Naturalisasi Migrasi Penghuni IKN Nusantara

Naturalisasi Migrasi Penghuni IKN Nusantara

Wakil Gubernur Kalimantan Timur (Kaltim) Hadi Mulyadi menginginkan agar pembangunan IKN Nusantara tidak hanya berupa bangunan. Pengalihan Gedung. Tapi harus ada "gula-gulanya" agar proses migrasi berjalan natural. Contohnya ada kebijakan yang mengatur pengalihkan industri hilir ke Kaltim!. Mungkinkah?

-------------------- KETIKA itu Hadi datang bukan sebagai wakil gubernur. Ia diundang ke studio Rumah Disway Kaltim sebagai Ketua DPW Partai Gelora Kaltim, Senin 30/01/2023. "Ini yang kedua kalinya," kata Hadi. Sebelumnya, yang pertama ia diundang podcast Disway Jatim di Surabaya, tahun lalu. Pak Dahlan Iskan sendiri yang menjadi host-nya. Ini untuk kali keduanya di Samarinda. Versi mininya. Sebagai pimpinan wilayah, tentunya Hadi Mulyadi ingin partainya menang. Melenggang. Ia pun punya target masuk 3 partai peraih suara terbesar di Kaltim. Artinya ia harus berani bertarung melawan partai lama. Misalnya saja, melihat kursi unsur pimpinan di DPRD Kaltim, ya paling tidak harus berebut supremasi dengan Partai Gerindra atau Partai Amanat Nasional (PAN). Atau Bahkan dengan PDIP dan Golkar. Tidak mudah memang. Apalagi bagi partai baru. Namun dalam politik semuanya jadi serba mungkin. Optimisme Hadi bukan tanpa alasan. Ia dan partainya sudah melalui tahapan sulit itu. Dan berjalan mulus. Lancar jaya. Partai Gelora melangkahi satu per satu anak tangga. Dalam proses verifikasi faktual KPU, secara nasional Partai Gelora hanya perlu melakukan perbaikan di 3 provinsi; Sumatera Barat, Riau dan Jogja. Total hanya 25 kabupaten kota yang perlu perbaikan dari 514 kabupaten kota. Pun dengan Kaltim. Menurut Hadi, di Kaltim Partai Gelora hanya satu-satunya partai dari 9 partai baru yang lolos verifikasi tanpa perbaikan. Muncul pertanyaan terkait mulusnya perjalanan partai ini. Apakah ada main mata dengan pemerintah? Bahkan ada isu yang berkembang bahwa KPU diinstruksikan presiden untuk meloloskan partai ini? Hadi menanggap wajar ada isu seperti itu. Apapun itu, kehadiran Partai Gelora akan menjadi pesaing baru bagi partai yang sudah eksis. Namun ia menepis tuduhan itu dan menganggap justru tidak rasional. "Apa bergaining kami? Kami belum punya kursi. Kami tidak bisa mendukung pemerintah," jelasnya. Tapi kita juga tahu, kendati partai baru, namun Gelora diisi "orang-orang lama". Pengurus dan kadernya memiliki segudang pengalaman politik praktis. Termasuk Pak Wagub Hadi tadi. Ia sudah pernah duduk di DPRD Kaltim, DPR RI dan sekarang sebagai wakil gubernur. Ia juga menjadi pendiri dan membesarkan partai "saudara sekandung", yakni PKS. Bahkan Hadi sudah aktif berpolitik sejak mulai kemunculannya Partai Keadilan (PK). Sebelum bernama PKS. Peleburan itu antara lain untuk memenuhi parlementaria threshold saat itu. Lalu kenapa terjadi migrasi besar-besaran? Memisahkan diri dari PKS? "Ya kurang enak kalau kita ceritakan disini (sesi podcast, Red.)". Hadi menegaskan bahwa partainya berhaluan nasionalis-religius. Tidak ke kanan dan juga tidak ke kiri. Tengah-tengah. Dan justru, katanya, massa yang di tengah-tengah itu jumlahnya lebih besar. Artinya sasaran yang ditarget adalah kalangan moderat. Termasuk juga dalam menyikapi kondisi politik saat ini. Di mana ada kelompok yang menyatakan diri sebagai kelompok perubahan dan ada juga kelompok yang pro keberlanjutan. Partai Gelora, kata Hadi, tetap berada di tengah. Kendati masih terlalu dini memutuskan itu lantaran Gelora belum ikut kontestasi politik. Baru mau. Dari kelompok-kelompok politik itu muncul diskusi-diskusi yang juga membahas isu strategis. Antara lain terkait IKN Nusantara di Kalimantan Timur. Tentu ada juga yang kurang setuju dengan kepindahaan ibu kota. Bagaimana dengan Gelora? "Memang banyak pandangan. Dari sisi fiskal mungkin berat karena butuh biaya besar. Tapi untuk isu strategis, kepindahaan IKN ini menurut saya sangat strategis ke depannya," jelas Hadi. Namun ia punya catatan sendiri. Menurutnya, kepindahan IKN ke Kaltim tidak serta merta memindahkan gedung dari Jakarta. Membangun fasilitas pemerintahan dan lain hal. Tapi perlu juga ada dukungan kebijakan dari pemerintah untuk memindahkan industri hilir ke Kaltim. Sehingga proses kepindahaan atau migrasi warga dari Jakarta ke ibu kota berjalan secara natural. Caranya bagaimana? "Buat kebijakan, stop hilirisasi di Jawa. Pindahkan ke Kaltim". Itu catatan ideal. Ya, idealnya seperti itu. Tapi memindahkan industri hilir ke Kaltim tentu sulit. Apalagi jika itu bersinggungan dengan para pelaku usaha. Apalagi para bohir. Justru mereka yang bisa mengatur kebijakan. Para pebisnis tentu berhitung. Kalau perusahaannya dipindah apa akan lebih untung. Atau sebaliknya, cost produksi kian berat. Yang begini-ini tentu sulit dipaksakan meski menggunakan kebijakan keras. Ujung-ujungnya malah industrinya yang mereka stop. Hadi pun menyadari bahwa banyak variabel yang harus dipenuhi untuk memindahkan industri hilir ke Kaltim. Sebagai catatan bahwa Kaltim sudah lama juga memikirkan hilirisasi industri. Utamanya untuk komoditas utama seperti pertambangan dan perkebunan. Sawit misalnya, di Kaltim melimpah. Tapi industri hilirnya hingga misalnya pendirian pabrik minyak goreng belum terlihat. Mungkin dianggap tidak ekonomis. Karena kalau menarik tentu tanpa regulasi pun pelaku industri hilir akan berbondong-bondong bangun pabrik. Tapi catatan Hadi Mulyadi ini menjadi sebuah awalan untuk menjadi diskursus di berbagai ruang diskusi. Dan tidak tertutup kemungkinan nantinya good wil pemerintah dan dunia politik mengarah ke sana. Apakah ini berarti Pak Hadi tidak menudukung IKN? "Tentu saya dukung. Sebagai warga Kaltim ini menjadi berkah," terangnya. Ralisasinya saat ini masih menerapkan logika terbalik. Pemerintah membangun gedung-gedung, sarana dan prasarana IKN, lalu kemudian ada migrasi secara bertahap. Jika prosesnya sesuai rencana pemerintah dan ada sekitar 1,5 juta pegawai yang harus pindah ke Kaltim, bisa jadi ini pasar baru bagi kalangan pebisnis untuk memindahkan industri hilir ke Kaltim secara natural. Porses naturalisasi bisa juga berjalan. (*/dah)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: