Operasional Sriwijaya Diawasi

Operasional Sriwijaya Diawasi

Buntut Berakhirnya Kerja Sama dengan Garuda Group Jakarta – Berakhirnya kerja sama Sriwijaya dengan Garuda Group berbuntut diawasinya operasional maskapai tersebut. Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menilai pemantauan operasional maskapai dilakukan demi alasan keamanan. "Berkaitan operasional, operasional ini akan kita jaga prosesnya agar 'safety'. Syarat-syarat 'safety' ini harus dipenuhi dan kita pantau," katanya, di Jakarta, Senin (11/11/2019). Budi mengaku menghargai keputusan penyelesaian antara Sriwijaya Air dan Garuda Indonesia terkait kerja sama kedua maskapai. Menurut dia, hak itu menjadi hak bagi masing-masing korporasi. Ada pun terkait masalah penyelesaian utang, Budi mengatakan pemerintah nantinya akan melihat berdasarkan laporan keuangan yang ada. "Kalau berkaitan dengan korporasi, utang dan sebagainya itu kami hanya melihat nanti di laporan keuangan. Tentu ini domainnya di kementerian lain. Saya tidak berwenang menjawab," terangnya. Sriwijaya Air telah berkomitmen untuk menjamin pelayanan penerbangannya tidak terganggu pascakeputusan penghentian kerja sama dengan Garuda Indonesia. Maskapai tetap mengutamakan aspek keselamatan dan keamanan penerbangan. Sriwijaya juga dinilai telah melaksanakan kewajibannya terhadap sejumlah penumpang yang mengalami keterlambatan dan pembatalan penerbangan di sejumlah bandara, Kamis (7/11/2019). Hal itu dilakukan sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 89 Tahun 2015 Tentang Penanganan Keterlamatan Penerbangan (Delay Management) pada Badan Usaha Angkutan Udara Niaga Berjadwal di Indonesia. Keputusan mengakhiri kerja sama kedua maskapai bukan kali pertama terjadi. Sebelumnya, 7 November 2019, Sriwijaya Air dan Garuda Indonesia sepakat setidaknya hingga tiga bulan ke depan. Kesepakatan ini menunggu audit keuangan oleh Badan Pengawasan dan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).   . Dalam audit, akan dihitung untung rugi selama Sriwijaya dibantu Garuda Indonesia. Hal ini dilakukan karena klaim berbeda kedua manajemen. Sriwijaya menganggap utang bertambah. Sebaliknya, manajemen Garuda Indonesia menyebut berhasil menurunkan 18 persen utang. "Pihak Sriwijaya mengatakan utang malah tambah membengkak. Sementara Garuda Indonesia menganggap utang malah berkurang 18 persen. Ya sudah kita audit saja pake BPKP," kata  Yusril Ihza Mahendra, kuasa hukum yang juga salah seorang pemegang saham Sriwijaya Air, di Jakarta, Kamis (7/11/2019). Belum sehari umur kesepakatan sudah harus berakhir. Garuda disebut mengingkari kesepakatan pada Kamis sebelumnya. Bahwa operasional maskapai yang menggunakan layanan anak perusahaan Garuda harus dibayar tunai. "Kalau kamis kemarin tidak bayar cash di muka, diperintahkan agar tidak memberikan pelayanan service dan maintenance apapun kepada Sriwijaya," cerita Yusril dalam keterangannya. Untuk itu kata Yusril, Sriwijaya menolak perubahan sistem pembayaran tersebut. Dia menganggap pembayaran tidak adil (unfair) dan sengaja ingin melumpuhkan Sriwijaya. Perubahan kesepakatan itu pun berbuah fatal. 15 penerbangan dari Soekarno Hatta dibatalkan mendadak. Kondisi lebih parah terjadi di Bandara Mozes Kilangan Timika, Papua. Sejumlah penumpang sempat memblokade pintu keberangkatan untuk penumpang pesawat Garuda Indonesia yang akan berangkat ke Nabire. Sriwijaya tidak mendapatkan izin kelayakan untuk terbang setelah kerja sama dihentikan. GMF AeroAsia tidak lagi melayani maintenance pesawat Sriwijaya tanpa dibayar tunai. Sesuai pelarangan dari Garuda Group sebelumnya. (an/eny2) Rangkuman Perjalanan Kerja Sama Sriwijaya Air-Garuda Indonesia November 2018 Sriwijaya Air- Garuda Indonesia Group menjalin kerja sama dalam bentuk bentuk Kerjasama Operasi (KSO) pada November 2018 lalu. Di bulan yang sama, KSO tersebut berganti nama menjadi KSM. Kerja sama dilakukan dalam rangka penyelesaian utang kepada sejumlah perusahaan pelat merah. Seperti PT GMF AeroAsia Tbk, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, dan PT Pertamina (Persero). 9 September 2019 Kisruh kerja sama mulai terjadi. Bermula dari dicopotnya Joseph Adrian Saul sebagai Direktur Utama perusahaan melalui rapat dewan komisaris dan direksi pemegang saham Sriwijaya Air. Pemegang saham juga mencopot Direktur Sumber Daya Manusia dan Layanan Harkandri M Dahler dan Direktur Komersial Joeph K. Tendean. Lalu menunjuk Robert D. Waloni sebagai pelaksana tugas harian direktur utama. Sementara itu, Rifai menjabat sebagai pelaksana tugas harian Direktur Komersial. Keputusan itu memantik manajemen Citilink Indonesia dan tidak menerima keputusan itu karena menganggap Sriwijaya Air berlaku sepihak. 25 September 2019 Konflik berlanjut dan Garuda Indonesia Group mengumumkan pencabutan mencabut logo "Garuda Indonesia" pada armada Sriwijaya Air. PT Citilink Indonesia juga menggugat PT Sriwijaya Air dan PT NAM Air atas dugaan wanprestasi. 1 Oktober 2019 PT Garuda Indonesia (persero) Tbk (Garuda Indonesia Group) dan Sriwijaya Air Group kembali menyepakati komitmen kerja sama manajemen (KSM) yang sempat dihentikan beberapa waktu lalu. Ada 4 poin penting menjadi pertimbangan KSM dilanjutkan, Pertama ialah mengenai kelaikan pesawat-pesawat Sriwijaya yang perlu diperhatikan. Kedua, terkait kepentingan pelanggan. Faktor ketiga adalah bagaimana menyelamatkan aset Sriwijaya sebagai aset negara. Keempat, Garuda Indonesia Group ingin menciptakan ekosistem penerbangan di Indonesia yang sehat. Dengan mendukung Sriwijaya, banyak hal yang bisa diperbaiki untuk transportasi udara Indonesia yang lebih baik. 7 November 2019 Garuda dan Sriwijaya sepakat melanjutkan kerja sama selama 3 bulan. Kerja sama dilanjutkan sambal menunggu audit keuangan oleh BPKP. Karena klaim kedua manajemen berbeda soal keuangan Sriwijaya. Garuda menganggap utang berhasil dikurangi. Sementara Sriwijaya menganggap utang semakin membengkak. 8 November 2019 Kerja sama kandas. Garuda memerintahkan anak perusahaan (GMF, Gapura Angkasa, dan Aerowisata) yang melayani Sriwijaya menerima pembayaran tunai sebelum melakukan pelayanan.      

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: