Anggota TAPD PPU Dikabarkan Mundur
PENAJAM, nomorsatukaltim.com - Di tengah kegagalan penetapan APBD tahun 2022, anggota Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) dikabarkan mengundurkan diri. Situasi ini menambah deretan masalah di calon ibu kota negara. Kabar mundurnya para anggotta TAPD berembus kencang pasca kegagalan penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun 2022. Anggota tim yang dikabarkan mengundurkan diri ialah Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD), Muhajir dan Kepala Badan Perencanaan, Penelitian dan Pengembangan (Bapelitbang), Fatmawati. Isu ini sebenarnya mulai muncul sejak awal November. Ketika pembahasan rapat anggaran sudah dilakukan Badan Anggaran (Banggar) DPRD dan TAPD Pemkab. Berbagai rapat itu tak mampu memunculkan kesepakatan, serta beberapa kali personel TAPD yang tak komplet. Ketidak lengkapan TAPD itu membuat jadwal rapat anggaran diagendakan ulang beberapa kali. Terakhir, pada 29 November lalu. Sehari sebelum tenggat terakhir pembahasan RAPBD sesuai jadwal. Rapat yang diagendakan pukul 15.00 WITA itu hanya dihadiri 3 anggota TAPD saja. "Yang hadir hanya pak Plt. Sekda dan asisten. Itu pun tidak membawa bahan yang mau dibahas. Kami dari DPRD yang telah menunggu sejak pagi. Karena tidak ada yang dibahas, jadi kami tutup rapatnya tanpa ada pembahasan," ujar anggota Banggar, Thohiron. Pihaknya mengaku belum mengetahui secara pasti apa yang mendasari TAPD tidak membawa bahan-bahan pembahasan APBD 2022. Pun, mengenai isu mundurnya anggota TAPD. "Nah soal itu saya tidak tahu. Tanyakan langsung ke TAPD saja, kenapa tidak membawa itu, apa persoalannya," sambungnya.
BANTAHAN SEKKAB
Pelaksana Tugas Sekretaris Kabupaten PPU, Muliadi menegaskan isu mundurnya anggota TAPD tidak benar. "Kalau mau mundur cuma ngomong, itu tidak resmi namanya," ujarnya, baru-baru ini. Ia tak menjawab secara jelas soal adanya peristiwa "undur diri" itu. Yang pasti, sambungnya, mundur yang legal ialah yang menggunakan surat. "Tidak ada surat ke saya, mana bisa. Ini kantor, ada administrasi. Tidak berlaku omongan lisan, itu tidak benar, tidak berlaku," imbuhnya. Selain itu, sambungnya, keinginan mundur dari TAPD juga tak bisa terjadi jika hanya dilakukan sepihak. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk sampai bisa dibenarkan ada yang mundur dari TAPD. "Itu juga kalau sudah masuk ke unsur pimpinan. Unsur pimpinan ini ada banyak, ke BKPSDM, ke saya, baru minta persetujuan pak bupati. Kalau tidak melalui beberapa tangga itu, ya tidak diterima juga mundurnya. Itu misal kalau mundur," urai Muliadi. Ia meminta semua pihak meneliti kebenaran informasi yang berembus di tengah pembahasan APBD yang tak kunjung menemui titik temu. "Jadi tidak benar itu," ucapnya. Muliadi mengatakan, Banggar dan TAPD menjadwalkan rapat pada Senin (6/12) hari ini, setelah rapat dijadwalkan Kamis, (2/12) gagal terlaksana. Muliadi dalam kesempatan sebelumnyanya mengatakan, Pemmkab PPU akan memaksimalkan anggaran dan belanja daerah melalui Peraturan Kepala Daerah (Perkada) apabila tidak tercapai kesepakatan dengan DPRD.BERBASIS PROYEK
Rencana Pemkab PPU menggunakan instrumen Perkada dalam melaksanakan anggaran pendapatan dan belanja daerah, mendapat kritik Peneliti Pusat Studi Otonomi Daerah (PSODD) Fakultas Hukum Universitas Mulawarman (Unmul) Warkhatun Najidah. “Dasarnya Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah Pasal 313 ayat (1) hingga (4). Tapi ada konsekuensinya,” kata Najidah, Sabtu (4/12). Perkada dapat diterbitkan jika Pemkab dan DPRD tidak mencapai kesepakatan hingga 15 Desember 2021. “Kepala daerah menyusun dan menetapkan Perkada dengan angka paling tinggi sebesar angka APBD tahun anggaran sebelumnya,” bunyi aturan itu. Jika menggunakan Perkada, PPU akan menggunakan sisa anggaran dari APBD Tahun 2021. Di sisi lain, peristiwa itu akan menjadi catatan sejarah, bahwa suatu daerah tidak mampu mengesahkan APBD rni. Perkada bisa ditetapkan setelah ada pengesahan dari Menteri atau Gubernur. Namun, jika Menteri atau Gubernur tidak mengesahkan dalam 30 hari, maka kepala daerah mampu menetapkan Perkada tersebut. “Memang, ada resiko yang akan diterima oleh Pemkab PPU dan DPRD PPU jika tidak mengesahkan APBD ini. Kedua belah pihak akan dikenai sanksi administratif berupa tidak dibayarkan hak keuangan,” imbuh Najidah. Namun, sanksi tersebut tidak berlaku ke DPRD PPU jika yang menjadi sumber permasalahan adalah Pemkab PPU. Dalam beberapa kali, memang pasca pengesahan KUA - PPAS. Najidah melihat tidak adanya konsistensi dari pernyataan dua belah pihak. "Apa yang sudah disepakati sifatnya mengikat. Hasil dari sidang. Bukan dialog antara TAPD - Banggar. Tapi ini kan kesepakatan." "Kalau ada perubahan, nggak bisa seenaknya," kritiknya. Salah satu alasan yang menjadi ketidaksepakatan adalah keinginan Bupati Kutim Abdul Gafur Mas'ud (AGM) yang berfokus alokasikan anggaran ke proyek pembangunan tower penantang Monas dan Anjungan Penajam. Tim TAPD pun juga mau berfokus kepada pembayaran hutang. Diketahui, hutang Pemkab PPU dari 2020 ke 2021 sebesar Rp 290 miliar. Ini belum termasuk hutang SMI. Namun, pihak DPRD PPU menginginkan pokok pikiran (pokir) punya ruang banyak untuk di anggaran. Najidah merasa Pemkab PPU ini merancang anggaran tidak berpacu kepada Rancangan Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) dan Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Panjang Daerah (RPJMD). "Ini gambaran bahwa APBD itu by Project. Tidak mengacu RPJP. Anjungan perlukah di RPJP," ujarnya. Ia ingin 2 elemen tersebut menyepakati APBD dengan berpatok kepada program prioritas menggunakan logika. "Apabila pokir sesuai dengan prioritas, maka pokir yang dipakai. Kalau punya hutang, lebih baik menghindar proyek metropolis," tegasnya. Najidah juga menitikberatkan kepada hutang. Dirinya mengutip himbauan KPK dimana seluruh pimpinan daerah harus mendahulukan mencicil hutang. "Kalau sampai itu lalai hutang tidak terbayarkan, bunga hutang semakin tinggi, artinya ada kerugian uang negara karena kelalaian," lanjutnya. Jika ini terus berlanjut, Najidah merasa ini ada kesalahan yang perlu ditelisik. Pemkab PPU dan DPRD PPU perlu sekali mempunyai pola komunikasi kuat. Serta, memiliki pola pikiran kedayagunaan dan asas manfaat kepada masyarakat dalam merencanakan APBD. Mengenai permasalahan ini, Sekretaris Pemerintah Provinsi (Sekprov) Kaltim Muhammad Sa'bani hanya berkomentar, untuk menunggu saja kepastian. "Masih belum. Tunggu aja di tanggal 15," pungkasnya. (*)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: