Lutfi: Keputusan DPRD Kaltim Rawat Moralitas dan Azas Hukum dalam Berpolitik
Samarinda, nomorsatukaltim.com - Pengamat politik Lutfi Wahyudi mengapresiasi keputusan pimpinan parlemen Karang Paci. Yang memutuskan penangguhan proses penggantian Makmur HAPK dari kursi ketua dewan, sampai ada putusan final dari Mahkamah Partai Golkar terkait gugatan perselisihan yang dilayangkan tokoh asal Berau itu.
Lutfi menilai, langkah DPRD Kaltim telah sesuai dengan prosedur dan aturan yang berlaku. Pun secara moral dan etika, sikap para pimpinan yang menyatakan menghargai setiap proses di partai politik menurutnya sangat tepat. Dia bilang, upaya yang ditempuh Makmur Haji Aji Panglima Kahar, yakni membela diri dengan bersengketa di Mahkamah Partai adalah langkah yang konstitusional, sehingga patut kemudian dihormati oleh semua pihak. Namun, akademisi bidang ilmu politik dari Universitas Mulawarman ini memberi catatan, bahwa tahapan perselisihan di Mahkamah Partai baru langkah pertama. Pada ranah berikutnya, Makmur dapat melanjutkan gugatan ke Pengadilan Negeri apabila keputusan Mahkamah Partai dianggap belum memenuhi unsur keadilan. Sampai keberatan dan perselisihan ini mendapatkan keputusan yang Inkrah. Bahwa menurut prosedur umum yang berlaku, proses penggantian pimpinan dewan tidak serta merta langsung dapat dilakukan. Meskipun telah ada Surat Keputusan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) partai yang bersangkutan. Menurutnya, upaya memaksakan penggantian tanpa menimbang langkah banding pihak yang akan diganti adalah gambaran sikap semenah-menah partai politik kepada kadernya. "Itu menyalahi tata tertib dan menyalahi undang-undang, ada mekanisme untuk menyampaikan keberatan ke Mahakamah Partai. Sebagai prosedur yang harus dilewati terlebih dahulu," tutur Luthfi dalam wawancara dengan harian Disway Kaltim belum lama ini. "Karena ini masuk ranah partai politik sehingga harus diselesaikan dulu lewat internal partai politik. Baru kemudian kalau dianggap masih belum memenuhi rasa keadilan, maka jalurnya diselesaikan lewat mekanisme pengadilan negara," ia menambahkan. Dalam ketentuan Pasal 36 Ayat 3 PP 12/2018 tentang Pedoman Tata Tertib DPRD juncto Pasal 24 Ayat 4 Peraturan DPRD Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tatib DPRD Provinsi Kaltim, disebutkan secara eksplisit bahwa, pimpinan DPRD diberhentikan dalam dua kondisi. Pertama, melanggar sumpah atau janji dan kode etik berdasarkan keputusan Badan Kehormatan BK). Kedua, partai politik yang bersangkutan mengusulkan pemberhentian yang bersangkutan sebagai pimpinan DPRD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Penjelasan Pasal 32 Ayat (1) UU 2/2011 tentang Perubahan UU 2/2008 tentang Partai Politik, secara eksplisit menyebutkan bahwa cakupan perselisihan partai politik meliputi: perselisihan yang berkenaan dengan kepengurusan, pelanggaran terhadap hak anggota partai politik, pemecatan tanpa alasan yang jelas, penyalahgunaan kewenangan, pertanggungjawaban keuangan, dan/atau “keberatan terhadap keputusan partai politik”. Untuk itu, penyelesaian terhadap perselisihan ini menurutnya harus dilakukan secara internal melalui Mahkamah Partai Politik sebagaimana diatur dalam Pasal 32 UU 2/2011 tentang Partai Politik. Terkecuali jika penyelesaian perselisihan tidak tercapai, maka proses berikutnya diserahkan kepada Pengadilan Negeri. Putusan Pengadilan Negeri merupakan putusan ditingkat pertama dan terakhir, dan hanya dapat diajukan kasasi. Ketentuan ini, dapat dilihat dalam Pasal 33 UU 2/2011 tentang Partai Politik. Inilah proses formil, yang harus ditempuh sebelum pemberhentian pimpinan DPRD dilakukan dalam rapat paripurna untuk ditetapkan melalui Keputusan DPRD, kata dia. "Jika proses penyelesaian perselisihan tersebut tidak dilakukan melalui mekanisme sebagaimana mestinya, maka keputusan itu rentan digugat melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN)," paparnya. Calon doktor ilmu politik ini juga berbicara mengenai aspek moral dan hukum yang harus terus dirawat dalam berpolitik dan bernegara. Yakni menurutnya, dalam politik memang setiap momentum dianggap sebagai kesempatan emas. Yang intinya selalu berorientasi pada kekuasaan. Namun yang bisa mengendalikan hal tersebut hanya aspek hukum dan moralitas. "Dalam politik setiap momentum pasti dimanfaatkan. Pandai-pandainya orang lah. Tinggal aspek moral dan hukum saja lagi yang mampu menjadi pengendali. Kalau itu tidak ada, ya bisa homo homunilupus. Manusia bagaikan srigala bagi manusia lainnya. Kalau moral dan hukum sudah tidak bisa mengendalikan, maka yang muncul adalah arogansi yang berlebihan," urainya.Terkesan Disembunyikan Hingga Memantik Kecurigaan
Lutfi bercerita, merunut kembali upaya-upaya pedongkelan ketua DPRD Kaltim, Makmur HAPK dari awal. Kata dia, sejak awal mula munculnya surat persetujuan DPP Partai Golkar terkait usulan DPD Golkar Kaltim untuk menggantikan Makmur HAPK dengan Hasanuddin Mas'ud, publik tak pernah mendapat penjelasan gamblang mengenai alasan kuat dikeluarkannya keputusan tersebut. Praktis, keputusan itu memantik amarah para pendukung Makmur HAPK. Yang memunculkan barisan perlawanan. Mulai dari aksi demonstrasi dan penyegelan sekretariat DPD tingkat II Partai Golkar Kabupaten Berau yang berakhir dengan aduan polisi terhadap Aliansi Masyarakat Berau Bersatu. Hingga aksi demonstrasi Aliansi Pemuda Aktivis Masyarakat Berau di depan sekretariat DPD I Partai Golkar Kaltim yang berakhir ricuh dan aduan polisi terhadap barisan pertahanan partai berlambang pohon beringin. Menurut Lutfi Whyudi, akar masalah munculnya keributan di dua tempat itu adalah tidak adanya penjelasan yang logis dan rasional untuk melakukan PAW atau rotasi terhadap Makmur. "PAW atau rotasi sebenarnya hal yang biasa. Menjadi tidak biasa ketika alasan-alasan untuk membuat PAW itu tidak jelas. Tidak masuk akal dan terkesan disembunyikan," ungkapnya kepada Disway Kaltim. Menurutnya, kubu Golkar tak bisa mengklaim persoalan ini hanya sebatas urusan internal partai. Sebab rencana penggantian yang akan dilakukan menyasar pejabat publik. Ketua DPRD Kaltim. Bukan sekadar pengurus internal partai Golkar. Pada dasarnya, kata ia, memang benar Makmur berasal dari partai itu, tetapi tidak bisa serta merta diturunkan dari jabatan tanpa alasan jelas. "Di undang-undang partai politik dijelaskan, PAW harus disertakan dengan alasan yang jelas. Harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Nah sekarang kita lihat di mana kesesuaiannya?," tanyanya. "Barangkali ketidakjelasan dan sebab rasa keadilan yang terusik itulah yang menyebabkan pendukung atau pemilih Pak Makmur bereaksi," bebernya. Karena tak bisa dipungkiri bahwa bagaimanapun Makmur punya basis massa yang besar di daerah pemilihannya. Lebih dari 38 ribu. Terbesar di Karang Paci. "Sehingga tidak bisa kemudian diperlakukan seenaknya saja tanpa argumentasi yang kuat dan masuk akal," imbuh dia. Di samping itu, Makmur dalam penilaiannya adalah seorang politisi yang santun, mengedepankan etika dan selalu bergerak pada koridor peraturan. Hal itu karena ia lama memegang jabatan birokrat. "Sehingga sudah mendarah daging, dalam setiap pergerakannya selalu dilandasi aturan." Lebih jauh Lutfi menuturkan, bahwa proses pengusulan persetujuan ke DPP Golkar terhadap usulan DPD Golkar Kaltim juga terkesan diam-diam, dan seolah ada upaya untuk menutup-nutupi. "Bahkan publik terkesan “dibohongi” oleh penjelasan Ketua DPD Golkar Kaltim ketika ditanya media terkait adanya usulan penggantian itu pada medio Maret awal tahun 2021 lalu," ujarnya. Artinya, menurut Luthfi lagi, ada upaya menyembunyikan. Padahal seharusnya, jika memang rencana tersebut sudah benar, prosesnya berjalan sebagaimana mekanisme formal partai dan regulasi yang ada, maka hal tersebut tidak perlu di tutup-tutupi. Mengganti dengan cara diam-diam adalah cara yang tidak etis, menurut dia. Apalagi penggantian ini menyangkut kedudukan orang pada jabatan publik. Jelas ada syarat-syaratnya. Tidak bisa sembarangan. Apalagi jika menilik rekam jejak selama menjabat, Makmur sama sekali tidak dalam kondisi pernah atau sedang melakukan pelanggaran hukum, norma, etika dan lain-lain yang berkaitan dengan larangan untuk dilakukan. "Kedua dia pemilik suara terbanyak di Karang Paci. Ketiga beliau sangat santun, terbuka diajak diskusi dengan siapapun." Sehingga wajar, uajr Luthfi, jika hal itu telah mengusik rasa keadilan bagi pendukungnya yang sudah mengamanatkan tanggungjawab besar kepadanya. "Namanya sudah mengamanatkan. Kemudian orang yang diberi amanah seperti dizolimi, ya wajar kalau kemudian bereaksi " imbuh Lutfi lagi. Maka dari itu, ia menilai problem utama yang dilakukan DPD Partai Golkar Kaltim adalah ketidakterbukaan tersebut. Bayangkan, kata dia, seorang ketua harian di partai. Kemudian secara jenjang karir Makmur terbilang sangat senior di Golkar. Sudah teruji dan terbukti loyalitas dan dedikasinya. Punya suara yang banyak dan menjabat sebagai ketua DPRD. "Kemudian diperlakukan seperti itu. Kira-kira adakah orang yang mau mendiamkan saja." Terakhir ia berujar, dalam politik ada sebuah adagium; bahwa sesuatu itu semakin disembunyikan akan semakin memancing kecurigaan publik. "Dan semakin ditutup-tutupi orang pasti curiga bahwa ada sesuatu yang negatif. Gak ada lah suatu perilaku disembunyikan kalau memang perilaku yang baik. Perilaku yang disembunyikan itu pasti perilaku yang berkonotasi negatif. Normalnya begitu." tuntas Lutfi. (DAS)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: