Kisah Haji Sasa, Crazy Rich Samarinda yang Suka Berderma (bag: 2)
Kesuksesan bisnis Haji Sasa tidak diraih dengan mudah. Ia bukanlah pengusaha yang mewarisi tahta orang tua. Usahanya meraih kemakmuran penuh perjuangan dan keputus-asaan. Jika saat ini dikenal sebagai ‘crazy rich’ yang dermawan, bagaimanakah semua bermula?
Samarinda, nomorsatukaltim.com - Bagi seorang pengusaha, jatuh bangun dalam bisnis adalah biasa. Bahkan ada pameo yang menyebut, kalau belum sampai merasakan ditipu, dihina, karena berutang, belumlah sah jadi pengusaha. Mungkin ada benarnya juga. Seperti penuturan Haji Suriansyah. Sebelum sukses di bisnis pertambangan dan properti, ia pernah mengalami caci-maki. Namun semua itu dianggap sebagai pelecut semangat untuk lebih maju. Apalagi, Haji Sasa terbiasa dengan kerja keras akibat keadaan serba kekurangan. Saat kecil, sering melihat sang ibunda bekerja menjadi tukang cuci dan seterika. Sementara sang ayah menjadi kuli bangunan. Namun keduanya mengajarkan sikap hidup yang jujur dan mandiri. Hingga membentuk dirinya untuk tetap bersikap rendah hati. Haji Sasa mengisahkan keterbatasan biaya menyebabkan pendidikannya hanya mencapai jenjang SMP pada tahun 1992 silam. Lantas setelahnya memulai bekerja sebagai kuli panggul di pelabuhan., dari memikul sayuran hingga kayu. Saat diminta sang ibu bekerja membantu sang paman, menjadi titik balik garis hidupnya. Mengawali sebagai kuli bangunan, ‘kariernya’ naik pada 1994 menjadi tukang. Kemudian pada 1997 mulailah jadi pemborong. Merantau bahkan bukan hal yang asing bagi Haji Sasa, mulai dari Manado, Banjarmasin, Jawa. Tetapi lagi-lagi tidak mendapatkan keberhasilan yang ia inginkan, ternyata ia salah dalam menanggapi hidup. Pernah suatu waktu ia memiliki utang ratusan juta, tak memiliki aset, tidak punya tanah, tak memiliki rumah hingga kendaraan bermotor, belum lagi preman datang ke rumah menagih hutang. Hidup tak karuan, menggembel dan bahkan tidur di pasar Citra Niaga tiap malam dilakoninya. Bahkan karena putus asa, sempat ada keinginan untuk bunuh diri diri di lantai atas hotel Swiss Bell Samarinda. Namun ada seseorang yang tak dikenal entah dari mana, bertemu dengan dirinya di kawasan pelabuhan pada 2008 akhir. Orang tersebut berkata padanya, "kamu kenapa seperti orang stres". Lantas Haji Sasa menjawab, “utang banyak bahkan saudara tak mengakui keadaan saya seperti ini.” “Giliran susah tak ada yang membantu, teman-teman yang dulu sering aku bantu dengan uang dan lain-lain malah pura-pura tak mau tahu,” kisahnya. Orang itu lalu bertanya, “Ada orang tuamu? Saya jawab keduanya masih ada. Orang itu memerintahkan saya pulang, dan cuci kaki keduanya dan minta ampun, minta rida, merubah perilaku dan kata-kata.” Atas perintah orang tak dikenal itu, Haji Sasa lalu pulang ke rumah dan melakukan apa yang diperintahkan orang tersebut. “Saya tidak tahu apakah itu benar manusia,” ujarnya. Berkat ketekunan dan rida orang tuanya, Haji Sasa berhasil megumpulkan uang Rp 10 miliar dari hasil bisnis jual beli tanah. Uang itulah yang dipergunakan untuk membangun kerajaan bisnis di bidang pertambangan dan properti. “Allah memiliki cara-cara indah atas hidup yang saya jalani. Cukup membahagaikan kedua orang tua, maka derajat hidup meningkat dan tak perlu kemana-mana mencari rezeki hingga keluar Kaltim,” ujarnya. Kini banyak bangunan masjid yang didirikan Haji Sasa, untuk kepentingan umat. Dilakukan sendiri tanpa bantuan arsitek, berbekal pengalaman dari jadi kuli bangunan hingga jadi pemborong. Jatuh bangun biasa! Bangun lagi dengan hati. Kini bahkan banyak masjid dibangunnya, bahkan banyak orang yang mengira dirinya membangun dengan modal miliaran, padahal tidak. Modal dari uang sebesar Rp 5 juta – Rp 90 juta, ia kemudian membangun masjid-masjid di berbagai daerah. Masjid pertama yang dibangunnya pertama di kawasan Borneo Samarinda, lanjut kemudian di Jl Kehewanan, Simpang Pasir, bahkan hingga di Pulau Jawa. Termasuk membangun masjid di Kukar, tepatnya di Separi 3 Km 49. Itupun karena ia mendengar adanya larangan sholat jum'at bagi warga sekitar yang bertempat di perusahaan, akibat adanya COVID-19. Tidak berselang lama dengan membawa bahan material dan tukang, masjid itu kemudian berdiri termasuk menyediakan sumur bor agar mudah warga memanfaatkanya untuk berwudhu. "Teringat doa ibunda sebelum dua minggu meninggalnya beliau, jadikan ya Allah anak saya sukses, memiliki rezeki berlebih, dan jadi orang baik.” “Alhamdulillah itu doanya terkabul semua, hingga saya bisa menyatuni anak yatim hingga 2.000 orang, menyantuni kaum dhuafa hingga 2.000 orang, termasuk membuka warung makan gratis, itu semua kembali demi kedua orang tua saya,” ujarnnya. “Jika bisa seluruh harta yang saya miliki, bisa ditukarkan kembali untuk menghidupkan mereka, maka saya tukarkan," terangnya sembari menitikkan air mata. (*/selesai) Pewarta: Bayu SuryaCek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: