Kebutuhan Kedelai Meningkat, Sehari Habiskan 11 Ton
Ahmad Arifin menunjukkan kedelai lokal bahan baku tahu dan tempe. Tampak belakang stok untuk memenuhi kebutuhan produksi. (Ferry Cahyanti/DiswayKaltim)
Balikpapan, DiswayKaltim.com - Kebutuhan kedelai di Sentra Industri Kecil (SIK) Somber, Kota Balikpapan terus naik. Saban tahun, pengusaha tahu-tempe di kawasan itu menambah pasokan.
Tahun ini saja, menghabiskan rata-rata 350 hingga 400 ton kedelai tiap bulan. Tahun sebelumnya, jumlah kedelai yang didatangkan dari Surabaya itu kurang dari 350 ton.
“Semua kebutuhan bahan baku untuk tahu tempe disediakan oleh koperasi,” kata Wakil Ketua Primer Koperasi Produsen Tahu Tempe Indonesia (Primkopti) Ahmad Arifin (39), Jumat (01/11/2019).
Koperasi itulah yang menjadi tulang punggung para pelaku usaha tahu tempe di Balikpapan.
Tak heran jika koperasi yang berdiri sejak 1998 itu juga menjadi langganan perajin tahu tempe di luar sentra industri. "Memang kami tidak bisa menolak melayani pembelian kedelai dari luar (anggota)," imbuh dia.
Arifin menambahkan, banyak sebab para perajin tahu tempe pilih kedelai impor dari Amerika. Selain punya ketahanan, juga karena stok barang cukup stabil. Berapapun diperlukan, selalu tersedia.
"Beda dengan kedelai lokal, yang saya dengar hanya bisa memenuhi 15 persen kebutuhan Indonesia. Padahal kami ini butuh kepastian bahan baku. Kalau tidak ada (bahan baku), ya kami tidak bisa produksi," ujar Arifin lagi.
Secara kualitas, Arifin bilang kedelai lokal lebih bagus untuk bahan pembuat tahu. "Santannya lebih banyak," kata dia.
Kekurangannya, kedelai lokal kurang cepat kering dan berwarna hitam. Sehingga tidak bagus untuk produksi tempe. Ia menduga hal itu karena petani kedelai di Indonesia masih menggunakan cara manual.
"Amerika punya teknologi tinggi jadi tahan lama. Kualitas sebenarnya bagus lokal. Santannya banyak, tapi karena pengiriman lama, kekeringannya masih tinggi, akhirnya kisut dan hitam," imbuhnya.
Kendala berikutnya, kata Arifin, petani di Indonesia masih suka menanam padi, sehingga pasokan kedelai kurang.
Di SIK Somber ada 80 kepala keluarga (KK) yang menjadi perajin. Setiap KK, paling sedikit mengolah 50 sampai 400 kilogram kedelai setiap hari. Paling sedikit, sentra industri ini menyerap 11 ton lebih kedelai.
Melawan Tengkulak
Menyadari pentingnya pasokan bahan baku, para perajin tahu tempe semakin memahami pentingnya peran koperasi. Karena itu, pembelian kebutuhan bahan baku selalu melalui koperasi. Hal ini membuat daya tawar koperasi semakin tinggi.
"Contohnya sekarang saya bisa langsung membeli importir dan mendapatkan harga bersaing," ujar Arifin. Dia bilang jumlah transaksi yang tinggi, kontinyu dan pembayaran kontan membuat koperasi punya daya tawar.
"Kalau dulu kami ikuti harga tengkulak, sekarang mereka (tengkulak) yang ikuti harga kita," imbuhnya. Kepada anggotanya, Primkopti menjual kedelai Rp 7.200 sampai Rp 7.400 per kilogram. Harga ini cenderung stabil selama setahun meski dolar menyentuh Rp 14 ribu.
"Tahun ini harga stabil, bahkan meskipun biasanya bulan Agustus selalu naik karena cuaca buruk dan gelombang, tidak pernah mencapai angka Rp 8 ribu," ucap Arifin lagi.
Primkopti mencatat ada 97 anggota yang seluruhnya para pelaku usaha pembuat tahu tempe. Mereka tinggal di kawasan SIK Somber. Dari jumlah itu, 78 di antaranya merupakan anggota aktif, dan hanya 21 orang yang tidak aktif.
“Anggota yang tidak akif itu karena ndak ada yang meneruskan usahanya. Atau karena sudah tua, tetapi tetap menjadi anggota koperasi karena bentuk penghargaan kepada mereka yang sudah mendirikan koperasi. Jatuh bangunnya koperasi dari mereka,” kata Arifin.
Sebagai badan usaha dengan tujuan kesejahteraan anggota, Primkopti memberikan santunan kesejahteraan buat anggota.
Mereka antara lain mendapatkan santunan apabila dirawat di rumah sakit. Anggota yang meninggal dunia mendapat uang duka Rp 5 juta. Ada anak berprestasi mendapat uang pembinaan mulai Rp 200 ribu untuk ranking 3, Rp 300 ribu untuk dan Rp 500 ribu untuk ranking 1.
Lebih jauh Arifin menyebutkan, pihaknya menyuplai kebutuhan kedelai untuk wilayah Balikpapan, Manggar, Samboja Handil, dan Lamaru. Diperkirakan tahun ini jumlahnya mencapai 600 ton. (fey/eny)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: