Pemilu 2024 Diprediksi Banyak Masalah, Ini Solusi Bawaslu Kaltim
Samarinda, nomorsatukaltim.com – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) memprediksi persoalan saat Pemilu serentak 2024 akan semakin kompleks. Hal itu diutarakan Komisioner Bawaslu Kaltim Ramli. Di antara persoalan di Pemilu 2024 meliputi Daftar Pemilih Tetap (DPT) sampai antisipasi meninggalnya panitia pelaksana di lapangan. DPT misalnya, berkaca pada pemilu sebelumnya ternyata selalu ada nama-nama orang meninggal dalam DPT. Rupanya munculnya nama-nama itu karena data dari Disdukcapil setempat tidak update. “Capil tidak bisa menghapus data orang meninggal tersebut karena ahli waris tidak pernah mengurus akta kematian. Itu selalu terjadi setiap kali pemilihan,” terang Ramli kepada nomorsatukaltim.com - Disway National Network (DNN), Rabu (16/3/2022). Karena itu pemutakhiran data jelang Pemilu 2024 terus dilakukan. Agar menghindari potensi kesalahan serupa. Hal lain adalah tidak masuknya nama-nama warga yang semestinya memiliki hak pilih. Soal ini Bawaslu punya argumen. Biasanya panitia pelaksana baik kelurahan atau kecamatan, selalu menempel nama-nama yang masuk dalam DPT. Nah, warga pun diminta turut mengecek. Apakah nama mereka masuk atau tidak. Sayangnya banyak yang acuh tak acuh. Biasanya saat hari H pencoblosan barulah warga kerepotan. Lantaran mengetahui nama mereka tidak tercantum. “Biasanya ada yang mengompori baik dari pihak parpol atau pihak lain. Harusnya parpol bisa bantu informasikan untuk mengecek apakah nama pemilih masuk dalam DPT atau tidak,” sebutnya. Persoalan lain adalah banyaknya tenaga PPK atau PPS yang meninggal di tempat penghitungan akibat kelelahan. Bawaslu tidak menampik hal ini. Ada beberapa solusi yang ditawarkan. Yakni seleksi saat perekrutan. Di mana salah satu syarat dibuktikan dengan surat keterangan sehat. Lalu ada pula usulan batasan maksimal umur panitia penyelenggara. Namun ada konsekuensinya. Bawaslu khawatir persyaratan ini justru akan membuat pendaftar calon PPK atau PPS sedikit. Ramli menyampaikan solusinya adalah menyederhanakan proses pemilihan. Pemilihan presiden dan pileg dilakukan satu kali dalam satu hari. Alasannya untuk efisiensi dana karena masih terkendala pandemi. Kemudian penghitungan dan pencatatan dilakukan secara elektronik melalui e-Rekap. Sehingga meminimalisasi terjadinya kelelahan ketika menghitung secara manual. Untuk mendukung hal itu UU 7/2017 tentang Pemilu perlu direvisi dengan membuat peraturan pengganti undang-undang (Perpu). Usulan ini sebenarnya sudah dibahas secara nasional dan saat ini tengah dikaji. “Untuk ringankan beban kerja misalnya kotak suara dibikin sedikit, jadi penghitungan juga lebih ringan. Intinya mendesain pemilu sesederhana mungkin,” tutup mantan aktivis ini. (boy/zul)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: