Perempuan di Pusaran Pilkada (5); Meiliana, Termotivasi Tangan Dingin Risma

Perempuan di Pusaran Pilkada (5); Meiliana, Termotivasi Tangan Dingin Risma

Berbekal pengalaman di dunia birokrasi Meiliana percaya diri. Siap mendobrak dunia politik. Meramaikan bursa bakal calon kandidat wali kota Samarinda. Soal itu dia berujar begini: “Risma saja bisa, kenapa saya tidak”.

Oleh: Michael F Yacob

KAUM hawa kian menunjukan eksistensi dalam politik. Sentuhan perempuan diyakini membuat kota menjadi lebih baik. Tujuan itulah yang  hendak dicapai oleh Meiliana. Bukan tanpa alasan dirinya memberanikan diri terjun ke kontestasi pilkada 2020. Sudah 15 tahun berkiprah sebagai pejabat negara masih dirasa kurang. Hingga dia resmi pensiun sebagai PNS tahun ini.

Berbekal pengalaman yang sudah dilakoni. Mulai dari Penanggung Jawab (Pj) Wali Kota Samarinda pada 2015. Lalu Plt Sekprov Kaltim pada 2018-2019. Yang kini digantikan oleh M Sabani. Sebagai Plt Sekprov Kaltim juga. Mei mengaku paham betul kondisi kota.

Samarinda baginya tinggal dipercantik. Oleh tangan dingin perempuan. Inspirasinya, yaitu Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini. Menurutnya, Risma (panggilan akrabnya, red.) berhasil membawa perubahan untuk kota yang dia pimpin.

“Saya termotivasi dari Risma. Dia perempuan, tapi bisa membuat banyak perubahan untuk kota yang dia pimpin. Bu Risma saja bisa. Kenapa saya tidak,” cetusnya.

Saat ini pemerintah menyiapkan kuota 30 persen bagi perempuan. Memang itu hanya untuk kebutuhan kursi di legislatif. Namun itu peluang. Bagi perempuan untuk berkontribusi secara politis. Tentu sayang jika kesempatan itu dilewatkan.

Baca Juga:  Perempuan di Pusaran Pilkada (4); Ida Prahastuty Enggan Jadi Penonton

Sayangnya masih ada perempuan yang takut terjun ke dunia politik. Mind set tersebut katanya harus diubah.

“Kalau saya sih, hanya ingin memberikan manfaat dan bisa berbagi untuk orang lain,” imbuh ketua Ikatan Pengurus Haji Indonesia (IPHI) Kaltim ini.

Belum lagi, tanggung jawab sebagai ibu rumah tangga. Membagi waktu untuk keluarga dan pekerjaan pun menjadi tidak mudah. Beruntungnya keluarga sudah memahami. Namun perempuan kelahiran 9 Mei 1959 mengklaim cukup berhasil membina keluarga. Kedua anaknya kini sudah berhasil menjadi dokter.

“Perlu kedisiplinan untuk membagi waktu. Mulai pekerjaan, organisasi dan rumah tangga. Saya sudah lalui itu semua. Berangkat dari itu, saya yakin bisa,” tutupnya. (boy)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: