Kejari PPU Tangani Bilik Disinfektan AGM: Tidak Masalah
PPU, nomorsatukaltim.com - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalimantan Timur melimpahkan berkas laporan dugaan tindak pidana korupsi pengadaan bilik disinfektan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Penajam Paser Utara (PPU), Rabu (30/6).
Laporan itu dibuat oleh Gabungan Mahasiswa Peduli Kalimantan Timur (GMPPKT), setelah melakukan aksi di Kejati pada 10 Juni 2021. Kasi Intel Kejari PPU Imam Hidayat menjelaskan pelimpahan laporan indikasi tindak pidana korupsi pengadaan bilik disinfektan kendaraan mempertimbangkan wilayah hukum peristiwa itu. “Kejati Kaltim menginstruksikan kami untuk mempelajari terlebih dahulu laporan tersebut. Kami akan mulai pengumpulan data dan pengumpulan bahan keterangan,” ujarnya. Imam Hidayat menyatakan, pihaknya akan menyampaikan perkembangan penanganan laporan dugaan tindak pidana korupsi tersebut setelah kejaksaan membentuk tim. “Setelah tim terbentuk akan kami update ke teman-teman wartawan,” tandasnya. Diketahui, pengadaan bilik disinfektan untuk kendaraan dengan anggaran total Rp 4,7 miliar salah satu pemicu Bupati PPU Abdul Gafur Mas'ud (AGM) meradang. Tak berkenan lagi untuk mengurusi penanganan COVID-19. Karena, dianggap hanya akan menimbulkan masalah hukum. Ia mengaku telah diperiksa terkait hal itu. Saat ditanya, bupati muda ini menuturkan "Diperiksa itu begini, kan kawan-kawan media tahu, ada laporan dari ini, ini, ini. Masuk ke kejaksaan, kepolisian," ucapnya, Rabu, (30/6/2021). Meski begitu, adanya laporan itu tak menjadi masalah utama baginya. Ia mengklaim semua prosedur pengadaan sudah ia lakukan sesuai regulasi yang ada. "Tapi itu tidak masalah. Menurut saya itu hak demokrasi kita," katanya. Namun yang ia garisbawahi ialah soal regulasi yang ia gunakan untuk mengadakan barang-barang itu. Yakni Keppres 12/2020 soal penanganan bencana nonalam. Menyikapi pandemi COVID-19 yang melanda. "Tapi masalah kalau Keppres keadaan darurat itu juga jadi masalah, itu yang bahaya sekali. Kalau arus politik, itu biasa saja. Bahayanya kalau terlalu dipolitisasi," jelasnya.Chamber Harga Minta Tolong
Pada awal-awal COVID-19 mengganas di Indonesia, Maret 2020. Pemkab PPU berinisiatif mengadakan bilik disenfekatan. Kemudian didatangkan 100 bilik diinfektan untuk manusia dan 4 untuk kendaraan. Total Rp 4,7 miliar. Masing-masing berharga Rp 27 miliar untuk yang kecil dan Rp 500 juta untuk yang besar. Mekanismenya pengadaan dilaksanakan dengan penunjukkan langsung (PL). Karena kondisi darurat tadi. Berpegang pada surat keputusan bersama (SKB) menteri tentang situasi darurat, Pergub Kaltim tentang kondisi luar biasa (KLB). Pun pada Keppres 12/2020 tadi. Seiring perjalanannya, Diskes selaku pengadaan barang meminta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk mengaudit. Agar barang yang datang sesuai dengan yang diminta. Baru dilakukan pembayaran. Namun begitu, hasil audit keluar menyatakan harga tidak normal. Terdapat ketidakwajaran harga atas pengadaan mobile steriliser capsule 100 unit tersebut. Seharusnya harga bilik itu hanya sekira Rp 10 juta. Sementara untuk bilik besar, idealnya hanya seharga Rp 200 juta. Bilik manusia sudah dibayarkan seratus persen. Maka itu rekomendasi BPKP meminta ada pengembalian lebih bayar sekira Rp 509 juta. Sedangkan untuk bilik kendaraan, belum dibayar penuh. Kontraktor baru menerima uang muka sekira 20 persen dari harga kesepakatan. "Pihak penyedia sudah bersedia mengganti kerugian negara. Dan sudah mulai mencicil. Chamber besar kan memang sudah nggak dibayarkan. Sebelum dibayar sudah diaudit," kata Kadiskes PPU dr Jansje Grace Makisurat. Mengabarkan informasi terbaru mengenai pengembalian itu. AGM menyikapi lain hasil pemeriksaan. Bahwa indikator audit tak ideal. Karena situasi pengadaan saat itu, dengan situasi terkini berbeda. Kala itu hasil audit dilakukan sekira Agustus, dan hasil keluar di Desember 2020. "Kita bisa melihat saat itu, masker saja melonjak harganya. Karena tak ada penyedia dan pembuatnya kecuali di pulau Jawa. Agar daerah kita itu tidak terinfeksi, tertular oleh serangan corona. Maka itu Pemkab, dengan segala inovasinya mengeluarkan segala kekuatannya, bebernya. Adapun bilik itu, diungkapkan AGM tidak didapatkan dengan mudah. Karena itulah, harganya bisa mencapai Rp 46 juta. Sementara, anggaran Pemkab PPU terbatas. Tapi memotong dari APBD PPU 2020. "Nah, saat itu dalam keadaan panik, dan berpikir cepat dalam menangani ini, maka kami adakan semuanya. Waktu itu juga sudah turun Keppres, Pergub turun dan Perbup turun. Bahwa hari itu ialah keadaan genting yang mengharuskan kita bersama-sama bergotong-royong untuk menangani agar tak seperti negara lain," bebernya. Pada akhirnya, chamber itu ada hasil kerja sama Pemkab PPU dengan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI). "Maka itu saya meminta untuk HIPMI membantu. Inikan produk anak Indonesia. Makanya itu ada Chamber, yang bahkan itu satu-satunya ada di dunia, di Indonesia cuma ada di Penajam. Itu karena ide anak-anak HIPMI," katanya. AGM menuturkan bekerja sama dengan mereka agar ekonomi nasional bisa ikut naik. Alasan selanjutnya karena harga bisa ditekan. Harganya tidak lebih mahal dari yang di toko-toko. "Karena pakai harga minta tolong," sebut Politikus Partai Demokrat itu. Namun ia sudah telanjur kecewa. Upaya yang telah ia lakukan dengan acuan itu tak dimengerti. Bahkan hingga ada laporan ke kejaksaan. "Pada akhirnya teman-teman ini mengadu, walaupun saya tidak kena, tidak termasuk. Karena juga dalam pengadaan barang itu sesuai saja," tutupnya. *RSY/YOSCek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: