Animo Menanam Porang di Berau Mulai Tinggi, Petani Butuh Semangat Bupati

Animo Menanam Porang di Berau Mulai Tinggi, Petani Butuh Semangat Bupati

Berau, nomorsatukaltim.com - Upaya membumikan tanaman porang di Kabupaten Berau butuh dukungan penuh dari pemerintah daerah. Animo masyarakat disebut sudah begitu tinggi. Petani kini pun menunggu uluran tangan petinggi. Tanaman porang mulai diperkenalkan Fahrul Udin di Berau sejak tahun lalu. Ia memang sudah mulai mempelajari seluk beluk tanaman umbi-umbian itu sejak 2019. Fahrul begitu gigih ingin membuktikan. Bahwa tanaman yang lagi digandrungi di berbagai daerah itu bisa tumbuh dan dibudidayakan di Bumi Batiwakkal. Dia juga didorong keyakinannya sendiri. Bahwa komoditas ini memiliki prospek yang menjanjikan. Bisa jadi alternatif ekonomi kelas bawah. Setelah cukup banyak belajar dari banyak saluran informasi, Fahrul mulai menanam awal tahun lalu. Lokasi pertama di Jalan Limunjan, Kelurahan Sambaliung. Luasnya kira-kira satu hektare. Sebenarnya, bidang pertanian jauh dari keahliannya. Ia merupakan seorang mantan perawat yang telah mengabdi selama 32 tahun. Tapi, Fahrul tak mau berpangku tangan di usia senjanya. Karena itu ia melirik porang dan mulai menggeluti. Keseriusannya itu pun belum berhenti. Ia bergabung dalam Perhimpunan Petani Porang Kalimantan Timur (P3KT). Fahrul didaulat sebagai ketua Dewan Pengurus Wilayah (DPW) Berau. Tujuan organisasi ini dirasa selaras dengan cita-citanya. Yaitu memberdayakan masyarakat lewat porang. Keberadaan P3KT di daerah dikatakan bukan semata-mata mencari keuntungan. "Kami ingin menjadi fasilitator yang bisa mengedukasi masyarakat untuk menanam porang. Sesuai komitmen presiden dan menteri pertanian. Yang mendorong masyarakat menanam untuk memperbaiki kondisi perekonomian," kisahnya ditemui minggu lalu, mengutip harian Disway Kaltim. Oleh karena itu, ia berharap kepada pemerintah daerah. Agar turut mendorong petani-petani yang ada membudidayakan porang. Bukan berarti harus mengenyampingkan komoditas-komoditas yang sudah ada. Seperti kakao, lada, karet dan sebagainya. Baginya, tanaman-tanaman yang sudah ada terlebih dulu itu tetap harus digalakkan. "Tapi porang juga mesti dipahami bahwa komoditas ini sudah menjadi produk unggulan ekspor ke berbagai negara," ujarnya. Sebenarnya, katanya, petani-petani di kabupaten ini sudah mulai antusias. Animo petani untuk ikut menanam terbentuk ketika Fahrul mulai memanen porangnya pertama kali. Yang kemudian hasilnya dikembangkan lagi di tiga lokasi lainnya. Sejak saat itu, porang menjadi perhatian serius para petani. Karena mereka mulai menyadari besarnya potensi keuntungan yang bisa diperoleh dari tanaman ini. "Kami juga berharap pemerintah daerah juga ikut mendorong atau sosialisasi ke masyarakat supaya ikut membudidayakan porang ini." Fahrul menilai pemerintah daerah lah yang semestinya memberi pemahaman tentang besarnya prospek porang ini ke depannya. Karena, lanjut Fahrul, sudah ada beberapa daerah di Indonesia yang petaninya mulai ramai menanam porang. Lalu hasilnya berhasil menembus pasar ekspor. Itu semua menurut Fahrul, berkat dukungan pemerintah daerah. Fahrul mengatakan, tanaman porang ini kini menjadi perhatian serius pemerintah pusat. Ia mengingatkan, jangan sampai pemerintah terlena dengan perkebunan kelapa sawit semata. Yang sebenarnya tidak dimiliki masyarakat. Melainkan perusahaan yang bermodal besar. "Saya mulai menanam ini laporan ke Dinas Pertanian, Mereka bilang belum tahu porang. Saya disuruh buat dulu (untuk) percontohan." Yang Diharapkan Petani Fahrul Udin mengutarakan, dukungan utama yang dibutuhkan petani adalah dukungan moral. Yakni keterlibatan pemerintah daerah untuk membantu menggeliatkan potensi ekonomi menengah ke bawah ini. Berikutnya, kata dia, petani-petani yang sudah menunjukkan minat juga butuh permodalan. Terutama untuk pengadaan bibit awal. Karena menurut Fahrul, pada tahap awal menanam porang, butuh modal hingga ratusan juta per hektarenya. Tetapi, masyarakat tidak harus menanam langsung satu hektare. Minimal misalnya, pemda membantu memfasilitasi 5 sampai 10 kilogram bibit. Baru setelah itu petani yang mengembangkan. "Kalau tidak dibantu bagaimana mereka mau mengembangkan. Mereka tidak punya modal. Mau makan sehari-hari saja susah," ucapnya. Kemudian, lanjut Fahrul, jika pemerintah sudah membantu memodali, mesti ada pendampingan. Agar jangan sampai modal itu sia-sia. Pemerintah, katanya, harus mendampingi petani dengan penyuluh-penyuluh Dinas Pertanian yang sudah dilatih. Yang tidak kalah pentingnya, menurut Fahrul, bagaimana petani-petani Berau bisa sama sepeti petani di Sulawesi, Sumatera dan Jawa. Petani di sana, bilang Fahrul, dibuatkan pabrik. Untuk mengolah sendiri hasil panen porang menjadi produk setengah jadi. "Karena kita dari Kaltim kalau mengirim ke Pulau Jawa, itu risikonya sangat tinggi." Fahrul meyakini, apabila dibangun pabrik pengolahan, tanpa didorong masyarakat akan mulai menanam. Karena terbukti keuntungannya besar. "Kalau porang ini kan komoditas ekspor. Presiden sudah menyampaikan. Menteri pertanian sudah mendorong. Tunggu apalagi," pungkasnya. DAS/ENY

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: