Pembudidaya Ikan Minta Permen KP 16 Tahun 2022 Direvisi

Pembudidaya Ikan Minta Permen KP 16 Tahun 2022 Direvisi

Nomorsatukaltim.com – Kelompok Pembudidaya Ikan atau Pokdakan Balikpapan mengeluhkan terbitnya Permen KP Nomor 16 Tahun 2022. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan itu, pada poin b, secara spesifik mengatur ukuran kepiting yang boleh ditangkap dan diekspor, yakni ukuran 12 cm ke atas. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 16 Tahun 2022 itu terkait Perubahan Atas Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 17 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Lobster, Kepiting, dan Rajungan di Wilayah Negara Republik Indonesia. Pembina Kelompok Usaha Bersama di sektor penangkap kepiting, yang juga tergabung dalam Pokdakan Balikpapan, Faisal, mengaku sangat keberatan terhadap keluarnya peraturan tersebut. Ia menilai bukan hanya pendapatan yang berkurang, tetapi pengeluaran malah bertambah dan memakan waktu lama untuk mencapai ukuran panjang cangkang kepiting tersebut. Untuk itu pihaknya beraharap agar aturan itu segera direvisi. "Nelayan seperti kami ini nelayan tangkap kepiting Pak, pemasukan dari hasil tangkap. Nah, kalau berapa ukuran yang kita dapat, itu juga yang akan kita jual Pak, tidak bisa memilih harus ukuran 12 cm dengan berat 300 gram,” ungkap Faisal, saat ditemui media ini, Rabu (11/1/2023). Para pembudidaya ikan mengaku bingung dengan terbitnya aturan tersebut. Aturan, selaiknya dibuat untuk membantu dan memudahkan nelayan, tapi Permen itu dinilai justru memberatkan para nelayan. “Kalau harus ukuran segitu, otomatis makan waktu lama bagi pembudidaya kepiting. Efeknya jelas pendapatan berkurang," keluhnya. Faisal mengapresiasi maksud yang ditujukan Kementrian Perikanan dan Kelautan terkait menjaga kelestarian laut di biota kepiting. Namun ia juga mengingatkan perlu perhatian khusus terhadap nelayan terkait ketepatan dan nasib mereka ke depannya setelah peraturan diterbitkan. "Kita apresiasi bersama, Kementerian Perikanan membuat aturan untuk menjaga kelestarian laut, di sektor kepiting. Tetapi jangan lupa, ada nelayan yang berprofesi di dalamnya, apakah peraturan yang dibuat sudah tepat atau belum, nasib nelayan bagaimana ketika sudah diterbitkan," ujarnya. Untuk itu Faisal memohon kepada pemerintah pusat agar aturan itu bisa dievaluasi dan direvisi. Pihaknya pun menggandeng Dinas Pangan, Pertanian dan Perikanan (DP3) Balikpapan untuk memperjuangkan agar aturan itu bisa diubah dan berpihak pada nelayan. Kepala DP3 Balikpapan, Heria Prisni, mengiyakan jika ukuran yang ditentukan pusat sangat besar dan berimbas pada banyaknya keluhan nelayan. Ia menilai ukuran itu di luar kemampuan para nelayan budidaya, terutama di sektor kepiting. “Kalau dikalkulasikan ukuran lebar 12 sentimeter cangkang kepiting ke berat atau gram itu senilai 300 gram. Sedangkan nelayan budidaya kami yang tergabung di Pokdakan, mereka sudah bisa ekspor di 250 gram berat kepiting, nah itu yang memberatkan kami terutama nelayan,” ujarnya. DP3 Balikpapan pun bergerak mewadahi keluhan nelayan. Heria bersama Pokdakan telah mengajukan keluhan ke Parlemen Provinsi Kaltim untuk disampaikan ke pusat. Mereka berharap Permen 26/2022 itu bisa segera dievaluasi agar tidak memberatkan para nelayan. Ia menjelaskan dalam pasal 8 ayat 1 termaktub bahwa ukuran karpas atau cangkang kepiting untuk keperluan ekspor minimal 12 cm. Pasal itu dinilai sangat membebani para nelayan, sebab ukuran yang ditentukan terlalu besar dan di luar kemampuan nelayan. Aturan ini sejak lama dikeluhkan nelayan khususnya para pembudidaya ikan. Legislator Parlemen Kaltim Sapto Setyo Pramono, turut bersua terhadap aturan tersebut. Ia mengemukakan pihaknya telah membahas bagaimana perkembangan ekspor dari komoditas kepiting yang merupakan komoditas ekspor terbesar kedua Kaltim setelah udang. “Sekaligus bagaimana dampaknya setelah ada Permen KP Nomor 16 Tahun 2022,” ujar Sapto. Ia berujar, dalam Permen KP Nomor 16/ 2022 dalam Pasal 8 ayat (1) dijelaskan tentang penangkapan, lalu lintas dan/atau pengeluaran kepiting. Sapto menilai aturan itu membuat pelaku usaha kepiting mengalami penurunan ekspor yang signifikan. Sebab, mengutip pernyataan petani kepiting dari yang biasanya 100 persen pengiriman kepiting misal 25 sampai 30 box per hari, mengalami penurunan sangat signifikan di bawah 50 persen per hari. “Karena itu kami merekomendasikan  ke Pimpinan Parlemen Kaltim bersurat ke Kementerian KP  agar ada solusi dari pihak Kementerian untuk merevisi Permen tersebut,” tegasnya. Ke depan Komisi II DPRD Kaltim akan melakukan kunjungan ke Komisi IV DPR RI untuk membahas  Permen KP Nomor 16/ 2022 agar dicarikan solusi hingga ada percepatan dan pertumbuhan ekspor kepiting dari Kaltim. “Kami juga meminta kepada Asosiasi Pengusaha Kepiting untuk memberi data terkait profil anggota, hasil produksi kepiting seluruh kabupaten dan kota, harga komoditas kepiting dan data ekspor kepiting,” ujar Sapto. (rap/gpk) Reporter: Muhammad Taufik

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: