Pembangunan Rumah Dinas Bupati PPU Diteropong KPK

Pembangunan  Rumah Dinas Bupati PPU  Diteropong KPK

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya turun tangan menelisik pembangunan rumah dinas Bupati Penajam Paser Utara (PPU). Melalui Satuan Tugas Koordinasi Supervisi Wilayah IV, KPK meminta keterangan sejumlah pejabat.

Nomorsatukaltim.com - Permintaan keterangan terkait pembangunan rumah dinas yang sudah menghabiskan anggaran Rp 34,1 miliar berlangsung Kamis (9/9). Ketua Satuan Tugas Koordinasi Supervisi (Korsup) Wilayah IV KPK, Wahyudi, mengingatkan agar pelaksanaan pembangunan rumah dinas (rudin) tidak menimbulkan kerugian keuangan negara. “Dalam hal ini KPK bukan pada wilayah mengomentari bentuk, lokasi dan biaya rudin, tetapi atensi pimpinan terutama pada area pencegahan korupsi,” kata Wahyudi kepada Bupati PPU, Abdul Gafur Mas’ud dan pejabat pemerintah kabupaten. Pada kegiatan monitoring dan evaluasi itu, KPK mewanti-wanti, jangan sampai pembangunan rudin itu akan menyeret pejabat PPU ke ranah tindak pidana korupsi (tipikor). Dikutip dari Disway Kaltim, Jumat (10/9/2021), KPK menekankan terkait pembangunan rudin ini yang pertama adalah pelibatan APIP (Aparat Pengawas Internal Pemerintah) atau inspektorat dalam hal pendampingan. Mulai perencanaan dan penganggaran seperti implementasi Standar Biaya, Harga Satuan Pokok Kegiatan (HSPK), kemudian pengendalian dan pengawasan seperti review Standar Biaya, dan HSPK, HPS, terutama terkait proyek-proyek strategis yang ada di Kab PPU. Hal tersebut, kata Wahyudi, untuk memperoleh keyakinan yang memadai bahwa proses pembangunan rudin Bupati telah memenuhi aspek-aspek pencegahan tipikor. Satgas Korsup mengharapkan adanya penguatan terhadap integritas bupati dan jajaran Pemkab PPU. Terkait hal itu, Bupati PPU, Abdul Gafur Mas’ud menjelaskan duduk perkara pembangunan rumah dinas. Politikus Demokrat itu menyampaikan bahwa selama 20 tahun PPU tidak memiliki rudin dan pembangunan ini hanya melanjutkan perencanaan Bupati sebelumnya. Sesuai surat Keputusan Bupati PPU No. 593.33/240/2014 tanggal 02 Juli 2014 tentang Penetapan Kawasan Pembangunan Rumah Jabatan, Perkantoran Terpadu dan Fasilitas Pendukungnya Serta Pembangunan Kota Pesisir (Waterfront City) Terpadu di Kelurahan Sungai Parit dan Nipah-Nipah Kec Penajam Kab PPU seluas total 479,52 ha. Pemkab melaporkan tahun 2015 masuk tahap perencanaan, tahun 2019 masuk tahap penganggaran dan tahun 2020 masuk tahap pelaksanaan dengan nilai Rp34 Miliar dengan masa pelaksanaan 180 hari kerja. Sebesar Rp21 Miliar sudah dibayarkan, tetapi karena re-focusing sebanyak 35 persen, sisanya Rp13 Miliar akan diusulkan dalam APBD-P tahun 2021 ini. “Yang saat ini kami gunakan rumah eks camat Balikpapan seberang. Tentunya juga menjadi aset daerah. Menurut kami, daripada membuang anggaran untuk setiap tahun menyewa di mana pada saat bersamaan kami juga butuh pembiayaan infrastruktur yang sangat banyak mengingat luas area PPU 3.333 km persegi,” ujar Gafur. Sejak awal menjabat, lanjut Gafur, Rudin tidak menjadi prioritas. Tahun 2018 Pemkab menghadapi hutang dari pemerintahan yang sebelumnya sangat banyak yaitu sekitar Rp 800 miliar. Tahun 2019 sebagian dibayarkan dan di tahun 2020 sudah mulai pembangunan mengutamakan infrastruktur umum seperti BPJS dan sekolah gratis. “Karena aturan alokasi APBD untuk pendidikan 20 persen dan kesehatan 10 persen. Kemudian baru fokus di tahun 2021 fokus penyelesaian rudin. Inginnya rudin Wakil Bupati & Forkompinda juga dibangun. Saat ini, 8 kantor dinas Pemkab PPU juga masih sewa. Kan sayang sewa-sewa sampai Rp 71 miliar tetapi tidak menjadi aset daerah. Dengan pembangunan ini, kami berharap tata kota lebih terlihat dari pada sebelumnya,” terang Gafur dalam keterangan resmi yang disampaikan KPK. Menjawab hal itu, KPK meminta Inspektorat melakukan probity audit sejak awal untuk mengeliminasi risiko tipikor. KPK juga berharap Pemkab PPU menjalankan prinsip keterbukaan dan transparansi dengan secara rutin memberikan update kepada publik terkait pembangunan rudin tersebut. “Kami harap Pemkab PPU memastikan pembangunan rumah dinas tidak ada potensi kerugian keuangan negara, memenuhi kaidah hukum yang berlaku dan terbebas dari praktik suap, pemerasan, gratifikasi dan perbuatan lainnya yang merugikan masyarakat. Kami juga berharap Pemkab tetap melibatkan BPKP untuk pendampingan dan APIP melakukan reviu atas pekerjaan sehingga tidak ada potensi korupsi,” pungkas Wahyudi.

Apresiasi PPU

Selain mengingatkan soal pembangunan rumah dinas, KPK mengapresiasi bupati dan jajaran Pemkab PPU atas capaian rencana aksi pencegahan korupsi yang dimonitor secara berkala melalui Monitoring Center for Prevention (MCP) per 31 Agustus 2021. Berdasarkan monitoring, PPU meraih skor 38,41 persen atau urutan ke-3 dari 11 pemda di Kaltim. Setelah Kota Bontang dan Kota Balikpapan. Menurut Wahyudi, capaian tersebut menggambarkan kondisi faktual tata kelola pemerintahan yang bebas korupsi, bukan hanya sekedar capaian angka-angka tanpa makna. KPK memandang perlu untuk melakukan pendalaman terhadap capaian tersebut utamanya pelaksanaan terhadap rekomendasi berupa indikator/sub-indikator MCP dihubungkan dengan isu-isu yang menarik perhatian masyarakat seperti permasalahan pembangunan rudin Bupati yang kemudian akan masuk menjadi salah satu aset pemerintah daerah (pemda). “Capaian MCP yang masih rendah terkait manajemen aset yaitu 16,16 persen dan perizinan 22,21 persen, selanjutnya kami harap pemda dapat fokus ke area-area tersebut,” tambah Wahyudi

Kontroversi

Rencana pembangunan rumah dinas senilai Rp 34 miliar oleh Bupati PPU, Abdul Gafur Mas’ud memang memancing reaksi negatif. Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) menuding DPRD PPU tak menjalankan tugasnya sebagai pengawas anggaran, lantaran masih meloloskan pembangunan rumah dinas itu. “Adanya pembangunan itu tak lepas dari tanggung jawab DPRD. Salah satu wewenangnya adalah membahas dan menyetujui R-APBD (rancangan anggaran pendapatan dan belanja daerah), untuk dikritisi bahkan ditolak. Kalau tugas mem-filter proyek yang tak masuk akal, seolah hanya menjadi stempel, dekorasi untuk kepala daerah,” ucap Ketua Formappi Lucius Karus dikutip dari nomorsatukaltim.com. Anggota Komisi II DPRD PPU, Thohiron mengakuinya. Menurut Thohiron, pihaknya bekerja demikian agar roda pemerintahan tetap bisa berjalan. “Kami di dewan itu, menerima rancangan penggunaan anggaran, beserta dengan argumentasinya. Jadi kalau dikatakan tukang stempel, ya benar itu. Tapi itu melalui berbagai tahapan, pertimbangan dan sebagainya,” jelas anggota Badan Penganggaran DPRD PPU ini. Sejauh proyek pembangunan itu realistis untuk kepentingan daerah. Maka tak ada alasan untuk ke 25 anggota dewan tidak mendukungnya. “Rumah jabatan itu kan wajib dimiliki daerah. Ada aturannya. Lagi pula, rancangan anggaran itu disusun pada 2019 saat pandemi belum ada, jadi jika dikaitkan dengan pandemi, itu tidak pas,” sebutnya. Yang dimaksud ialah peraturan pemerintah (PP) nomor 109 tahun 2000 pasal 6. Menyebutkan kepala daerah dalam hal ini Bupati diberikan masing-masing satu rumah jabatan bersama dengan perlengkapan dan pemeliharaannya. Rumah dinas itu dibangun di atas lahan sekitar 2 hektare. Posisinya ada di Jalan Costal Road, Kelurahan Sungai Parit, Kecamatan Penajam. Ada di pinggir pantai Teluk Balikpapan. Lokasi itu juga yang membuat kebutuhan anggarannya tinggi. Selain memang fasilitas yang dibangun cukup banyak. Mulai dari bangunan utama, landscape, pendopo, interior dan dermaga speedboat. Kemudian, alasan lain diloloskannya proyek ini berkaitan dengan perencanaan. Yang sudah dilakukan jauh-jauh waktu. Kala itu disusun program Water Front City. Pembangunan kompleks mulai jalan dan berbagai rumah dinas para pejabat. Semua dewan dan unsur Forkompinda. Karena anggarannya besar, maka perlu dilakukan bertahap. Nah, rumah bupati inilah awal pembangunan itu dimulai. “Jadi secara perencanaan itu betul-betul bagus untuk kepentingan daerah kita. Tidak ada masalah,” ujar Politikus PKS ini. Meski telah menelan anggaran senilai Rp 34 miliar, rumah jabatan tersebut masih membutuhkan anggaran lagi untuk pemasangan ornamen, pagar, interior rumah, dan dermaga yang terletak di belakang rumah jabatan tersebut. Menurutnya, pemerintah sudah mengeluarkan uang yang cukup banyak. Sebagai yang membidangi sektor pembangunan dan keuangan, Thohiron menilai proyek tersebut harusnya segera dirampungkan secara menyeluruh. “Kami minta pembangunan rumah jabatan itu diselesaikan secara total agar rumah jabatan itu dapat difungsikan sebagaimana mestinya,” tutupnya. *PR/RSY/YOS                

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: