PPKM Level 4 Sampai Agustus, Akademisi Kritik Minimnya Evaluasi

PPKM Level 4 Sampai Agustus, Akademisi Kritik Minimnya Evaluasi

Pemerintah pusat menatapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 4 di Kalimantan Timur diperpanjang sampai 8 Agustus 2021. Selain itu, ada 5 daerah baru yang dimasukkan dalam kategori ini. Akademisi mengkritik kebijakan yang dilakukan tanpa evaluasi memadai.

Samarinda, nomorsatukaltim.com - Delapan daerah di Kalimantan Timur resmi memberlakukan penanganan COVID-19 PPKM Level 4. Setelah Balikpapan, Bontang dan Berau,  mulai akhir pekan bertambah Samarinda, Kabupaten Kutai Kartanegara, Penajam Paser Utara, Kutai Barat dan Kutai Timur. "Awalnya tiga daerah berarti 30 persen, nah sekarang ada delapan dari sepuluh kabupaten dan kota di Kaltim. Artinya 80 persen masuk level 4," kata Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Setda Prov Kaltim, Jauhar Efendi dalam pernyataan resmi. Jauhar Effendi menyebutkan tinggal dua daerah, Kabupaten Paser dan Mahakam Ulu yang tidak masuk level 4, namun pengetatan dan pengawasan, namun diberlakukan “kebijakan sama seperti daerah PPKM level 4.” "Pengetatan dan pengawasan PPKM merata diberlakukan di seluruh kabupaten dan kota di Benua Etam, guna mencegah dan mengantisipasi penyebaran dan penularan semakin luas," lanjutnya. Dengan kebijakan itu, kegiatan non esensial harus dilakukan di rumah. Sedangkan sektor esensial dan kritikal tetap berjalan namun tetap dalam pembatasan dan pengawasan ketat. "Kita prihatin, ternyata Kaltim tertinggi pertama di luar Jawa dan Bali. Karenanya, kondisi ini harus dipahami masyarakat, selalu taat protokol kesehatan," harap Jauhar. Terkait berbagai kebijakan yang diambil pemerintah, para akademisi mulai menyoroti konteks yang dilupakan. Substansi penting yang tenggelam itu ialah keterbukaan terhadap hasil monitoring dan evaluasi atas pelaksanaan kebijakan serupa yang mendahuluinya. Akademisi Universitas Mulawarman, Nasrullah melihat, adanya monitoring dan evaluasi sebagai sesuatu yang penting untuk mengiringi kelanjutan kebijakan tersebut. Itu untuk meyakinkan publik luas yang menjadi sasaran beleid pemerintah dalam menanggulangi wabah pandemi ini. Menurutnya, evaluasi atas pelaksanaan PPKM perlu disampaikan pemerintah, baik di level pemerintah pusat hingga level pemerintah daerah. Nasrullah mendorong pemerintah daerah khususnya di Kaltim, untuk melibatkan para ahli di bidang kesehatan, pemerintahan, ahli kebijakan publik, sosial masyarakat untuk meriset poin-poin evaluasi tersebut. "Evaluasi itu penting untuk mengukur sejauh mana capaian kebijakan sebelumnya. Sekaligus dasar untuk membuat kebijakan selanjutnya," ucap Nasrullah dalam wawancara Rabu, (21/7). Menurutnya dia, segala data, fakta, dan analisis yang dijadikan dasar merumuskan kebijakan harus disampaikan secara jelas, terukur, dan bersifat saintifik (ilmiah). Untuk itu, pemerintah sebaiknya melibatkan para ahli dari universitas. Selain menggandeng tokoh-tokoh masyarakat dan instansi vertikal pemerintah. Ia menambahkan, bahwa hal paling terpenting adalah hasil monitoring dan evaluasi tersebut dikoordinasikan dengan berbagai pihak secara terbuka. Serta dikomunikasikan kepada publik luas dengan model komunikasi krisis. "Pemerintah harus jujur dengan kondisi yang ada, sampaikan secara terbuka, sekaligus yakinkan kepada masyarakat atau publik bahwa pemerintah telah dan akan mengambil langkah-langkah yang serius dan terukur untuk melindungi rakyat khususnya di Kaltim, dari pandemi virus corona ini," papar pengajar ilmu sosial budaya Unmul itu. Ia juga menuturkan, bahwa keterbukaan atas hasil monitoring dan evaluasi oleh pemerintah sudah tentu akan berpengaruh pada tingkat kepercayaan publik kepada pemerintah. Yang pada akhirnya akan mempengaruhi tingkat ketaatan masyarakat dalam menjalankan kebijakan-kebijakan di diturunkan pemerintah pusat maupun daerah. Menurutnya, masyarakat dalam menjalankan kebijakan terkait pandemi ini pasti akan melihat keseriusan dan kemampuan pemerintah melindungi mereka. "Kalau evaluasi dilakukan dan memberikan kebijakan baru yang menjamin keselamatan rakyat dengan tingkat keseriusan tinggi dan dipercaya masyarakat, itu akan dipatuhi," tuturnya. "Jika tidak, bukan tidak mungkin yang terjadi justru sebaliknya. Dan, mohon tidak menyalahkan rakyat terus seolah tidak patuh. Pemerintah perlu juga mengevaluasi diri ke dalam dan bercermin pada kebijakan yang dikeluarkannya sejauh ini," ujar Nasrullah. Ia juga menyoroti soal pola komunikasi atau sosialisasi penyampaian kebijakan pemerintah daerah di Kaltim. Yang erat kaitannya dengan rendahnya tingkat kepuasan publik atas kinerja pemerintahannya. Terutama terkait dengan penanganan pandemi COVID-19 ini. "Kalau pola komunikasi atau sosialisasi penyampaian kebijakan, saya kira Pemprov Kaltim masih perlu meningkatkan sosialisasinya. Jika perlu tunjuk juru bicara dari kalangan ahli yang ada di tim penanggulangan COVID-19 Kaltim. Supaya lebih dipercaya publik, dan bicara sesuai data dan perspektif ilmiah. Kepercayaan menjadi kunci dari komunikasi publik di masa krisis seperti sekarang ini," jelasnya lagi. Sebelumnya, Nasrullah pernah membuat analisis terkait instruksi dan edaran pemerintah daerah di Kaltim yang dianggap belum sepenuhnya dijalankan oleh masyarakat. Yang menurutnya persoalan pokok dari semua itu adalah soal kepercayaan publik pada pemerintah. Ia mengatakan, jika saja rakyat percaya pada pemerintahnya bahwa hidup mereka akan terjamin di tengah pandemi ini, maka ia yakin tanpa disuruh atau dipaksa pun, rakyat akan patuh. Namun, jika sebaliknya pemerintah tidak mampu membuat rakyatnya percaya, keadaan yang bisa disaksikan adalah rakyat terkesan sulit diatur. Lebih spesifik ia mengulas diskursus terkait implementasi sejumlah aturan yang belum berjalan maksimal. Nasrullah menunjukkan beberapa hal yang perlu diperhatikan. Yang pertama, bahwa hal tersebut tidak lepas dari peran pemerintah itu sendiri. Yakni seberapa serius dan tegas pemerintah menjalankan aturan yang dibuatnya. Kedua, seberapa akomodatif pemerintah mempertimbangkan nasib ekonomi Rakyat ketika membuat aturan dan menerapkan aturan. "Sudah kah nasib rakyatnya dipertimbangkan? Bagaimana rakyat tetap bisa makan dan memenuhi kebutuhan dasarnya ketika ada aturan pengetatan dan penyekatan, misalnya." Yang ketiga, ia berbicara mengenai seberapa jauh pemerintah melibatkan para ahli, terutama dalam pengambilan kebijakan. Para ahli penting dilibatkan untuk memberi masukan “ilmiah” dan membangun kepercayaan kepada masyarakat. Bahwa pemerintah tidak asal membuat keputusan, kata dia. "Contoh misalnya, penyekatan jalan, di media sudah ramai diumumkan, bahkan beredar di media sosial aturan pemerintah, sementara itu masyarakat melihat di lapangan, tidak demikian praktiknya. Olehnya itu, masyarakat dapat menilai keseriusan pemerintah. Dan kembali lagi, kepercayaan masyarakat ditentukan dari penilaian konsistensi seperti itu," tandasnya.

Jarang Terekspos

Pengamat hukum dan kebijakan publik Hardiansyah Hamzah, punya pendapat yang serupa. Ia melihat evaluasi pelaksanaan kegiatan pembatasan pemerintah cenderung terlihat hanya dilakukan pemerintah pusat. Namun begitu, ia menilai evaluasi itu belum pernah menyentuh dan mempertimbangkan aspek ekonomi masyarakat. Hal kontradiktif mengenai evaluasi ini, justru terlihat di daerah. Menurut Hardiansyah, daerah tidak pernah mempublikasikan hasil evaluasi setiap kebijakannya. "Yang jarang terekspose mengenai evaluasi kebijakan pembatasan ini, justru di daerah. Padahal itu sangat vital. Daerah jangan sekedar menunggu instruksi pusat. Tapi harus melakukan proses kajian ilmiah yang berbasis sains, sehingga kebijakan yang diambil juga responsif dengan situasi. Jangan sampai menyepelekan sains," ucap dia. Sampai Ahad (25/7), kasus aktif mencatat rekor tertinggi hari ini mencapai lebih dari 20.268 kasus. Satgas Penanganan COVID-19 Kaltim mencatat tambahan kasus baru sebanyak 1.693 orang. Delapan kabupaten kota bahkan rata-rata diatas 100-an kasus. Balikpapan dan Kutai Kertanegara yang tertinggi. Bahkan Mahakam Ulu kini mencatat tertinggi 101 kasus positif baru. Sementara pasien meninggal dunia sebanyak 2.898 orang setelah ada penambahan 73 orang. Balikpapan masih mencatat kematian paling banyak dengan jumlah 26 kasus. Kemudian Kutai Kertangegara 16 kasus dan Samarinda 12 kasus. Lalu pasien yang dinyatakan sembuh atau selesai isolasi sebanyak 83.695 orang sejak awal pandemi. Hari ini Satgas melaporkan sebanyak 965 orang yang dinyatakan sembuh.  *DAS/YOS

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: