Universitas Kudungga Butuh Kajian

Universitas Kudungga Butuh Kajian

Kutai Timur (Kutim) punya dua perguruan tinggi, yakni Sekolah Tinggi Agama Islam Sangatta (STAIS) dan Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian (STIPER). Keduanya diwacanakan digabung menjadi Universitas Kudungga. Mungkinkah hal itu terlaksana?

nomorsatukaltim.com - Kedua sekolah tinggi di atas merupakan milik Pemkab Kutim. Meski demikian, statusnya tetap merupakan perguruan tinggi swasta (PTS), karena bernaung di bawah yayasan masing-masing. Saban tahun, kedua kampus itu hanya mengandalkan pendanaan dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). Tak memungut biaya kuliah dari mahasiswa, seperti lazimnya perguruan tinggi lainnya. Namun, pola tersebut ternyata mulai memunculkan masalah. Selain ribetnya sistem penganggaran, biaya yang diterima sekolah tinggi tersebut hanya pas untuk operasional dan gaji pegawainya. Aktivitas akademik pun turut berimbas dan dinilai susah berkembang. Wacana penggabungan pun dimunculkan, agar bisa mengubah model pendidikan tinggi menjadi universitas. Anggota DPRD Kutim, Yan mengatakan, terkait masalah itu sebenarnya tinggal duduk satu meja saja untuk membahasnya. Apalagi ini juga sebagai jalan keluar mengenai pola pembiayaan pada dua perguruan tinggi tersebut. Jika semua pihak serius membahasnya, tentu akan bisa terwujud. "Kalau benar ingin menyatukan dua perguruan tinggi ini sebagai solusi, saya kira tinggal dibahas bersama saja," ucap politisi PDIP ini. Saat ini, masalah ini memang menjadi dilema bagi Pemkab Kutim. Satu sisi terganjal dengan aturan, sementara jika melanggar juga jadi preseden buruk bagi pemerintah. Apalagi menurutnya, dana hibah untuk dua perguruan tinggi itu sebenarnya sudah disiapkan, hanya saja belum dapat dicairkan. "Kabarnya perlu diatur ulang untuk menyesuaikan anggaran yang telah disiapkan," tutur anggota Komisi D DPRD Kutim ini. Wacana penggabungan perguruan tinggi ini sebenarnya sudah lama diminta. Karena dengan bergabung dan berubah menjadi universitas, ada aturan yang mendukung untuk pembiayaan melalui APBD. Belum lagi bisa memakai dana dari Kementerian Pendidikan, atau membuat badan usaha agar lebih mandiri. "Hanya karena belum ada pembahasan lebih mendalam dan menyeluruh di dua perguruan tinggi itu, sehingga proses penggabungan ini berjalan mandek," ungkapnya. Sementara itu, Ketua Komisi D DPRD Kutim, Maswar mengatakan, agar ada kajian terlebih dahulu sebelum wacana tersebut direalisasikan. Sehingga bisa melihat kesiapan dan jadi bahan pertimbangan semua pihak. “Saya setuju kalau itu bisa terlaksana jadi Universitas Kudungga. Tapi kita juga harus pelajari lagi plus minusnya, kalau itu berbuah manfaat yang lebih besar, ya kita dukung,” ujarnya. Menurut politisi Partai Golkar ini, niatan besar itu juga diperlukan banyak orang besar untuk menginisiasi, agar dapat terealisasi. Termasuk Bupati Kutai Timur Ardiansyah Sulaiman, maupun tenaga akademisi dan tokoh-tokoh di daerah ini, perlu untuk dilibatkan. “Termasuk memastikan SDM (sumber daya manusia) yang diperlukan sudah siap. Agar berjalannya perguruan tinggi itu nantinya dapat sesuai harapan,” tandasnya.

PELUANG MERGER

Penggabungan dua perguruan tinggi menjadi satu bukanlah hal baru. Di Kaltim, hal tersebut pernah terjadi. Tepatnya oleh perguruan tinggi yang kini bernama Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur (UMKT). Kampus milik Persyarikatan Muhammadiyah di Samarinda itu, sebelumnya bernama Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) Muhammadiyah Samarinda dan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Muhammadiyah Samarinda. Dilansir dari laman resminya, UMKT didirikan pada 2017, setelah sebelumnya STIKES Muhammadiyah berdiri di 2009, dan STIE Muhammadiyah berdiri di 1981. Usai penggabungan, kampus berkembang pesat dengan penambahan sepuluh program studi baru, dan rencana pengembangan kampus di lahan seluas 15 hektare. Penggabungan dua perguruan tinggi sejatinya juga didukung oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek). Dilansir dari sindonews.com, Sekretaris Ditjen Pendidikan Tinggi (Dikti) Kemendikbud Ristek Paristiyanti Nurwardani mengatakan, lebih dari 1.600 kampus swasta akan didorong merger di tahun ini. PTS ini didorong untuk bergabung, karena memiliki jumlah mahasiswa kurang dari seribu orang. "Lebih dari 1.600 PTS akan dibina pada tahun ini dengan program merger PTS. Kami harap teman-teman PTS yang akan merger adalah PTS di bawah seribu orang," katanya pada konferensi pers daring, Kamis (29/4/2021) lalu. Paris menuturkan, jumlah PTS yang memiliki mahasiswa kurang dari seribu sangat banyak. Bahkan, katanya, ada 336 PTS yang berizin tetapi tidak memiliki mahasiswa. Lalu ada pula 912 PTS yang hanya memiliki jumlah mahasiswa hanya 100-500 orang. Paris mengatakan, biasanya untuk melihat kualitas dari suatu perguruan tinggi itu salah satunya adalah dari jumlah mahasiswa yang menempuh pendidikan di kampus tersebut. Dia menjelaskan, kementerian sudah menyiapkan anggaran untuk memfasilitasi merger perguruan tinggi tersebut. Bahkan biaya notarisnya pun, katanya, akan dibiayai oleh kementerian. "Jadi tinggal apply saja ke Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi," ungkapnya. Paris menuturkan, Ditjen Dikti pun nantinya akan menyiapkan program apply merger yang akan dibiayai oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi. "Jadi kami sebentar lagi sudah akan membuat aplikasi untuk program merger dan sekali lagi merger akan dibiayai seluruhnya oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi," pungkasnya. (bct/zul)
“Saya setuju kalau itu bisa terlaksana jadi Universitas Kudungga. Tapi kita juga harus pelajari lagi plus minusnya, kalau itu berbuah manfaat yang lebih besar, ya kita dukung,”  Maswar, Ketua Komisi D DPRD Kutim.
REPORTER: HAFIDZ PRASETIYO

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: