Sepertiga Abad Pengabdian, Sri Dikembalikan ke Ladang Pertanian

Sepertiga Abad Pengabdian, Sri Dikembalikan ke Ladang Pertanian

Hampir sepertiga abad, Sri Wahyuningsih mengabdi untuk Balikpapan. Sejak Maret 1993, ia telah bekerja sebagai PNS. Kini, didaulat jadi Kepala Dinas Pangan, Pertanian dan Perikanan.

Asam garam birokrasi di Pemerintahan kota ini, telah ia telan. Dinamika dan pengalamannya di sejumlah OPD 'kenyang dimakan'. Tiga jabatan kepala dinas yang pernah diembannya, menyisakan cerita unik yang berbeda-beda. Jam terbangnya sangat tinggi, tapi ia tetap tampak rendah hati. Setiap hari ia mengaku harus terus belajar dan belajar. Learning by doing, otodidak, ujarnya. Tutur katanya lembut, penjelasannya runut. Ia pun telaten menjawab pelbagai pertanyaan. Yang diiringi kehangatan, juga guyonan. Saat media ini menyita waktunya di ruang kerjanya, pada Rabu (17/5/2023), Sri berkenan berbagi banyak cerita. Satu jam lebih kami berbincang. Diselingi banyak tawa riang. Magister Administrasi Publik jebolan Universitas Brawijaya Malang, ini turut membagi pengalamannya sebagai birokrat sejati. Selama 30 tahun mengabdi, lima OPD telah disinggahinya. Dari Bappeda, Dinas Pendidikan, Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana atau DP3AKB. Kemudian di Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia atau BKPSDM. Dan sekarang di dinas strategis yang mengurusi ketahanan pangan. Sri Wahyungingsih, yang karib disapa Yuyun, dilahirkan di Blitar pada 25 Juni 1967. Tapi sejak usia lima tahun, ia sudah tinggal di Balikpapan. Kala itu, ia ikut ayahnya pak Polisi, yang ditugaskan di Kota Balikpapan. Sejak itulah, Yuyun, tinggal dan besar di sini. Pendidikan sarjananya ditimba di Unmul Samarinda, menempuh studi Fakultas Pertanian. Kuliahnya, lulus tahun 1992. "Sekitar 30 tahun 2 bulan, saya jadi PNS. Sejak dulu saya tugasnya di Balikpapan," tutur Yuyun, membuka kisahnya. Bagaimana awal berkarir di Balikpapan? Ditanya itu, Yuyun, menjawab sangat detil. Usai lulus menjadi sarjana pertanian pada September 1992, ia melamar menjadi CPNS. Saat itu ada lowongan yang berkaitan dengan latar pendidikannya: Sarjana Pertanian. "Saya daftar katanya ada formasi untuk S1 Pertanian. Daftarlah saya, pas diterima jadi CPNS, ditempatkan di Bappeda." Di Bappeda ditempatkan di bidang sosial budaya. "Jadi, beda banget, beda banget, Dek. Saat itu sebagai fresh graduate dari pertanian, kaget saya. Jauh dari basic pendidikan," ujar Yuyun, melempar tawa. Lebih kaget lagi, lanjutnya, ia diplot untuk membantu Kasi kependudukan. Meski begitu, sebagai PNS harus siap ditempatkan dimana saja. Intinya mau belajar. "Dari pimpinan kita, belajar dari literasi, dari teman, dari macem-macem, dari mana saja," pesannya. Setengah Karir di Bappeda Akhirnya dari semula staff, ia diangkat menjadi Kasi Kasubit Kependudukan, lalu dirotasi ke Kasubit Kesra. Masih di Bappeda juga. "Jadi saya lama di bidang sosial budaya. 17 tahun di Bappeda. Setengah karir saya di Bappeda. Dari CPNS sampai terakhir jadi Sekretaris Bappeda," ujarnya. Namun, jadi sekretaris di sana hanya tiga bulan. Setelahnya, ia ditarik menjadi Sekretaris di Dinas Pendidikan selama empat tahun. Di sini ia mendampingi kepala-kepala dinas yang ingin pensiun. "Kepala dinas yang saya dampingi rerata mau pensiun, salah satunya era pak Sarjono." Usai atasannya pensiun, ia diangkat jadi Plt Kadisdik selama enam bulan. Lantas masuk lagi Kadisidik definitif yang baru, yang juga akan pensiun. "Setelah beliau pensiun, saya jadi Plt Kadisdik lagi," tutur Yuyun. Ia menjadi Sekretaris Disdik merangkap Plt dua kali, selama empat tahun. Setelah itu karirnya meningkat lagi. Kali pertamanya diangkat sebagai kepala dinas definitif, di Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana, DP3AKB. "Jabatan pertama saya jadi kepala dinas itu ada di DP3AKB. Itu saya pegang sembilan tahun," jelasnya. Mulai 2013 sampai Januari tahun 2022. Kemudian pindah ke BKPSDM. Ia didapuk sebagai Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia, tapi tidak lama. "Di sana mulai 10 Januari 2022 sampai 20 Februari 2023. Lalu, saya pindah lagi di Dinas Pertanian ini," ujarnya. Setelah 30 tahun berkeliling dinas, Yuyun baru dikembalikan ke ladang Pertanian sesuai basic pendidikannya. "Nah pas masa karir saya 30 tahun kurang satu bulan, baru saya dikembalikan ke basic saya. Jadi saya sempet, hemmm wow. Meski basic saya pertanian, tapi sudah terlalu lama saya tinggalkan. Saya harus belajar lagi," kisahnya, lagi-lagi dengan tawa lembutnya. Kenapa studi magisternya tidak linier dengan pertanian? Saat menempuh S2, ia mengambil Administrasi Kebijakan Publik. Tapi itu bukan tanpa alasan. Meski ia mengaku sempat merasa kebingungan. Basicnya pertanian, tapi pengabdiannya di Pemerintahan tidak di sana. Akhirnya ia tidak mengambil studi linier. Alasan utamanya, apapun ilmu yang diambil, pasti memberi manfaat. "Idealnya memang linier. Tapi saat itu saya berpikir studi kebijakan publik akan bermanfaat dimana saja," paparnya. Ia pun butuh waktu untuk kembali menyesuaikan baraknya, pertanian. Sebagai birokrat, lanjutnya, ia harus mampu bersikap adaptif. Terus belajar dan belajar. Harus mampu menyesuaikan diri dengan cepat. Apalagi saat ini dunia pertanian sangat dinamis, di tengah kecanggihan teknologi pangan dan ancaman El Nino. "Saya harus banyak belajar dan bertanya," tandas Yuyun. Saat masih di BKPSDM, ia pun sampai belajar dari tayangan Youtube Kemenpan RB, Kemendagri, dan Youtube BKN. "Saya banyak dimudahkan dari Youtube kementerian-kementerian. Edukasinya bagus sekali. Manfaatnya, siip. Jadi kita gak perlu lagi ke Jakarta hanya untuk konsultasi," jelasnya, sembari mengangkat jempol tangannya. Ia merasakan manfaat edukatif channel kementerian, terutama saat ada kebijakan pusat yang memangkas birokrasi se-Indonesia. Memangkas eselon 4. Saat itu pemerintahan daerah bingung. "Dan saya berada di titik OPD yang membidangi itu. Ditempatkan di situ. Semua-semua bertanya, saya juga bingung," katanya tertawa. Untungnya, ia kerap belajar dari tayangan Youtube kementerian. Mempelajari aturan-aturan terkait. "Oo ternyata begitu hakikatnya. Aturannya. Jadi saya sangat terbantu sekali dengan tayangan edukasi itu," imbuhnya. Ia pun ingin mengadopsi apa yang dilakukan kementerian. Tapi saat ini, belum ada anggarannya. Ke depan, diharapkan ada tambahan anggaran untuk mengedukasi masyarakat. Di era digitalisasi ini, pemerataan distribusi informasi perlu didorong improvisasi dan sarana yang memadai. Terlebih, tantangan Balikpapan sebagai Kota Penyangga Ibu Kota Negara, bakalan semakin kompleks. Meski sudah kenyang pengalaman. Dari tingginya jam terbang sebagai salah satu senior birokrat di Balikpapan, Yuyun merasakan gaya kepemimpinan empat penguasa kota ini. Mulai era mendiang Kol. Inf Tjutup Suparna, mendiang Imdaad Hamid, Rizal Effendi, sampai eranya Rahmad Mas'ud sekarang. "Saya sempat merasakan zaman Wali Kota pak Tjutup. Wuihh, siip." Ia juga mengakui kelebihan kepemimpinan seluruh wali kota. "Sebagai birokrat, siapapun pemimpinnya harus diikuti. Semua baik, punya gaya leadership yang berbeda-beda." Belajar dan Bertanya Sebagai sosok yang pernah menjadi kepala dinas di lintas OPD, menurut Yuyun, dinamika menjabat pun punya cara-cara khusus. Di antaranya, banyak belajar dan bertanya. Seperti saat ini, amanah menjadi Kepala DP3 Balikpapan, tidak membuatnya jumawa. Ia justru harus banyak belajar dan bertanya pada kepala bidang, koordinasi dengan provinsi, belajar otodidak. "Learning by doing. Saya tidak akan bisa kalau tidak bertanya. Saya seorang kepala dinas tidak merasa paling pintar. Saya merasa yang ada di sekitar itulah, pemberi informasi yang baik. Staff, penyuluh, kepala bidang termasuk para petani dan nelayan. Ilmu mereka luar biasa," tutur Yuyun. Ia mengaku butuh waktu memahami kompleksitas pertanian, perikanan, dan hal-hal terkait kebutuhan pangan di kota ini. "Karena semua tidak semudah membalik telapak tangan. Termasuk mempelajari karakter manusianya," imbuh Yuyun. Omong-omong soal keluarga, Yuyun memiliki tiga anak. Dua laki, satu wanita. Sedangkan mendiang suaminya, telah berpulang sejak 14 tahun silam. "Anak tiga, semua sudah bekerja. Anak pertama sarjana elektro tinggal di Depok Jabar, kerja di Jaksel. Anak kedua sarjana IT, kerja di perusahaan start up di Jogja. Anak ketiga sarjana psikologi dan bekerja di RDMP Balikpapan. Cucu juga tiga. Alhamdulillah sudah mentas semua," kisahnya, tersenyum. Di Balikpapan, Yuyun bilang, tempat tinggalnya di belakang SMA Negeri 4 Sepinggan. Selama ini ia tidak punya usaha sampingan apapun. Murni mengabdi di pemerintahan. "Pure birokrat," katanya. Kalau panjang usia, masa kerjanya tersisa empat tahun lagi. "Kalau masih ada umur, saya mungkin akan pensiun di 1 Juli 2027 karena pas usia 60 tahun. Usia pensiun," imbuh Yuyun. Karakter OPD Sri Wahyuningsih alias Yuyun, juga berkenan berbagi ilmu dan pengalamannya selama mengabdi di lintas Organisasi Perangkat Daerah. Tiap OPD, katanya, punya karakter khusus masing-masing. Di Bappeda, lanjutnya, ruhnya di perencanaan dan penganggaran. Itu dulu. Sekarang pure perencanaan. Penganggaran saat ini ada di BPKAD, Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah. Yuyun bilang, saat di Bappeda, diakuinya sangat taktis. Hari ini ditugaskan, hari ini pula harus selesai. Apalagi zaman dulu masih menggunakan mesin tik manual. Belum ada PC, apalagi laptop. Begitu pindah ke OPD lain, beda karakter lagi. Misalnya saat di Disdik, lebih banyak mengelola SDM. Dari staff, kepala sekolah, guru, siswa, orangtua siswa. Belum lagi kurikukum. "Tantangannya jauh lebih kompleks di dinas pendidikan. Saya matangnya di sana. Matang dari emosional, dan lainnya," paparnya. Di tahun 2009, belum ramai sosmed. Masih eranya koran. Di waktu itu, setiap hari ia pun harus membacanya. "Saya pantau, hari ini ada masalah gak di dinas, di sekolah. Karena jangan sampai ada masalah, saya tidak tahu." Adapun di DP3AKB, ia berkarir selama sembilan tahun. Di sana, ia banyak belajar tentang empati. Terkait permasalahan keluarga. "Saya banyak belajar tentang parenting, kerap berkomunikasi dengan psikolog, membangun banyak jejaring," urainya. Saat dikembalikan lagi ke dunia pertanian, sesuai basicnya, Yuyun pun harus beradaptasi lagi. Meski begitu, ia sudah mulai memahami dinamika dan karakter Dinas Pertanian. "Tetap harus belajar lagi, banyak bertanya lagi. Tapi saya senang dikembalikan ke pertanian," tandasnya, seraya melempar senyum keramahan. Saat ini ia masih meneruskan program berjalan yang telah dicanangkan kadis sebelumnya, Heria Prisni. Tahun depan, ia akan mengeksekusi program yang baru dicanangkannya. Salah satunya, ingin menambah jumlah produksi budidaya ikan dan hortikultura di Kota Penyangga IKN, Balikpapan. Selamat datang kembali ke ladang, Bu. (*) * Rudi rap

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: