Kasus Bunuh Diri Menghantui Dua Kota Besar di Kaltim
Bunuh diri kini menjadi pilihan. Saat semua beban kehidupan tak mampu diselesaikan. Pertanyannya, kenapa upaya ini menjadi satu-satunya jalan? Reporter: Arditya Abdul Azis, Andri Andrianto. Wo (45) tak kuasa menahan sakit yang diderita. Sakitnya sudah dipengujung tanduk. Malam itu, sebuah bisikan bersuara lirih di telinganya. Menyuruhnya mengambil seutas tali kemudian mengikatkannya di sebuah tandon berisi air. Kamis (16/12/2021) dini hari, kabut subuh turun menyapa seisi Jalan Perjuangan, Samarinda, saat itu pula nyawa Wo melayang dengan tubuh tergantung. Baca beritanya di: Innalillahi, Seorang Ustaz Meninggal Bunuh Diri Tergantung di Bangunan Gedung Mari mundur sejenak ke 17 November lalu di Perumahan Arisco, Jalan Sultan Sulaiman, Kecamatan Sambutan, Samarinda. Seorang perempuan berparas cantik tengah menangis sambil menenggak beberapa botol minuman keras di dalam kamarnya. Dia tak menghiraukan denyut jantung bayi yang bersemayam di dalam rahimnya. Perempuan ini tetap saja menenggak. Botol demi botol. Meski tubuhnya sudah tidak sanggup lagi menahan. Brak. Dia terbaring tak sadarkan diri hingga keesokan harinya namanya memenuhi jagad media sosial. Terbujur kaku tanpa nafas. Baca beritanya di: Astaga, Perempuan Cantik Samarinda Ini Mati Bunuh Diri dan Hamil Enam Bulan Kejadian ini belum pupus. Minggu (19/12/2021), seorang laki-laki di Balikpapan mencoba menantang kerasnya aspal dari ketinggian dua lantai. Kepalanya berdarah. Badannya tak berdaya. Beruntungnya Izrail masih masih berbaik hati. Jantungnya tetap berdenyut. Paru-parunya masih berfungsi. Ia segera dilarikan RSKD Balikpapan untuk mendapatkan penanganan intensif. Percobaan mengakhiri nyawa sendiri tidak pernah habis. Dari data yang dihimpun tim Disway Kaltim di dua kota besar yakni Balikapapan dan Samarinda, angkanya terus ada. Di Balikpapan, terdapat 32 kasus bunuh diri. Sementara di Samarinda hanya 14 kasus. Beberapa di antaranya ada yang merenggang nyawa, beberapa tidak. Cara untuk menghabisi nyawa sendiri beragam. Namun gantung diri paling banyak diminati. Setelah itu melompat dari ketinggian. Permasalahan cinta dikarenakan beda agama, menjadi sebab kasus bunuh diri di Samarinda. Hal tersebut terungkap dari data kasus bunuh diri yang dihimpun oleh jajaran Polresta Samarinda terhitung dari 1 Junuari hingga 20 Desember 2021. Kasatreskrim Polresta Samarinda Kompol Andika Dharma Sena melalui Kasubnit Inafis Aipda Harry Cahyadi menyampaikan demikian. Total penemuan mayat yang diduga menjadi korban bunuh diri sepanjang hampir 12 bulan terakhir, ada sebanyak 14 kasus. "Jadi kasus penemuan mayat diduga bunuh diri sepanjang dari 1 Januari hingga 20 Desember 2021, itu ada sebanyak 14 kasus untuk di wilayah hukum Polresta Samarinda," ungkapnya dikonfirmasi Senin (20/12). Rata-rata para korban yang mengalami depresi tersebut, nekat mengakhiri hidupnya dengan cara gantung diri. Adapula yang lompat dari ketinggian. "Adapun kasus tewasnya korban bunuh diri disebabkan oleh tiga permasalahan. Seperti permasalahan perekonomian, keluarga dan hubungan asmara," lanjutnya. Sementara itu untuk korban depresi terkait permasalahan percintaan selalu disebabkan perbedaan agama. Gantung diri menjadi cara yang paling banyak digunakan para korban untuk mengakhiri hidupnya. Baca juga: Bunuh Diri di Balikpapan dan Samarinda Didominasi Usia Produktif "Ada juga yang melompat dari ketinggian. Seperti kejadian bunuh diri di area parkir Bigmall, korban lompat dari lantai lima. Ada juga yang lompat di Jembatan Mahakam dan terjun dari dermaga pelabuhan menggunakan sepeda motor," bebernya. Dari 14 penemuan mayat korban bunuh diri, satu di antaranya ditemukan tanpa identitas. “Akhirnya kami rekomendasikan dimakamkan, tanpa ada sanak saudaranya. Karena saat korban ditemukan tidak memiliki identitas atau Mr X," ucapnya. (aaa/bom/boy)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: