Berkas Tuntutan Belum Siap, Sidang Korupsi Proyek Irigasi di Desa Sepatin Ditunda
SAMARINDA, nomorsatukaltim.com - Sidang kasus korupsi proyek peningkatan irigasi di Desa Sepatin, Kecamatan Anggana, Kutai Kartanegara, semestinya dijadwalkan berlangsung di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Samarinda pada Senin (14/6/2021) sore.
Namun sidang dengan agenda pembacaan tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Kutai Kartanegara itu terpaksa harus ditunda. Lantaran berkas tuntutan yang disusun JPU belum siap. Ditundanya persidangan ini diputuskan langsung oleh Ketua Majelis Hakim yang diketuai Joni Kondolele dengan didampingi Hakim Anggota Lucius Sunarno dan Ukar Priyambodo. "Bagaimana penuntut umum, sudah siap (berkas tuntutan)?" tanya Joni Kondolele ketika baru saja membuka persidangan yang digelar secara daring. "Belum siap, Yang Mulia. Minta izin untuk diberikan waktu hingga Kamis (17/6/2021), Yang Mulia," jawab JPU Iqbal yang juga menjabat sebagai Kasi Pidsus di Kejari Kukar tersebut.
Permintaan JPU itu langsung diterima oleh majelis hakim. Dengan demikian sidang dengan agenda tuntutan ditunda dan akan dilanjutkan pada Kamis (17/6/2021) mendatang.
"Dengan ini sidang ditunda," tandas Joni Kondolele sembari mengetuk palu persidangan. Diberitakan sebelumnya, perkara tindak pidana korupsi yang menjerat Thamrin selaku Pelaksana Kegiatan Peningkatan Irigasi Tambak, Amiruddin selaku Direktur PT Akbar Persada Indonesia (PT API), serta Maladi sebagai Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) dan Pejabat Pelaksana Kegiatan (PPK) ini, berupa penyimpangan pengerjaan proyek peningkatan irigasi tambak, di Desa Sepatin, Kecamatan Anggana, Kukar. Akibat rasuah yang dilakukan ketiga terdakwa, negara mengalami kerugian hingga sebesar Rp 9.631.965.250,00 atau Rp 9,6 miliar. Temuan tindak rasuah itu berdasarkan Laporan Pemeriksaan Khusus dari Inspektorat Kabupaten Kukar Nomor: Itkab-700/002/LHP-KH/III/2018 tanggal 15 Maret 2018. Disebutkan, kerugian yang diterima negara itu disebabkan pelaksanaan kontrak yang dikerjakan terdakwa, terdapat beberapa penyimpangan. Di antaranya penyimpangan perubahan jenis pekerjaan, yang semulanya adalah pengerjaan pembangunan jaringan irigasi tambak, diubah menjadi peninggian tanggul tambak. Selanjutnya penyimpangan berupa perubahan lokasi pekerjaan yang tak sesuai dengan kontrak proyek. Telah terjadi pergeseran lokasi pengerjaan yang dilakukan secara sepihak, yang tak sesuai dengan gambar desain dan dokumen lelang. Kemudian penyimpangan pelaksanaan pengerjaan kegiatan yang melanggar aturan. Di mana akibat menggeser lokasi pengerjaan tersebut, ternyata masuk ke dalam kawasan hutan produksi, yang seharusnya kegiatan tersebut tidak boleh dilaksanakan. Terakhir, akibat penyimpangan pekerjaan yang dilakukan itu, berdampak pula pada pelanggaran pelaksanaan kegiatan yang tidak didukung izin pemanfaatan kawasan hutan, dari Kementerian Kehutanan Republik Indonesia di Jakarta. Akibat empat poin penyimpangan pekerjaan tersebut, alhasil proyek dari Dinas Pekerjaan Umum Kukar yang telah dikerjakan PT API dari proses lelang itu, menjadi sebuah temuan pekerjaan fiktif. Lantaran hal tersebut, ketiga terdakwa yang dianggap memiliki peran penting atas pengerjaan proyek asal aspirasi warga Desa Sepatin, dijerat dengan dua pasal. Yakni Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang (UU) 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang diubah dalam UU 20/2001 juncto Pasal 55 Ayat 1(1) KUHP. (aaa/zul)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: