Isran Minta Keadilan Pembagian Keuangan Pusat-Daerah 

Isran Minta Keadilan Pembagian Keuangan Pusat-Daerah 

Gubernur Kalimantan Timur, Isran Noor mengusulkan pemerintah daerah memperoleh alokasi 50 persen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Ia menilai dana perimbangan keuangan pusat dan daerah sangat tidak adil.

Samarinda, nomorsatukaltim.com - Pernyataan Isran Noor diungkapkan dalam Rapat Panitia Kerja Rancangan Undang-Undang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah (RUU HKPD) Komisi XI DPR RI, Kamis (8/7). Pada sidang itu, Isran Noor menyampaikan berbagai alasan terkait pembagian porsi keuangan pusat dan daerah. “Sudahlah, uang itu berikan saja ke daerah. Tidak usah 70 persen, biarlah 50 persen tidak apa. Nanti penggunaan uang itu diawasi oleh negara,” kata politisi Nasdem itu. Ia juga menyoal kurangnya perhatian pemerintah pusat, khususnya kepada daerah-daerah penghasil sumber daya alam penyumbang ekspor. Perhatian lebih ini harus diberikan negara, kata Isran Noor, sebab risiko pertama yang akan menerima dampak dari eksploitasi sumber daya alam minyak, gas, emas, nikel, bauksit, emas, batu bara dan lainnya itu adalah penduduk sekitar operasional perusahaan. Isran sempat menyinggung perihal keadilan perimbangan keuangan yang masih berlaku hingga saat ini untuk daerah yang disebut istimewa dan khusus. “Nah ada juga ketentuan undang-undang terkait daerah khusus, daerah istimewa, itu juga sebenarnya perlu dipertimbangkan, apa istimewanya, apa khususnya? Supaya perimbangan keuangan itu memenuhi rasa keadilan itu,” sindir Isran dalam pernyataan resmi. Pernyataan gubernur diamini mantan Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri, Djohermansyah Djohan. Ia juga menyarankan pemerintah melakukan perbaikan skema pengelolaan keuangan pusat dan daerah. Penerapan dana bagi hasil (DBH) minyak bumi dapat ditingkatkan dari 15 persen menjadi 35 persen. Selain itu pemerintah juga perlu mempertimbangkan pemberian DBH baru untuk provinsi penghasil kelapa sawit. Pasalnya selama ini, sejumlah daerah seperti Riau dan provinsi-provinsi lain di Kalimantan sering mengeluhkan porsi DBH yang tidak memadai padahal daerah mereka sebagai penghasil komoditas kelapa sawit. “Sepertinya harus dikaitkan juga dengan daerah yang seperti apa atau daerah sebagai penghasil apa,” ujarnya. Terkait RUU HKPD, ia menyarankan pasal mengenai desain ulang desentralisasi fiskal dimasukan. Tujuannya agar mendorong pemerintah daerah agar memiliki kemandirian fiskal. Sebab selama ini, praktik yang berjalan belum cukup efektif mengingat hanya satu daerah yang tergolong sangat mandiri. “Praktik desentralisasi fiskal perlu didesain ulang terutama pelimpahan tanggung jawab pengeluaran yang memadai, ini harus clear dulu. Ketergantungan pemda kepada pemerintah pusat masih tinggi. Sampai saat ini baru Kabupaten Badung, Provinsi Bali yang berhasil mencapai level sangat mandiri dari sisi fiskal,” ungkap Guru Besar IPDN tersebut. Ketidakmandirian fiskal juga disebabkan oleh berbagai hal, mulai dari pendapatan asli daerah (PAD) yang kecil sedangnya belanja daerahnya besar, penerimaan pajak daerah yang rendah, kesenjangan wilayah atau sering terjadi bencana, dana bagi hasil (DBH) rendah, serta hanyak program yang tidak tepat sasaran. Untuk itu, Djohan menyarankan agar RUU HKPD memuat pasal yang memberikan kejelasan praktik desentralisasi fiskal. Desain ulang desentralisasi fiskal juga penting untuk dilakukan melalui pengalokasian sumber pendapatan yang sesuai dan memadai. Terkait itu, pemda perlu diberi kewenangan untuk memungut jenis pajak yang basisnya tidak bergerak, serta diberi fleksibilitas dalam menentukan tarif. Harapannya, RUU HKPD dapat menyempurnakan ketentuan dalam UU PDRD. Bentuk Tim Sementara itu Anggota Komisi XI DPR RI Fauzi H. Amro mengusulkan supaya berbagai asosiasi pemerintah daerah (pemda) dapat menunjuk tim kecil untuk mendiskusikan seputar isu pembahasan RUU HKPD. Hal tersebut sebagai upaya menyelaraskan pandangan terhadap kebutuhan akan regulasi tersebut.   “Saya lebih setuju kalau masing-masing asosiasi untuk mengajukan satu dua perwakilan sebagai tim untuk berdialog dengan kami (DPR)," ujar Fauzi pada Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Panja Komisi XI DPR RI dengan tiga asosiasi pemerintah daerah yakni APPSI, APKASI dan APEKSI secara virtual, Kamis (8/7/2021). Sehingga pembahasan regulasi tersebut akan dapat mengakomodir aspirasi masyarakat di setiap daerah. Adapun Fauzi mengapresiasi segala bentuk masukan dan usulan dari pemerintah daerah, yang menurutnya mencerminkan semangat otonomi daerah itu sendiri. Lebih lanjut ia bilang, setidaknya hampir 35 persen dana APBN digelontorkan untuk Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) yang mana dana tersebut diharapkan menjadi berkualitas penggunaannya, akuntabel dan dapat bermanfaat bagi masyarakat. “Itulah target dari RUU ini. Saya menyadari keberadaan fiskal hampir Rp 800 triliun yang ditransfer itu harus punya kualitas. Maka kualitasnya seperti apa? Itu yang harus diperbincangkan," urai politisi Fraksi Partai NasDem itu. Selanjutnya ia turut mengusulkan agar tim pemerintah daerah tersebut juga dapat membuat Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) yang dapat dibahas bersama DPR RI. Setali tiga uang, Anggota Komisi XI DPR RI Kamrussamad juga mengusulkan agar ada upaya membuat tim kecil dari para asosiasi pemda tersebut. "Suara pemerintah daerah menjadi suara penentu RUU ini. Kami berharap ketiga asosiasi bisa mengutus tim kecil untuk berdialog teknis pasal per pasal agar bisa kawal aspirasi dari daerah," sebut politisi Partai Gerindra itu. Sekretaris Jenderal Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI), Adnan Purichta Ichsan, menyetujui usul tersebut. Ia mengusulkan tim kecil juga dapat melibatkan Badan Pengelola Keuangan Daerah yang dapat memahami persoalan teknis hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah. Tak Ada Kemajuan Politisi Golkar Agun Gunandjar Sudarsa menilai RUU HKPD tidak memiliki kemajuan signifikan dan nantinya bernasib sama seperti UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah. Sebab menurutnya, dasar pembentukan aturan tersebut tidak berangkat dari landasan filosofis, fundamental, dan konsitusional sebagaimana mestinya. “UU HKPD tidak memberi kemajuan apa-apa kalau anggaran-anggarannya masih tetap ada di Kementerian/Lembaga, masih tetap di Jakarta. Padahal rakyat itu ada dari Sabang sampai Merauke. Kalau uang (Dana Bagi Hasil) itu ditransfer ke 34 provinsi dan 514 kabupaten/kota maka akan menumbuhkan pelaku ekonomi baru di daerah,” kata Agun, Rabu (7/7). Ia berpendapat, jika keuangan pusat-daerah hanya berbicara pada tataran angka-angka dan tanpa memikirkan landasan filosofis dan tujuannya, maka tidak ada langkah maju yang spesifik. Sebab, RUU HKPD tidak hanya berdasarkan pada ketimpangan fiskal tetapi juga karena masih adanyaketimpangan layanan yang tidak merata di daerah-daerah di Indonesia. “Sesuai aturan fungsi K/L urusannya hanya membuat kebijakan yang pelaksanaan teknisnya oleh daerah. Kenyataannya program mereka masih dalam bentuk dana alokasi khusus (DAK), yang semuanya masih sentralistik di Jakarta. Menurut hemat saya, uangnya harus betul-betul turun ke daerah bahkan tidak ada lagi uang yang masih ada di K/L teknis,” sambungnya. RUU HKPD dirancang pemerintah semata-mata untuk mempercepat perbaikan dan pemerataan layanan publik di seluruh pelosok Indonesia. Sebab hingga saat ini belum terlihat adanya lompatan perbaikan kesejahteraan masyarakat yang signifikan meski anggaran TKDD terus meningkat sejak 20 tahun terakhir. * UTANG PEMDA Sejumlah pemerintah daerah di Kalimantan Timur mulai kesulitan keuangan sejak pandemi melanda setahun lalu. Pemkab Kutai Kartanegara misalnya, sempat memiliki utang kepada kontraktor senilai Rp 300 miliar. Pembayaran kewajiban dilakukan secara mengangsur dengan berbagai kriteria. Tak jauh berbeda dengan Pemkab Kutai Timur yang memiliki kewajiban kepada pihak ketiga sebesar Rp 344 miliar. Awal tahun ini Pemkot Samarinda dan Pemkab Penajam Paser Utara berniat mengajukan pinjaman ke pemerintah pusat. Pinjaman dilakukan untuk mendanai program pemerintah. Pemkab PPU misalnya, mengajukan pinjaman hingga Rp 1 triliun. *PRO/YOS

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: