Pakai Surat PCR dan Vaksin Bodong, IRT Ditangkap

Pakai Surat PCR dan Vaksin Bodong, IRT Ditangkap

Seorang ibu rumah tangga ditangkap polisi dengan sangkaan menggunakan surat keterangan hasil PCR dan kartu vaksin palsu. Bersama wanita itu, aparat juga menangkap delapan orang lainnya.

Nomorsatukaltim.com - Nasib malang dialami Hoiriyah. Ibu rumah tangga asal Samarinda itu terpaksa berurusan dengan penegak hukum karena menggunakan kartu vaksin dan hasil pemeriksaan swab PCR palsu. Niatnya ke Surabaya, membawanya ke balik jeruji besi. Ia ditangkap penegak hukum dengan tuduhan tak main-main: terlibat pemalsuan surat. Ancaman hukumannya, 5 tahun penjara. Cerita Hoiriyah bermula dari rencana terbang ke Kota Pahlawan pada Kamis (29/7) lalu. Sekitar pukul 09.00 Wita, ia check in di Bandara APT Pranoto Samarinda. Namun petugas keamanan bandara (Avsec) menemukan keganjilan. Surat keterangan hasil PCR dan vaksin, tak terdata. Syarat perjalanan udara itu, diduga bodong. Seketika, petugas menghubungi polisi. Dengan sigap aparat Polresta Samarinda langsung melakukan penyelidikan dan meminta keterangan asal-usul surat yang dimiliki Hoiriyah. Setelah bekerja keras, Satuan Reserse Kriminal berhasil menelusuri asal muasal surat-surat imitasi itu. "Berdasarkan hasil penyidikan, kami menangkap secara terpisah, orang-orang yang saling berkaitan," Kata Wakapolresta Samarinda, AKBP Eko Budiarto, Rabu (4/8). Polisi meringkus Holik, Husein dan Riswan yang berperan sebagai makelar kartu vaksin dan surat PCR. Selain itu ada juga Thoriq, Herry Saputra dan Hamran yang berperan sebagai makelar surat PCR. Sedangkan dua sisanya yakni Tulisan Wardana dan Sugeng diduga merupakan pelaku utama dari pembuatan kartu vaksinasi bodong. Tiga tersangka ditangkap di Jalan Lambung Mangkurat Gang 8 Kelurahan Pelita Samarinda Kota. Seorang tersangka, Thoriq, diamankan di Perum Bengkuring Kecamatan Samarinda Utara. Kemudian Jumat (30/7) petugas mengamankan Herry Saputra di Jalan Abdul Wahab Sjahranie. Riswan di Jalan Marhusen Kecamatan Samarinda Ilir. Tersnagka Hamran diamankan 1 Agustus di Jalan Letjen Suprapto Balikpapan, dan Wardana di Jalan M. Said Kecamatan Sungai Kunjang. Sementara Sugeng ditangkap pada Senin (2/8) di Jalan Gunung Tunggal Samarinda. Menurut Eko Budiarto, tersangka Sugeng tercatat sebagai ASN yang bekerja di Puskesmas Loa Bakung. Ia mengambil satu lembar kartu vaksin di meja petugas dan menggandakan sebanyak 41 lembar . Dari sanalah, kartu vaksin berpindah tangan. Salah satunya, diduga sampai ke tangan Hoiriyah. “Tersangka mendapatkan keuntungan Rp 100 ribu per lembar," imbuh Eko Budiarto. Berdasarkan pernyataan Eko, Sugeng menjual surat keterangan vaksin kepada Wardana yang tercatat sebagai relawan Dinas Sosial. "Dia mendapatkan keuntungan Rp 100 ribu per lembar," ujar Eko. Wardana, masih menurut polisi, menjual ke Riswan sebanyak 41 lembar. 28 lembar kartu vaksin di antaranya sudah terjual. "Riswan memeroleh keuntungan Rp 200 ribu per lembar dari hasil penjualan kartu vaksin," imbuhnya. "Dari 28 kartu vaksin yang dijual, 10 lembar ke Thoriq dengan harga Rp 400 ribu perlembar," sambungnya. Sementara, untuk hasil PCR atas nama Hamran, diperoleh dengan cara memesan dari seorang berinisial RZ yang telah ditetapkan sebagai buron. Jumlahnya delapan lembar surat keterangan PCR. Dari keterangan awal, Hamran mendapat untung Rp 300 ribu per lembar. Eko menambahkan, RZ yang masuk DPO diketahui bekerja sebagai pengemudi ojek online. Polisi menyebut masih menyelidiki cara tersangka mendapatkan hasil PCR yang dijual seharga Rp 800 ribu per lembar. Tersangka Herry Saputra berperan sebagai pemesan hasil PCR dari Hamran seharga Rp 800 ribu per lembar dan mengambil untung Rp 100 ribu per lembar. Delapan PCR ini dijual Rp 900 ribu per lembar kepada Thoriq. Ia juga mendapatkan kartu vaksin dengan memesan kepada Riswan sebanyak 10 lembar seharga Rp 400 ribu per lembar. Sehingga mendapatkan keuntungan setiap lembar Rp 250 ribu. "Thoriq memperoleh dari seseorang bernama Herry sebanyak delapan lembar seharga Rp 900 ribu per lembar," kata Eko. Kemudian Holik dan Husein mendapatkan kartu vaksin, hasil PCR dan tiket dari Thoriq, dengan harga Rp 2.850.000. Sampailah tiket dan PCR it uke tangan ibu rumah tangga, Hoiriyah. "Ibu ini calon penumpang yang mau berangkat ke Surabaya dan mendapatkan kartu vaksin, PCR dan tiket dari Husein dan Holik," jelas Eko Budiarto. Dalam pernyatannya, Hoiriyah mengaku tak tahu menahu jika hasil PCR dan kartu vaksin yang digunakannya adalah palsu. Ia mengaku sudah berupaya mencari ke mana-mana, namun tak bisa mendapatkan. "Saya sudah cari kemana-mana untuk vaksin, tetapi tidak ada. Karena ada yang nawarin, saya mau, tetapi kalau (tahu) palsu ya saya juga gak akan ke bandara," jelasnya. Polisi telah menetapkan 9 orang, termasuk Hoiriyah sebagai tersangka dan dijerat Pasal 263 ayat 1-2 Sub Pasal 268 KUHP, dengan ancaman lima tahun penjara.

Proses Tegas

Terkait penangkapan tersangka pemalsu surat keterangan hasil PCR dan vaksin di Balikpapan dan Samarinda, Kapolda Kaltim, Irjen Pol Herry Rudolf Nahak meminta anak buahnya bertindak tegas. "Begitu sudah urusan dengan hukum, saya enggak akan toleransi," ujarnya ditemui di Balikpapan. Jenderal bintang dua tersebut meminta anak buahnya tidak segan menahan pamalsu surat PCR dan vaksin. "Saya sudah perintahkan Kapolresta Balikpapan, proses tegas. Yang bisa ditahan, tahan. Supaya jadi contoh," jelas Herry. Karena itu, ia mengimbau masyarakat Kaltim keseluruhan agar tidak mempermainkan legalitas surat PCR, agar mengikuti sesuai ketentuan yang diberlakukan. Lanjut Herry, tersedia klinik-klinik resmi yang memang sudah mendapat izin menerbitkan surat PCR sebagaimana prosedur. Mengeluarkan surat setelah menjalani tes, dan menuliskan hasil sebagaimana hasil tes. "Ikuti aja ketentuan. Kan sudah ada klinik-klinik yang resmi, sudah ada tempat-tempat pemeriksaan PCR resmi. Ikutin aja itu. Masyarakat juga gitu, jangan pakai PCR yang palsu," tegasnya. Disamping itu, dirinya mengatakan, bahwa oknum penerbit surat PCR palsu tersebut merupakan sosok-sosok intelektual. "Bukan orang biasa-biasa kalau punya klinik. Ini kan keterlaluan," tambahnya. Disinggung apakah kepolisian akan menindak klinik tak berizin, dirinya mengutarakan hal itu bergantung dari operasi klinik itu sendiri. Menurutnya, sepanjang klinik tersebut tidak melakukan pelanggaran, maka tidak perlu ada penindakan kepolisian. "Kalau dia klinik tidak punya izin terus tidak bikin PCR kan tidak masalah. Masalahnya kalau dia tidak punya izin bikin, tapi dia cetak PCR. Saya harap, enggak ada lagi," tutup Herry. *AAA/BOM/YOS                              

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: