Terdakwa Rasuah Proyek Irigasi di Desa Sepatin Minta Keringanan Hukum
Sidang kasus korupsi proyek peningkatan irigasi di Desa Sepatin, Kecamatan Anggana, Kutai Kartanegara, kembali bergulir secara daring di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Samarinda, pada Senin (21/6/2021) malam lalu.
nomorsatukaltim.com - Menghadirkan ketiga terdakwa, yang saat ini tengah ditahan di Lapas Kelas IIA Tenggarong sebagai pesakitan. Ketiganya adalah Thamrin selaku Pelaksana Kegiatan Peningkatan Irigasi Tambak, Amiruddin selaku Direktur PT Akbar Persada Indonesia (PT API), dan Maladi sebagai Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK). Di dalam persidangan dengan agenda pledoi, ketiga terdakwa membacakan nota pembelaan diwakili oleh para penasihat hukum mereka masing-masing. Pembelaan ini merupakan jawaban atas tuntutan yang sebelumnya diberikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Kutai Kartanegara (Kukar). Di awal persidangan yang kembali dibuka Ketua Majelis Hakim Joni Kondolele, didampingi Hakim Anggota Lucius Sunarno dan Ukar Priyambodo, langsung mempersilakan para penasihat hukum ketiga terdakwa, untuk menyampaikan inti dari pembelaan mereka secara bergiliran. Diawali dengan pembacaan nota pembelaan dari terdakwa Maladi yang dibacakan oleh penasihat hukumnya, Sabrianto. Singkat kata, pada intinya penasihat hukum memohon agar majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini, dapat memberikan hukuman seringan-ringannya terhadap kliennya. Sabrianto menyampaikan, sebagaimana hasil dari fakta persidangan, disebutkan proyek ini sudah salah dari awal perencanaannya. Menurutnya, proyek peningkatan irigasi tidak mungkin dilaksanakan tanpa kajian mendalam. Yang belakangan baru diketahui, ternyata lokasi pengerjaannya berada di dalam kawasan hutan produksi. Oleh karena itu, penasihat hukum Maladi meminta, agar JPU tidak serta hanya berhenti pada terdakwa saja dalam kasus ini. “Karena banyak pihak yang terlibat dalam pekerjaan ini yang merugikan negara, dan mendapat keuntungan namun belum tersentuh oleh hukum," ucap Sabrianto, penasihat hukum terdakwa Maladi ketika membacakan nota pembelaan. "Kami juga memohon majelis hakim yang memeriksa perkara ini dapat memberikan hukuman yang seringan-ringannya kepada terdakwa, mengingat usia yang sudah senja dan sebagai tulang punggung keluarga,” sambungan Sabrianto. Selanjutnya, giliran Jumintar Napitupulu selaku penasihat hukum terdakwa Amiruddin, yang membacakan nota pembelaan. Juna sapaannya, turut menonjolkan fakta persidangan sebelumnya. Dari keterangan saksi yang dihadirkan sebelumnya menyampaikan, proyek itu telah selesai 100 persen. Kemudian, dari tahap awal proyek tersebut, juga sudah sesuai prosedur dari lelang sampai tahap pembayaran. "Kita juga mempertanyakan kalau sebenarnya atas kesaksian saksi dari Bank BPD (Bankaltimtara) itu ungkapkan, yang bertransaksi dari rekening PT API itu atas nama Hamzah dan Sina Sari sebanyak lima kali percairan dengan angka sekitar Rp 8 miliar," ungkap Juna dalam persidangan. Lantas, lanjut dia, dari mana angka kerugian negara sebesar Rp 9,6 miliar, bahkan sedangkan nilai kontrak saja hanya Rp 9,08 miliar. Menurutnya, perkara ini terkesan dipaksakan dengan menyeret kliennya. Mengingat terdakwa semata hanya pemilik perusahaan yang mengikuti lelang dengan status perusahaan dipinjam pakaikan. Di sisi lain, kliennya tidak layak dijadikan tersangka apalagi sebagai terdakwa seperti saat ini. Mengingat dalam fakta persidangan, mencuatnya kasus ini terkait lokasi peningkatan irigasi tambak Desa Sepatin Kecamatan Anggana Kukar Tahun Anggaran 2014, yang masih berstatus kawasan hutan produksi. Dengan dalil belum ada izin pinjam pakai dari Kementerian Kehutanan. Jika itu persoalannya, maka hal tersebut bukanlah menjadi urusan terdakwa selaku pemenang lelang. Melainkan urusan dari pemilik kegiatan sekaligus pengguna anggaran. "Urusan terdakwa atau pelaksana di lapangan yang meminjam perusahaan terdakwa hanya mengerjakan sesuai kontrak awal atau adendum yang sudah disepakati bersama," tuturnya. "Terdakwa ini dikambinghitamkan. Kalau mau digali ya bisa sekitar 15 orang yang akan jadi terdakwa di dalam perkara ini," sambungnya. Berdasarkan keterangan saksi Irma Juliani Zurkarnain, selaku karyawati Bankaltimtara Cabang Tenggarong, yang mencairkan uang dari PT Akbar Persada Indonesia atas nama Sina Sari dan Hamzah. Pencairan dilakukan sebanyak lima kali transaksi dengan total Rp 8.018.000.000 (delapan miliar). Selain itu, berdasarkan kesimpulan fakta persidangan, pihaknya meminta majelis hakim untuk dapat mempertimbangkan dan memberikan putusan dalam persidangan. Dengan menyatakan terdakwa Amiruddin tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana. Sebagaimana dalam dakwaan Penuntut Umum Primair Pasal 2 Junto Pasal 18, Subsidair Pasal 3 Junto Pasal 18 Undang-Undang Tipikor. "Meminta agar terdakwa dibebaskan dari segala dakwaan penuntut umum. Memerintahkan Penuntut Umum, agar segera membebaskan terdakwa Amiruddin. Serta mengembalikan barang bukti dan memulihkan hak terdakwa," tegasnya. "Apabila majelis hakim berpendapat lain, maka memohon agar putusan yang diberikan seadil-adilnya bagi terdakwa," tandasnya. Terakhir, giliran Imelda Hasibuan selaku penasihat hukum terdakwa Thamrin yang membacakan pledoi. Disampaikannya, dari fakta persidangan, pencairan proyek sebanyak dua kali oleh PT Akbar Persada Indonesia. Pertama tertanggal 13 Oktober 2014, berupa pembayaran uang muka proyek senilai Rp 1.817.146.000. Selanjutnya, tertanggal 23 Desember 2014, berupa tagihan fisik dan retensi senilai Rp 7.268.584.000. Sementara yang mengajukan permohonan pembayaran, ialah terdakwa Amiruddin selaku Direktur PT Akbar Persada Indonesia. “Bahwa dari semua alat bukti surat dan petunjuk yang dibuktikan di muka persidangan, mulai dari dokumen perencanaan, pelaksanaan, hingga pencairan secara administratif, formil maupun materiil, satupun tidak ada yang menunjukkan kewenangan ataupun keterlibatan atas nama terdakwa Thamrin, ataupun bertanda tangan dalam semua dokumen Proyek Kegiatan Peningkatan Irigasi Desa Sepatin, Kabupaten Kutai Kartanegara. Melainkan kapasitas terdakwa hanya sebagai pekerja di lapangan,” sebut Imelda. Tuntutan JPU, lanjut Imelda, membebankan terdakwa untuk membayar Uang Pengganti sebesar Rp 8.785.730.000 adalah tidak relevan, tanpa didasari minimal dua alat bukti sebagaimana diatur dalam Pasal 184 KUHAPidana. Penasihat hukum terdakwa kemudian menyebutkan, seluruh unsur-unsur di dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Junto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 yang didakwakan JPU, sebagaimana dakwaan primer dan dakwaan subsider tidak terbukti. Selanjutnya, Imelda menyampaikan permohonan kepada majelis hakim agar berkenan memberikan putusan. Dengan menyatakan terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana, sebagaimana didakwakan dalam surat dakwaan JPU. "Membebaskan terdakwa dari dakwaan primer dan dakwaan subsider (vrijspraak ), memulihkan segala hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan serta harkat martabatnya," tandas Imelda membacakan nota pembelaan terdakwa Thamrin. Usai mendengarkan nota pembelaan yang dibacakan oleh ketiga penasihat hukum terdakwa, ketua Majelis Hakim kemudian menutup persidangan. Sidang rencananya dilanjutkan Rabu (23/6) malam ini, dengan agenda putusan dari majelis hakim. Seperti diberitakan sebelumnya, tiga JPU dari Kejari Kukar, di antaranya Iqbal, Ando Rumapea dan Edy Setiawan. Meminta agar majelis hakim dapat menjatuhkan hukuman kepada ketiga terdakwa berbeda-beda. Hal itu disampaikan di dalam persidangan yang digelar Kamis (17/6) lalu. Dalam amar tuntutan yang dibacakan oleh JPU Iqbal, terdakwa Maladi tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana dalam dakwaan primer. Kendati demikian, JPU tetap menuntut agar Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili dalam perkara ini, dapat menyatakan terdakwa Maladi terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah, telah melakukan tindak pidana korupsi, secara bersama-sama. Sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 3 Junto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana yang diubah dan ditambah UU Nomor 20 Tahun 2001, tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP. “Menuntut, agar Majelis Hakim menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Maladi dengan hukuman pidana selama empat tahun kurungan penjara. Dikurangi masa tahanannya, dengan perintah terdakwa tetap ditahan. Disertai denda sebesar Rp 50 juta subsider tiga bulan,” ucap JPU Iqbal ketika membacakan amar putusannya. Sementara itu, JPU Ando Rumapea yang membacakan amar tuntutan terhadap terdakwa Amiruddin. Menyatakan bahwa terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana, sebagaimana dakwaan primer yang tercantum dalam Pasal 2 UU Tipikor. Kepada majelis hakim, JPU Ando meminta agar terdakwa Amiruddin dijatuhi hukuman pidana selama enam tahun disertai denda Rp 200 juta subsider enam bulan kurungan penjara. Selain itu, terdakwa juga dibebankan untuk membayar Uang Pengganti (UP) sebesar Rp 300 juta subsider tiga tahun penjara. Sementara itu, JPU Edy Setiawan yang membacakan amar tuntutan atas terdakwa Thamrin. Meminta agar majelis hakim menyatakan Thamrin terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah, melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 Junto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999. Klausa tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana yang diubah dan ditambah UU Nomor 20 Tahun 2001, tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 Junto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP. “Menuntut agar terdakwa Thamrin dijatuhkan hukuman pidana penjara selama sembilan tahun kurungan penjara. Dipotong dengan masa penahanannya. Dengan perintah terdakwa tetap ditahan. Serta dijatuhi denda sebesar Rp 500 juta, subsider enam bulan kurungan penjara,” ucapnya. Serta menuntut agar terdakwa Thamrin membayar UP sebesar Rp 8,7 miliar. Apabila terdakwa tidak mampu membayar UP paling lama satu bulan sesudah putusan. Maka harta bendanya dapat disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi UP tersebut. “Apabila terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar UP, maka diganti dengan pidana penjara selama empat tahun enam bulan,” tandasnya. Diketahui, perkara tindak pidana korupsi yang menjerat Thamrin selaku Pelaksana Kegiatan Peningkatan Irigasi Tambak, Amiruddin selaku Direktur PT API, serta Maladi sebagai Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) dan Pejabat Pelaksana Kegiatan (PPK) ini, berupa penyimpangan pengerjaan proyek peningkatan irigasi tambak, di Desa Sepatin, Kecamatan Anggana, Kukar. Akibat rasuah yang dilakukan ketiga terdakwa, negara mengalami kerugian hingga sebesar Rp 9.631.965.250,00 atau Rp 9,6 miliar. Temuan tindak rasuah itu berdasarkan Laporan Pemeriksaan Khusus dari Inspektorat Kabupaten Kukar Nomor: Itkab-700/002/LHP-KH/III/2018 tanggal 15 Maret 2018. Disebutkan, kerugian yang diterima negara itu disebabkan pelaksanaan kontrak yang dikerjakan terdakwa, terdapat beberapa penyimpangan. Di antaranya penyimpangan perubahan jenis pekerjaan, yang semulanya adalah pengerjaan pembangunan jaringan irigasi tambak, diubah menjadi peninggian tanggul tambak. Selanjutnya penyimpangan berupa perubahan lokasi pekerjaan yang tak sesuai dengan kontrak proyek. Telah terjadi pergeseran lokasi pengerjaan yang dilakukan secara sepihak, yang tak sesuai dengan gambar desain dan dokumen lelang. Kemudian penyimpangan pelaksanaan pengerjaan kegiatan yang melanggar aturan. Di mana akibat menggeser lokasi pengerjaan tersebut, ternyata masuk ke dalam kawasan hutan produksi, yang seharusnya kegiatan tersebut tidak boleh dilaksanakan. Terakhir, akibat penyimpangan pekerjaan yang dilakukan itu, berdampak pula pada pelanggaran pelaksanaan kegiatan yang tidak didukung izin pemanfaatan kawasan hutan, dari Kementerian Kehutanan Republik Indonesia di Jakarta. Akibat empat poin penyimpangan pekerjaan tersebut, alhasil proyek dari Dinas Pekerjaan Umum Kukar yang telah dikerjakan PT API dari proses lelang itu, menjadi sebuah temuan pekerjaan fiktif. Lantaran hal tersebut, ketiga terdakwa yang dianggap memiliki peran penting atas pengerjaan proyek asal aspirasi warga Desa Sepatin. (aaa/zul)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: