Kejari Kutim Cium Aksi Pencucian Uang di PLTS
Kasus korupsi pengadaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Solar Cell Home System menghadapi babak baru. Kejari Kutim mencium modus pencucian uang pada kasus ini. Aktor intelektualnya pun ditelusuri.
nomorsatukaltim.com - Kurang lebih tiga pekan ini, tim penyidik Tindak Pidana Khusus Kejari Kutim terus bekerja keras. Pemeriksaan terhadap saksi-saksi dilakukan secara maraton. Perkara dugaan korupsi di Dinas Penanaman Modal Perizinan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kutim itu terus dikembangkan. Hasilnya, fakta dari keterangan saksi dan diperkuat dengan dokumen surat ditemukan adanya upaya pencucian uang. Ini menjadi progres baru bagi korps Adhyaksa di Kutim. Hal ini disampaikan oleh Kepala Kejari Kutim, Hendriyadi W Putro melalui Kasi Intelijen, Yudo Adiananto. “Kami juga akan kenakan pasal tindak pidana pencucian uang. Hanya saja kami perlu melakukan gelar perkara terlebih dahulu,” ucap Yudo. Namun ia memastikan, tim penyidik Kejari Kutim sudah mendapati ada unsur tindak pidana pencucian uang. Semuanya didapat dari kegiatan penyidikan. Sehingga tersangka dalam perkara ini tinggal menunggu kelengkapan alat bukti saja lagi. “Kami sudah temukan ada unsur-unsur tindak pidana pencucian uang. Baik itu transferring, layering dan placement,” bebernya. Dilansir dari Jurnal Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang ditulis Joni Emirzon, dalam proses pencucian uang penempatan atau placement merupakan upaya menempatkan dana hasil kegiatan tindak pidana ke sistem keuangan. Seperti penempatan dana pada bank, membiayai suatu usaha agar terlihat sah. Termasuk pula dengan cara membeli barang-barang bernilai tinggi untuk kepentingan pribadi. Kemudian untuk transferring atau layering, dalam jurnal itu adalah bentuk memisahkan hasil tindak pidana dari sumbernya. Dilakukan melalui beberapa tahap transaksi keuangan agar dapat menyamarkan asal-usul dana. Biasanya transfer dana dilakukan antar bank berbeda wilayah. Bahkan bisa pula lintas negara. Kejari Kutim memperkuat teori tersebut. Yudo memaparkan jika tim penyidik mendapati ada upaya menghindari dugaan tindak pidana korupsi itu. Seperti menaruh hasil keuntungan di rekening berbeda, hingga membeli barang bergerak dan tidak bergerak. “Kami hanya bertujuan untuk menyelamatkan kerugian negara. Makanya kami telusuri aset dan uang hasil tindakan itu,” katanya. Penelusuran terkait kasus PLTS ini akan terus dikembangkan. Mengingat perkara ini dilakukan secara terstruktur dan sistematis. Menurut Yudo, tentu ada otak dari semua rencana ini. Bahkan 88 saksi dari 150 saksi yang ditetapkan belum bisa membongkarnya. “Ada beberapa saksi yang tidak bisa datang karena sakit. Ada pula saksi dari rekanan swasta yang beralamat palsu,” tuturnya. Yudo membeberkan, betapa terencananya kasus ini dijalankan. Bahkan ada seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) yang bukan bagian dari Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) tapi memiliki wewenang khusus. Sehingga pengadaan PLTS Solar Cell Home System ini bisa masuk dalam APBD 2020 Kutim. Angkanya pun fantastis, Rp 94 miliar yang dibagi dalam 465 paket kegiatan. Metodenya penunjukan langsung, agar tidak perlu pakai sistem lelang. Lantas dari mana datangnya rekanan yang mengerjakan paket tersebut? Semakin mengagetkan, ternyata yang dilibatkan adalah Tenaga Kerja Kontrak Daerah (TK2D). Para TK2D tersebut disuruh membuat perseroan berbentuk CV. Tujuannya sebagai syarat untuk jalankan kegiatan tersebut. Hanya saja tak pernah dilaksanakan. Pemilik CV yang tidak lain adalah pegawai honorer di lingkungan Pemkab Kutim akan mendapatkan fee Rp 4 juta per paket. “Tapi satu CV bisa sampai kebagian 4 atau 5 paket dalam kasus ini. Potensi kerugian negara mencapai Rp 55 miliar,” ungkap Yudo. Tim penyidik pun bersikap tegas. Para saksi yang tidak kooperatif atau mencoba melindungi otak dari perkara ini bakal ditindak. Pasal memberikan keterangan palsu akan dikenakan. Lantaran, indikasi yang mengarah pada hal itu juga terendus. “Beberapa kali ada saksi yang di-setting untuk berbicara tertentu. Arahnya untuk menghindarkan oknum yang jadi otak perkara ini,” sebutnya. Selanjutnya, Kejari Kutim masih perlu waktu untuk pengembangan kasus ini. Mengingat banyaknya kontraktor yang terlibat dan masa pandemi saat ini membuat tim penyidik kurang leluasa bergerak. (bct/zul)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: