Ini harus dirumuskan dalam kebijakan publik untuk menghormati alam, sehingga tidak merusak keseimbangan. Ini ilmu penting dalam kitab Ihya. Sehingga menurut saya ini menarik untuk dikembangkan.”
Terakhir, Ulil berpesan agar ilmu mengenai ketuhanan (tasawuf) tidak hanya masuk dalam ranah agama. Tapi ke seluruh sendi kehidupan.
“Tantangan kita adalah menjadikan tasawuf sebagai oksigen yang masuk ke dalam seluruh kehidupan. Masuk ke ilmu ekonomi, politik dan sebagainya. Sehingga tasawuf itu seperti ruh yang bisa masuk ke mana saja,” katanya mengakhiri diskusi. (boy)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: