Pak Jokowi, Kaltim Minta Keadilan!

Pak Jokowi, Kaltim Minta Keadilan!

Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur menuntut keadilan dan kepastian atas pemenuhan hak-hak daerah oleh pemerintah pusat. Kaltim yang disebut sebagai salah satu daerah penyumbang terbesar pendapatan negara dari hasil eksploitasi sumber daya alam, minta pembagian keuangan yang wajar dan adil dari pusat.

Nomorsatukaltim.com - Usulan Odah Etam kepada Istana Negara itu disuarakan dalam Focus Group Discussion (FGD) bertajuk Menakar Rancangan Undang-Undang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah dalam Perspektif Penguatan Desentralisasi Fiskal Pusat-Daerah khususnya Kaltim di tengah dilema Keberlanjutan IKN, yang dihelat secara daring, Sabtu (21/8) lalu. Entah kebetulan atau tidak, acara itu digelar hanya tiga hari menjelang kedatangan Presiden Joko Widodo di Kalimantan Timur. Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kaltim HM Aswin yang berbicara dalam forum itu menegaskan tekad Gubernur Kaltim, Isran Noor. Yakni, kata dia, memperjuangkan keadilan pembagian keuangan dari pusat ke daerah  sama rata atau 50 persen berbanding 50 persen. "Hal ini dinilai wajar. Karena, Kaltim tidak menuntut apa-apa. Hanya keadilan keuangan saja. Terpenting itu adalah 50 persen daerah dan 50 persen pusat," ujarnya. Kendati, menurutnya, Kaltim mesti menyusun rumusan strategi yang tepat untuk memperjuangkan pembagian 50 persen tersebut. Semisal rumusan akademik dan literatur yang memadai. Yang mampu menunjang rasionalitas usulan agar dapat benar-benar meyakinkan dan dipertimbangkan pemerintahan pusat. Contohnya, ia menjabarkan, literatur yang diajukan harus merupakan buku-buku tahun terbaru, minimal terbitan 2017. Lalu menyokong argumentasi tersebut dengan literatur sejarah dan perkembangan sosial politik di Kaltim. "Apabila itu bisa diperkuat. Maka, saya yakin kita mampu berhadapan dengan pusat. Artinya, bahan sudah ada untuk melawan. Karena, bagaimana pun juga pusat pasti punya cara mempertahankan pendapatnya," ungkap Aswin seperti dikutip dalam saluran  publikasi resmi Pemprov Kaltim. Kepala Bappeda mengatakan, bahwa tanggungjawab pemerintahan pusat akan didorong untuk berfokus pada urusan luar negeri, keuangan, keagamaan, pertahanan dan keamanan, hukum dan peradilan serta utang negara. Hal itu menjadi salah satu argumentasi daerah dalam menyampaikan usulan pembagian APBN 50:50. "Makanya, nilai dan bobot pembagian keuangan itu ditentukan saja, yaitu 50 persen APBN untuk daerah," pungkas Aswin. Senada dengan itu, Wakil Gubernur Kaltim Hadi Mulyadi dalam membuka diskusi tersebut meyakinkan bahwa Pemprov Kaltim  saat ini terus berupaya berjuang meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Oleh sebab itu, ia mengajak masyarakat Kaltim turut ikut andil memperjuangkan hak-hak dan keadilan bagi daerah untuk mengakses keuangan pemerintahan pusat secara adil. "Hak-hak Kaltim harus dan wajib diperjuangkan oleh berbagai elemen masyarakat," sebutnya. RUU HKPD menurut politis Partai Gelora itu wajib dikawal bersama, terlebih pasca penetapan Kaltim sebagai ibu kota negara (IKN) baru. Yang dinilai bakal menjadi modal besar bagi Kaltim untuk memperjuangkan tuntutan tersebut. Ia berpandangan bahwa alasan pembahasan RUU HKPD tak pernah tuntas sejak 2010 hingga sekarang tidak pernah tuntas karena ada kepentingan lain yang menjadi pertimbangan. Hal itu dinilai telah merugikan daerah, terutama daerah penghasil Migas dan Minerba penyumbang devisa negara seperti Kalimantan Timur. "Mengapa hal ini tak pernah tuntas. Diyakini ada kepentingan lain menjadi pertimbangan. Karena itu, harus dan wajib RUU HKPD ini dikawal," jelasnya. Hadi berhitung, dengan luas Provinsi Katim 194.489 km² atau setara 6,8 persen dari total luas wilayah Indonesia dan hampir sama dengan Pulau Jawa (sebelum dimekarkan Provinsi Kaltara), serta dihuni populasi sebanyak 3,6 juta (2018), alokasi anggaran untuk Kaltim dikatakan sangat berbanding terbalik dengan fakta bahwa Benua Etam sebagai daerah penghasil. Oleh sebab itu, katanya, seluruh elemen daerah harus berbuat. "Saya mengimbau untuk berjuang pasal demi pasal, kemudian diusulkan ke pusat, terutama melalui wakil Kaltim di Senayan (DPR-RI)," tandas mantan legislator Senayan dan Karang Paci ini. Jajaran eksekutif di Jalan Gajah Mada Samarinda itu dipastikan tak berjuang sendiri. Akademisi dan parlemen daerah turut menggalang dukungan untuk skuat Pak Isran. Dukungan akedemisi dinyatakan pengajar Universitas Mulawarman, Nasrullah. Dukungan itu berlandaskan penilaian bahwa sejauh ini rakyat Kaltim cenderung hanya menjadi penonton di daerahnya sendiri. Yang artinya belum secara maksimal merasakan hasil alam yang dieksploitasi dalam kaitannya dengan kesejahteraan. Oleh karenanya, Nasrullah menilai bahwa kebijakan afirmatif memang perlu diterapkan di Kaltim. "Saya sepakat bang. Kalau perlu (pembagiannya) 60:40 (pusat dan daerah) atau bahkan 70:30. Sudah terlalu lama Kaltim seperti anak ayam yang kelaparan di lumbung padi," sebut Nasrullah lantang, kepada Disway Kaltim, Senin (23/8). Menurut dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Budaya ini, keadilan redistribusi hasil sumber daya alam mesti berpihak kepada rakyat Kaltim. Sebagai akademisi, Nasrullah mendorong agar daerah yang kaya SDA ini bisa menggratiskan biaya pendidikan warganya sampai perguruan tinggi dan membiayai kesehatan warganya secara gratis. "Minimal iuran BPJS setiap warganya dibayarkan setiap tahun." imbuh dia. "Kedengarannya memang “wah”, tapi itu sangat - sangat mungkin dilakukan kalau rakyat Kaltim mendapatkan porsi pendapatan negara lebih banyak." Seluruh elemen masyarakat Kaltim, menurut dia, mestinya kompak ikut menyuarakan usulan tersebut. Hanya saja, Nasrullah memberi satu catatan, yakni elit-elit pemegang kekuasaan di daerah jangan sampai 'lagi' menjadikan alokasi anggaran khusus ini nantinya untuk memperkaya diri. "Artinya, dana untuk kesejahteraan rakyat Kaltim itu mesti dirasakan langsung oleh masyarakat," katanya. Dalam pandangannya, Nasrullah melihat bahwa potensi elit lokal memperkaya diri menjadi kendala tersendiri yang harus terlebih dahulu diatasi. "Belajar dari kasus dana otsus Papua. Dampaknya tidak sampai ke bawah. Rakyat Kaltim perlu kebijakan afirmasi sebagai daerah yang kaya SDA dan memberikan kontribusi pendapatan sangat tinggi kepada negara," bebernya. Jika perlu, ia menambahkan, Kaltim boleh mencontoh masyarakat adat di Alaska, Amerika Serikat. Di sana, kata dia, masyarakatnya mendapatkan dana bagi hasil langsung melalui transfer ke rekening tiap keluarga di daerah yang kaya akan sumber gas alam itu. Tidak lagi melalui birokrasi pemerintah, melainkan transfer langsung ke rekening masyarakat. Dengan begitu, menurut dia, rakyat bisa merasakan dan mempergunakan langsung dana hasil alam tersebut. Sisa penggunaannya saja yang perlu diarahkan oleh pemerintah maupun organisasi masyarakat sipil supaya diperuntukkan ke keperluan produktif. "Yang pasti, tidak lagi ada istilah 'marginalisasi', 'diskriminasi', dan 'ketidak adilan'. Itu harus dibuang jauh jauh dulu dengan kebijakan afirmasi ini. Keberpihakan harus diutamakan. Itu dulu yang penting. Supaya rakyat Kaltim merasakan langsung dan percaya pada pemerintah," jelasnya. "Kekompakan rakyat Kaltim untuk menuntut itu juga penting. Mesti ada pressure group dari akar rumput di kalangan bawah sebagai pihak yang paling berkepentingan," pungkas Nasrullah. Berdasarkan Daftar Alokasi Dana Transfer ke Daerah dan Dana Desa Tahun 2021, pemerintah pusat mengalokasikan Kaltim sebesar Rp 4,186 triliun. Jumlah itu terdiri dari Dana Bagi Hasil (DBH) Rp 1,8 triliun, Dana Alokasi Umum (DAU) Rp 853 miliar, Dana Alokasi Khusus Fisik (DAK Fisik) Rp 318 miliar,   Dana Alokasi Khusus Non-Fisik (DAK Non-Fisik) Rp 1,08 triliun, dan Dana Insentif Daerah (DID) Rp 37 miliar. Akan tetapi, selain untuk Pemerintah Provinsi, pusat juga mengalokasikan dana transfer ke seluruh kabupaten/ kota. Jika dijumlah, secara keseluruhan Kalimantan Timur menerima Rp 18,28 triliun. *DAS/YOS    

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: