Sidang Kasus Korupsi Proyek Irigasi Desa Sepatin; Bisnis Cari Untung Malah Buntung
Sidang kasus korupsi proyek peningkatan irigasi di Desa Sepatin, Kecamatan Anggana, Kutai Kartanegara, kembali bergulir di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Samarinda.
nomorsatukaltim.com - Menghadirkan ketiga terdakwa. Di antaranya Thamrin selaku Pelaksana Kegiatan Peningkatan Irigasi Tambak, Amiruddin Selaku Direktur PT Akbar Persada Indonesia (PT API) dan Maladi sebagai Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) dan Pejabat Pelaksana Kegiatan (PPK). Agenda sidang yang digelar pada Senin (31/5/2021) sore lalu secara daring itu, kini telah memasuki tahap pemeriksaan terdakwa. Dalam hal ini ketiga terdakwa tersebut diminta untuk saling bersaksi atas sandungan perkara yang kini telah menjeratnya.
Sebelum masuk ke dalam sesi persidangan, perlu diketahui perkara kasus yang menjerat Thamrin, Amiruddin dan Maladi. Seperti diketahui, ketiganya didakwa telah melakukan tindak pidana korupsi. Berupa penyimpangan pengerjaan proyek peningkatan irigasi tambak, di Desa Sepatin, Kecamatan Anggana, Kukar. Hingga menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 9.631.965.250,00 atau Rp 9,6 Miliar.
Temuan tindak rasuah itu berdasarkan Laporan Pemeriksaan Khusus dari Inspektorat Kabupaten Kukar Nomor: Itkab-700/002/LHP-KH/III/2018 tanggal 15 Maret 2018. Disebutkan, kerugian yang diterima negara itu disebabkan pelaksanaan kontrak yang dikerjakan terdakwa, terdapat beberapa penyimpangan.
Di antaranya penyimpangan perubahan jenis pekerjaan, yang semulanya adalah pengerjaan pembangunan Jaringan Irigasi Tambak, diubah menjadi Peninggian Tanggul Tambak. Selanjutnya penyimpangan berupa perubahan lokasi pekerjaan yang tak sesuai dengan kontrak proyek. Telah terjadi pergeseran lokasi pengerjaan yang dilakukan secara sepihak, yang tak sesuai dengan gambar desain dan dokumen lelang.
Kemudian penyimpangan pelaksanaan pengerjaan kegiatan yang melanggar aturan. Di mana akibat menggeser lokasi pengerjaan tersebut, ternyata masuk ke dalam Kawasan Hutan Produksi, yang seharusnya kegiatan tersebut tidak boleh dilaksanakan. Terakhir, akibat penyimpangan pekerjaan yang dilakukan itu, berdampak pula pada pelanggaran pelaksanaan kegiatan yang tidak didukung izin pemanfaatan Kawasan Hutan, dari Kementerian Kehutanan Republik Indonesia di Jakarta.
Akibat empat poin penyimpangan pekerjaan tersebut, alhasil proyek dari Dinas Pekerjaan Umum Kukar yang telah dikerjakan PT API dari proses lelang itu, menjadi sebuah temuan pekerjaan fiktif. Lantaran hal tersebut, ketiga terdakwa yang dianggap memiliki peran penting atas pengerjaan proyek asal aspirasi warga Desa Sepatin, dijerat dengan dua pasal. Yakni Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang (UU) 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang diubah dalam UU 20/2001 juncto Pasal 55 Ayat 1(1) KUHP.
Kembali ke dalam persidangan. Majelis Hakim yang diketuai Joni Kondolele dengan didampingi Hakim Anggota Lucius Sunarno dan Ukar Priyambodo, kembali membuka persidangan kasus rasuah tersebut dengan ditandai ketukan palu.
Di awal persidangan, Majelis Hakim langsung mempersilakan ketiga Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Kukar, di antaranya Iqbal, Ando Rumapea, dan Edy Setiawan, untuk melontarkan pertanyaan kepada ketiga terdakwa yang kini tengah ditahan di Lapas Kelas IIA Tenggarong.
Dalam kesempatan itu, JPU Edy Setiawan langsung fokus mencecar pertanyaan, seputar lokasi kegiatan yang ternyata dikerjakan di kawasan hutan lindung. Orang yang pertama ditanya ialah Maladi, selaku PPK dalam proyek tersebut.
JPU Edy: Jadi lokasi pengerjaannya digeser tanpa perubahan dikontrak pak ya?
Terdakwa Maladi: Iya pak, karena masih masuk di lokasi pengerjaan pak.
JPU Edy: Jadi pengerjaan yang bapak geser itu masih masuk kawasan hutan atau masih masuk kawasan pengerjaan itu pak?
Terdakwa Maladi: Ternyata masuk kawasan konservasi itu pak. Jadi di sana itu ada beberapa tambak pak, cuman karena ada yang tidak mau ditingkatkan, jadi kami geser pengerjaannya ke sebelahnya pak.
JPU Edy: Apakah pemindahan itu dianggarkan lagi di perubahan kontrak atau memang bisa dipindahkan seperti itu saja pak, atau bagaimana. Atau itu hanya inisiatif bapak sendiri?
Terdakwa Maladi: Itu hanya kesepakatan dari saya saja kepada konsultan pelaksana pak. Karena ada tambak yang tidak mau dikerjakan, kita pindah ke sebelahnya.
JPU Edy: Apakah saudara tahu di Desa Sepatin itu masih masuk dalam kawasan hutan ?
Terdakwa Maladi: Tidak tahu pak.
JPU Edy: Jadi tidak pernah lihat dan tidak pernah mendengar juga pak?
Terdakwa Maladi Tidak pernah mendengar pak.
JPU Edy: Anda tadi bilang sudah lihat lokasi dari awal, dari sebelum kontrak sudah dua kali ke sana.
Terdakwa Maladi: Iya memang sudah dua kali pak, cuman ibaratnya saat itu kami sudah bertemu dengan camat pak dan kepala desa, hanya saja tidak ada diberitahukan (desa masuk kawasan hutan).
JPU Edy: Kemudian menurut bapak apakah pekerjaan itu sudah selesai pak?
Terdakwa Maladi: Sudah selesai pak.
JPU Edy: Sudah dibayarkan 100 persen pengerjaannya pak?
Terdakwa Maladi: Sudah pak.
Dari sesi tanya jawab di atas, semestinya proyek irigasi itu ditujukan perbaikan saluran sungai untuk jalur distribusi air ke tambak warga di Desa Sepatin. Acuan dasar peningkatan yang disusun menilai, ada tujuh tambak warga dengan lahan seluas 559,84 hektare atau 47 petak tambak dinilai perlu penguatan irigasi dan dianggarkan Rp 9,58 miliar.
Uang daerah sudah diplot, Maladi menyurvei ulang lokasi kegiatan dan mengubah usulan menjadi lima tambak seluas 388,04 hektare atau 31 petak.
Lelang digelar dan dimenangkan PT API milik Amiruddin yang dipinjam terdakwa Thamrin. Tinjauan lapangan PPK dan M Thamrin menilai proyek tak mungkin terlaksana karena tertutup rimbunnya pohon nipah dan belum terdapat tanggul untuk menunjang drainase yang hendak dikerjakan.
Kemudian, secara sepihak dilakukan pergeseran kegiatan itu ke kawasan tambak milik warga lainnya, dan mengubah bentuk kegiatan dari peningkatan jaringan irigasi menjadi peninggian tanggul tambak.
Masalah lain muncul, lima tambak warga yang mendapat limpahan proyek itu berada di kawasan budi daya hutan sesuai Surat Telaahan Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Wilayah IV Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan, Kementerian Kehutanan Nomor S.580/BPKH IV-2/2014 tertanggal 24 Juli 2014.
Jauh sebelum dilelang, proyek irigasi di Desa Sepatin, pada 2014 sejatinya sudah diperingatkan jika lokasi untuk pekerjaan senilai Rp 9,6 miliar itu bersinggungan dengan kawasan hutan produksi. Klarifikasi itu dilayangkan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kukar selepas evaluasi panitia ad hoc Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) yang diketuai Sekretaris Kabupaten Kukar kala itu.
Proyek itu sebenarnya boleh dikerjakan di kawasan tersebut, asal mendapatkan restu dari Kementerian Kehutanan yang diproses lewat BPKH Wilayah IV Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan. Salah satu bentuk izinnya, jika direstui, berupa izin pinjam pakai kawasan.
Pernyataan tak menahu perihal lokasi pengerjaan yang masuk dalam kawasan hutan, juga disampaikan oleh kedua terdakwa lainnya. Untuk terdakwa Thamrin mengaku hanya mengikuti instruksi dari PPK.
Sedangkan terdakwa Amiruddin mengaku tak mengetahui perihal tersebut, lantaran posisinya hanya meminjamkan bendera perusahaan kepada Thamrin tanpa turun ke lapangan. Sehingga apa yang berkaitan dengan pengerjaan dilimpahkan semua kepada Thamrin.
Usai mencecar perihal pergeseran lokasi pengerjaan, yang menjadi ihwal permasalahan kasus korupsi tersebut. JPU Edy kemudian mempertanyakan muasal terdakwa Thamrin dan Amiruddin yang bisa mendapatkan pekerjaan proyek tersebut.
Disampaikan Thamrin, pada pertengahan 2013 lalu, tim Bupati Kukar kala itu bertandang ke Kecamatan Anggana. Dari pertemuan itu, warga menyampaikan aspirasi berupa pembangunan peningkatan jalur irigasi ke tambak.
Thamrin yang diketahui memiliki hubungan baik dengan seorang kontraktor bidang jasa alat berat bernama Yamsa, menghubungi dirinya untuk membahas mendapatkan pekerjaan tersebut. Kala itu, Yamsa meminta Thamrin untuk mencari perusahaan untuk dipinjam benderanya, agar mendapatkan proyek pekerjaan tersebut. Ada dua perusahaan yang dipinjam dan dimasukkan dalam proses lelang.
Beruntungnya, saat itu PT API yang dipimpin oleh terdakwa Amiruddin menjadi pemenang lelang. Seusai kesepakatan, karena perusahaan Amiruddin dipinjam benderanya, kemudian menyerahkan segala urusan pengerjaan proyek kepada Thamrin.
Terdakwa Thamrin: Saya disuruh pak Yamsah untuk mencari perusahaan. Lalu saya carilah perusahaan milik keluarga saya (Amiruddin). Kebetulan kami ini kan keluarga. Seya kemudian meminjam perusahaan Amirudin, PT Akbar. Saat itu, ada dua perusahaan sebenarnya yang saya pinjam pak.
JPU Edy: Dua perusahaan yang dipinjam dimasukkan proses lelang semua?
Terdakwa Thamrin: Iya pak, dan kebetulan yang menang punya pak Amiruddin.
JPU Edy: Setelah menang lelang, terus yang melaksanakan kegiatan di lapangan siapa?
Terdakwa Thamrin: Iya saya yang ngerjakan di lapangan tapi bukan saya yang membiayai di lapangan pak.
JPU Edy: Kemudian pak Amiruddin ini ada enggak turun ke lapangan?
Terdakwa Thamrin: Tidak pernah pak
JPU Edy: Tadi disampaikan pak Amiruddin bahwa segala macam proposal hingga pencairan itu yang mengerjakan siapa pak?
Terdakwa Thamrin: Urusan saya di lapangan pak, adapun urusan administrasi di Tenggarong pak Amiruddin.
Pernyataan Thamrin turut dibenarkan oleh Amiruddin ketika mendapatkan giliran dicecar pertanyaan JPU. Kepada JPU, Amiruddin mengaku bertugas menyediakan cek dan mengurus seluruh proses administrasi pengerjaan kontrak.
JPU Edy: Bapak ini sebagai direktur ya. Jadi sejauh mana keterlibatan bapak dalam kegiatan di Sepatin ini pak?
Terdakwa Amiruddin: Memang benar sebagai direktur PT Akbar, tapi saya tidak terlibat langsung di lapangan pak. Bahkan tidak sama sekali terlibat soal pengerjaan. Karena PT saya cuman dipinjam pak.
JPU Edy: Tapi bapak tahu enggak, kalau ada kegiatan peningkatan tambak itu?
Terdakwa Amiruddin: Iya tahu pak, saat menang dilelang.
JPU Edy: Bagaimana awalnya PT bapak itu bisa dipinjamkan, bisa diceritakan?
Terdakwa Amiruddin: Kalau enggak salah di bulan 7 (Juli) 2013, pak Thamrin menghubungi saya untuk meminjam PT.
JPU Edy: Dipinjam untuk kegiatan di Sepatin itu?
Terdakwa Amiruddin: Iya pak, kita sama-sama tunggu waktu lelang pekerjaannya.
JPU Edy: Yang aktif mengikuti lelangnya siapa ?
Terdakwa Amiruddin : Sama-sama pak Thamrin pak, sambil komunikasi.
JPU Edy: Nilainya Rp 9 miliar koma sekian itu benar ya?
Terdakwa Amiruddin: Iya benar pak, cuman enggak tahu tepatnya.
JPU Edy: Kemudian untuk kegiatan di lapangan apa saja yang dimuat dalam dokumen itu tahu pak?
Terdakwa Amiruddin: Pengerjaannya saya lupa, tidak terlalu hafal pak.
JPU Edy: Kemudian saat menang lelang, bapak aktif enggak mengontrol pengerjaan di lapangan?
Terdakwa Amiruddin: Tidak pak, karena namanya hanya meminjam PT, kalau sudah diserahkan, ya kita serahkan begitu saja pak.
JPU Edy: Jadi yang di lapangan siapa?
Terdakwa Amiruddin: Yang minjam pak (Thamrin).
JPU Edy: Jadi semisalnya pak Thamrin itu perlu dokumen dan tanda tangan bagaimana pak?
Terdakwa Amiruddin: Bisa langsung menghubungi saya pak.
JPU Edy: Terus dari bapak meminjamkan PT ke Thamrin itu ada fee-nya yang diperoleh?
Terdakwa Amiruddin: Ada pak.
JPU Edy: Berapa bapak dapatnya?
Terdakwa Amiruddin: Yang saya ingat Rp 150 juta pak.
JPU Edy: Yang mengasih siapa pak?
Terdakwa Amiruddin: Pak Thamrin, pak.
JPU Edy: Ngasihnya pada saat di muka atau pengerjaan sudah selesai 100 persen?
Terdakwa Amiruddin: Pemberiannya di awal pak, sebelum dikerjakan.
JPU Edy: Kemudian untuk kegiatan seperti yang disampaikan oleh PPK ada pembayaran dua kali. Nah itu, bisa enggak pak Thamrin mengambil sendiri uang pembayaran di awal?
Terdakwa Amiruddin: Iya bisa pak, jadi ada cek yang sudah saya tandatangankan dan siapkan.
JPU Edy: Untuk syarat bayar uang muka 20 persen itu atas pengajuan siapa pak?
Terdakwa Amiruddin: Pengajuan bersama-sama pak.
Usai mencecar berbagai pertanyaan, kini giliran Majelis Hakim. Ukar Priyambodo dalam kesempatan itu lebih fokus mempertanyakan perihal proses pencarian dan pembagian hasil proyek.
Serta mempertanyakan tujuan Amiruddin yang meminjamkan dan melepaskan tanggung jawab pengerjaan kepada Thamrin. Selain itu, lalainya PPK dalam pengawasan pengerjaan perihal telah terjadinya sub kontraktor juga menjadi pertanyaan.
Hakim Ukar: Bapak kenal Thamrin ini kapan?
Terdakwa Malad : Saya kenalnya pada saat dia menang lelang itu pak. Terus saya memberikan surat ke PT Akbar, terkait pesan konsultan untuk dijadwalkan tinjauan kelapangan.
Hakim Ukar: Jadi yang seharusnya pak Amiruddin yang datang pak Thamrin?
Terdakwa Maladi : Iya pak, pada saat di sana pak Thamrin bilang sebagai wakil dari PT Akbar.
Hakim Ukar: Sebelumnya, pada saat tanda tangan kontrak, itu yang bertanda tangan siapa pak?
Terdakwa Maladi: Pak Amiruddin.
Hakim Ukar: Berarti bapak sudah tahu kalau direktur PT Akbar ini pak Amiruddin?
Terdakwa Maladi: Iya sudah tau pak.
Hakim Ukar: Di mana proses tanda tangannya pak?
Terdakwa Maladi: Di Kantor Dinas PU pak.
Hakim Ukar: Baik jadi di peninjauan lapangan itulah baru ketemu pak Thamrin?
Terdakwa Maladi: Iya betul pak.
Hakim Ukar: Ini pada saat pengerjaannya seharusnya bikin tanggul ya?
Terdakwa Maladi: Iya pak bikin tanggul.
Hakim Ukar: Kalau bikin tanggul modelnya seperti apa pak?
Terdakwa Maladi: Itu seperti bendungan itu pak.
Hakim Ukar: Itu tanggul untuk tambak atau apa pak?
Terdakwa Maladi : Untuk tambak pak punya masyarakat.
Hakim Ukar: Di tambak itu ada salah satu milik pak Thamrin atau pak Amiruddin enggak?
Terdakwa Maladi: Nah soal itu saya tidak tahu pak. Saya emang ada ketemu sama orang sana, katanya ada punya pak Thamrin, cuman enggak tahu persis.
Selanjutnya giliran Amiruddin dan Thamrin yang dicecar pertanyaan. Disampaikan Amiruddin, kala itu ia menerima pembagian uang sebelum pengerjaan. Uang yang diberikan Thamrin itu berasal dari pencairan 20 persen sebelum pengerjaan.
Selain itu, perihal meminjamkan perusahaan untuk mendapatkan proyek lelang, Amiruddin mengaku tak mengetahui bila ada aturan yang melarang.
Hakim Ukar: Pak Amiruddin sebagai direktur PT Akbar, apakah sudah sering mendapatkan proyek seperti ini?
Terdakwa Amiruddin: Saya sejak dari 2011 pak, dapatkan proyek ini 2014. Sudah sering dapat pak.
Hakim Ukar: Saudara tentunya kan tahu sebagai direktur kontraktor karena sudah sering mendapatkan proyek-proyek dan pemberi jasa untuk kegiatan dari pemerintah. Saudara sudah tahu belum ini boleh di sub kontrakkan atau tidak?
Terdakwa Amiruddin Saya tidak pernah sub kontrakkan pak, karena selama mendapatkan pekerjaan saya kerjakan sendiri pak.
Hakim Ukar: Kenapa yang sekarang ini anda serahkan. Kalau dari awal mau dipinjam, kan saudara sudah harus bisa berfikir. Bahwa hal seperti ini tidak diperbolehkan. Ini saudara sudah melakukan yang namanya manuver bisnis. Paham yang dimaksudkan?
Terdakwa Amiruddin: Paham pak.
Hakim Ukar: Jadi saudara meminjamkan ini hanya karena masih bersaudara dengan Thamrin ya?
Terdakwa Amiruddin: Iya pak.
Hakim Ukar: Terdakwa pernah baca atau tahu aturan penyedia barang dan jasa dilarang mengalihkan tanggung jawab seluruhnya ke pihak ketiga. Sudah pernah baca aturan ini tidak?
Terdakwa Amiruddin: Tidak pernah baca pak.
Hakim Ukar Jadi sudah paham saudara ya ?
Terdakwa Amiruddin: Paham pak.
Hakim Ukar: Jadi semua uang itu sudah dicairkan?
Terdakwa Amiruddin : Sudah semua pak.
Sementara itu, Thamrin sebagai pelaku pelaksana pekerjaan di lapangan ketika dicecar Hakim Ukar perihal pembagian hasil, justru mengaku tak mendapatkan pembagian uang hasil pengerjaan. Pasalnya uang hasil pencarian, sepenuhnya diberikan kepada kenalannya bernama Yamsah.
Hakim Ukar: Yang anda sudah berikan ke Yamsah itu berapa nilainya, masih ingat?
Terdakwa Thamrin: Semua cek yang saya terima itu saya langsung serahkan ke dia pak.
Hakim Ukar: Nominalnya pak, masa nilai Rp 9 miliar itu anda serahkan semua ke Yamsah?
Terdakwa Thamrin: Iya pak, cek yang pertama itu pencairan 20 persen, saya serahkan ke Yamsah. Cek yang kedua saya serahkan juga kepada beliau.
Hakim Ukar: Jadi semua cek itu totalnya Rp 9 miliar itu?
Terdakwa Thamrin: Iya pak, dua kali saya serahkan pak.
Hakim Ukar: Bagaimana caranya saudara mencairkan uang Rp 9 Miliar itu?
Terdakwa Thamrin: Saya diperintahkan ambil cek sama pak Amiruddin, setelah saya ambil langsung saya serahkan ke Pak Yamsah.
Hakim Ukar: Kenapa kok seluruhnya diserahkan ke pak Yamsah, dia kan hanya penyedia alat berat?
Terdakwa Thamrin: Dia semua yang mengeluarkan biaya pak.
Hakim Ukar: Saudara dapat berapa di situ?
Terdakwa Thamrin: Saya hanya menerima gaji pak.
Hakim Ukar: Gajinya sudah di transfer belum?
Terdakwa Thamrin: Belum pak, karena katanya proyek ini rugi pak.
Hakim Ukar: Sampai hari ini belum terima?
Terdakwa Thamrin : Ya sampai hari ini belum terima pak.
Hakim Ukar: Jadi saudara mengerjakan ini belum sama sekali mendapatkan uang yang dari Rp 9 miliar itu?
Terdakwa Thamrin: Ada dikasih uang operasional saja pak.
Hakim Ukar: Iya uang diberikan itu jadi totalnya berapa?
Terdakwa Thamrin: Saya tidak tahu, karena hanya uang operasional kalau mau pergi ke laut dikasih pak, kalau mau ke Tenggarong dikasih uang.
Hakim Ukar: Ingat-ingat totalnya, karena dalam tindak pidana korupsi ini apa saja yang diterima. Saudara masih ingat tidak berapa yang saudara ingat itu.
Terdakwa Thamrin: Yang jelasnya pak, saya dijanjikan kalau dapat ini proyek saya dikasih pak. Tapi kenyataannya pak Yamsah bilang, dia merugi pak.
Hakim Ukar : Bagaimana bisa rugi ? Kan di hanya menyediakan alat berat, berartikan uang dari Rp 9 miliar itu hanya dikurangi dengan biaya sewa alat berat?
Terdakwa Thamrin: Jadi yang disampaikan dia merugi pak.
Hakim Ukar: Saudara Thamrin kan tahu seharusnya berpikir, anda kan sebagai pelaksana di lapangan. Jadi Yamsah seharusnya hanya terima sewa alat berat. Jadi tinggal dipotong dari itu. Apakah pengerjaan tanggul itu dipegang sama pak Yamsah uangnya ?
Terdakwa Thamrin: Iya pak.
Hakim Ukar: Jadi untuk beli ini itu, saudara minta sama Yamsah begitu?
Terdakwa Thamrin: Iya pak.
Hakim Ukar: Bisnisnya kok gini. Jadi betul begitu saudara? saudara disumpah loh ini.
Terdakwa Thamrin: Iya betul itu pak. Karena saya disumpah, apa yang saya bicarakan itu betul begitu. Artinya cek itu semua saya serahkan semua ke pak Yamsah, pak. Untuk mencairkan uang pun, dia yang mencairkan pak.
Hakim Ukar: Cek pertama berapa nilainya ?
Terdakwa Thamrin : Cek yang 20 persen itu pak, kemudian yang kedua hasil sisa pembayaran 80 persen.
Hakim Ukar: Kenapa saudara tidak peka dengan uang itu, kenapa saudara harus serahkan semuanya kepada Yamsah. Dia kan hanya penyedia alat berat, seharusnya tinggal bayar saja biaya alat berat. Kan saudara sendiri yang ngurus mulai dari izin pinjam perusahaan ini. Apapun alasan saudara yang itu dicairkan untuk pelaksanaan pembangunan irigasi yang dibangun ternyata tanggul.
Terdakwa Thamrin : Siap pak.
Singkat cerita, setelah mencecar ketiga tersangka, sidang kemudian ditutup dan akan dilanjutkan pada pekan depan, Senin (7/6). Agenda sidang selanjutnya, ialah memeriksa keterangan saksi meringankan, yang dihadirkan oleh para penasehat hukum terdakwa.
"Sudah tidak ada yang dipertanyakan lagi dan karena tidak ada yang ditambahkan oleh terdakwa. Maka sidang kita lanjutkan senin depan terdakwa. Baik dengan ini ditutup," tandas Ketua Majelis Hakim Joni Kondolele, sembari mengetuk palu. (aaa/zul)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: