DJP Kaltimtara Tarik Pajak Karbon Mulai April

DJP Kaltimtara Tarik Pajak Karbon Mulai April

Balikpapan, nomorsatukaltim.com - Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Kalimantan Timur dan Utara bakal menarik pajak  karbon mulai 1 April 2022. Kepala Kantor Wilayah Ditjen Pajak (Kanwil DJP) Kalimantan timur dan Utara Max Darmawan menyampaikan hal itu baru-baru ini. Menurutnya pemerintah melalui kementerian terkait telah mengamanatkan DJP untuk memulai menjalankan regulasi Undang-Undang (UU) Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) nomor 7/2021. Termasuk di dalamnya regulasi yang mengatur pajak karbon. "Dalam pasal 13, pemerintah mengamanahkan kepada DJP untuk melakukan penarikan pajak karbon yang dikenakan atas pembelian barang yang mengandung karbon atau aktivitas yang menghasilkan emisi karbon monoksida (CO2)," ujar Max. Menurutnya, tahap awal penerapan regulasi ini diperuntukkan bagi perusahaan atau industri yang menghasilkan karbon, utamanya Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Adapun tarif pajak yang dikenakan yakni Rp 30 per kilogram CO2 equivalen. "Ini berlaku mulai 1 April 2022. Jadi untuk sementara ini baru badan yang bergerak (di bidang) pembangkit listrik tenaga uap. Nanti mungkin dalam perkembangannya beda lagi, sektor-sektor yang dapat menghasilkan emisi karbon," terangnya. Ia menyebut, ada cukup banyak perusahaan PLTU di wilayah kerja Kaltim dan Kalimantan Utara (Kaltara). Max menyebut lahirnya UU HPP yang disahkan Pemerintah Indonesia pada 2021 lalu, merupakan implementasi dari hasil pertemuan G20. Yakni forum kerjasama multilateral yang terdiri dari 19 negara utama dan Uni Eropa (EU). Di mana Indonesia menjadi salahsatu negara yang mendukung isu pengurangan emisi karbon melalui rancangan regulasi yang kredibel. "Negara-negara lain sudah melakukan, di dalam forum G20. Salahsatunya dengan membuat kebijakan. Pajak itu bisa menjadi penerimaan negara," katanya. Menurutnya nilai pajak yang diterapkan relatif kecil. Harapannya dengan pajak ini, pemerintah dapat mengatur besaran emisi karbon yang dihasilkan Indonesia setiap tahun. Agar berangsur-angsur dapat ditekan sedemikian rupa. "Ini untuk kita, agar bisa menikmati bumi yang lebih indah (bersih)," imbuhnya. (ryn/eny)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: