Kata Anggota Dewan Soal Pendidikan Penyandang Disabilitas
Dikonfirmasi pada Rabu 15 Desember 2021, Plt Kepala UPT Pusat Layanan Autisme (PLA) Samarinda Muhammad Ghofur yang juga membidangi penyandang disabilitas menjelaskan bahwa PLA telah melakukan sosialisasi dan pelatihan terkait sekolah inklusi ini. Di mana anak penyandang disabilitas pasti didampingi guru pendamping khusus (BPK).
Namun, masalah justru kerap hadir dari orang tua. Ghofur mengakui, banyak orang tua yang gengsi atau malu menyekolahkan anak disabilitas ke sekolah inklusi. Banyak orang tua yang menganggap anaknya ‘normal’. Contohnya saja, ketika penerimaan peserta didik baru (PPDB).
“Anak berkebutuhan khusus atau disabilitas, sudah disiapkan PPDBK (khusus) yang dibuka sebelum PPDB online. Karena proses penerimaannya harus melalui asesmen dulu. PLA punya tim asesmen untuk mendampingi, yaitu 6 psikolog dan 1 orang dokter.”
“Orang tua tidak mau masuk melalui PPPDBK, dia masuknya di PPDB online. Ini yang membuat kepala sekolah akhirnya kewalahan, kecolongan. Ini yang menjadi masalah kita sampai saat ini,” beber Ghofur.
UPT PLA memiliki rencana untuk membuatkan ruang inklusi di tiap sekolah. Sehingga, murid disabilitas ataupun kebutuhan khusus bisa mempunyai ruang atau wadah aduan apabila terjadi masalah selama pembelajaran maupun sosialnya. Namun, sayangnya dana belum mencukupi untuk merealisasikan hal tersebut.
Tetapi, Ghofur memberikan harapan besar kepada orang tua anak penyandang disabilitas. Yaitu, terima adanya lah keadaan anak sendiri dan berani untuk konsultasi kepada PLA.
”Kita membuka diri dan akan mendampingi orang tua dan anak penyandang disabilitas ataupun autisme,” pintanya. (DSH/AVA)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: