Waspada, Hama Ulat Kantung Landa Perkebunan Sawit

Waspada, Hama Ulat Kantung Landa Perkebunan Sawit

Nomorsatukaltim.com – Sejumlah kebun besar dan produsen kecambah sedang terjadi outbreak hama ulat penggerek daun kelapa sawit, terutama ulat kantung. “Syukur jika ada kebun yang belum kena, tapi tetap waspada, terutama lakukan sensus yang benar. Kalau sudah terkena, lakukan pengendalian secara tepat,” pesan GM Business Development Plantations PT Mest Indonesiy, Azwin Lubis, dalam online training Perkumpulan Praktisi Profesional Perkebunan Indonesia, dikutip dari mediaperkebunan, Rabu (21/12/2022). Menurutnya biaya pengendalian yang dikeluarkan relatif besar, namun itu lebih baik daripada tanaman rusak dan perlu waktu dua tahun untuk pemulihan. Ia mengatakan, ulat kantung tengah menyerang pohon induk sejumlah produsen kecambah. Saat ini mereka sedang berusaha mengendalikan at all cost karena akan berpengaruh pada target pencapaian produksi. “Padahal permintaan sedang tinggi. Sebuah produsen kecambah bahkan membeli asefat sebagai pengendali ulat kantung sampai 3 ton dengan nilai Rp 3 miliar,” ujarnya. Serangan ulat penggerek daun kelapa sawit, lanjutnya, yaitu ulat kantung dan ulat api selalu ada dalam siklus hidup kelapa sawit. Mulai dari pembibitan, penanaman, pemeliharaan TBM, TM. Setelah umur tanaman lebih dari 6 tahun perlu peralatan khusus seperti mist blower, fogger atau trunk injection. Jenis ulat kantung dikenal sebagai Metisa plana sp luasan konsumsi daun/hari/larva mencapai 2,8 cm; Mahasena corbetti 3,4 cm, Metisa plana 4,7 cm dan type baru Clania tertia 12,8 cm. Ulat kantung termasuk hama yang sering menimbulkan kerusakan berat pada tanaman kelapa sawit. Keadaan ini terjadi karena dalam siklus hidup produksi telur sangat tinggi, kemampuan hidup tanpa kompetisi, daya adaptasi tinggi sehingga populasi ulat kantong juga tinggi di areal perkebunan kelapa sawit. Kelapa sawit mengalami kerusakan daun sebesar 50% dan diperkirakan penurunan produksi mencapai 30% – 40%. “Bayangkan kalau ada outbreak Clania tertia yang siklus hidupnya 90 hari. Satu larva menghabiskan daun 11,34 m. Ada banyak larva kalau outbreak. Kerugiannya luar biasa,” ingatnya. Serangan hama ulat kantung itu terjadi karena beberapa sebab. Antara lain, faktor keseimbangan alam, lingkungan terganggu, metode pengendalian yang dilakukan kurang tepat. Atau sistem peringatan dini kurang maksimal karena sensus dilakukan kurang cermat. Ia mengingatkan, sensus menjadi kunci utama sukses pengendalian ulat kantung. Outbreak terjadi biasanya dimulai dari sensus yang tidak akurat. “Socfindo berhasil mengendalikan ulat kantung salah satu kuncinya adalah sensus yang sangat ketat sekali,” ujar Azmi. Penyebab lainnya dukungan musim dan ketersediaan makanan. Penggunaan insektisida dengan daya racun tinggi yang sangat kuat seperti pyretroid sintetik dengan fogging secara kontinu menyebabkan matinya serangga berguna yaitu predator Sycanus. Mengendalikan gulma sampai bersih sekali mengakibatkan rumput inang sebagai rumah predator musnah, sehingga predator-parasitoid jadi terhambat berkembang. Bila defoliasi daun mencapai lebih 50% akibat serangan UPDKS ini maka produksi TBS akan turun 40% dan perlu 2 tahun untuk recovery. “Saya menggunakan asumsi harga TBS sedang rendah-rendahnya yaitu Rp1.200/kg ketika ekspor dilarang. Dalam satu ha dengan produksi 24 ton TBS dengan turun sampai 40% maka selama 2 tahun ada Rp23,04 juta yang hilang. Bila satu blok 30 ha terkena semua maka selama 2 tahun Rp 691 juta melayang,” ujarnya. Pada umumnya serangan bisa mencapai 50 ha sehingga kerugian diperkirakan mencapai Rp 1,152 miliar.  “Ini ketika harga rendah. Sekarang harga TBS sudah diatas Rp2000/kg pasti kerugian lebih besar lagi. Siapapun yang punya kebun kelapa sawit pasti tidak akan membiarkan kejadian ini,” terangnya. Salah satu pengendalian efektif saat ini trunk injection yang menggunakan Asefaf 75 WG yang aman bagi predator UPDPKS. Asefaf 75 WG larut sempurna sehingg efikasinya lebih baik daripada formulasi SP/WP. (rap)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: