OTT KPK di Kaltim, Kepala BPJN XII Balikpapan Diduga Terima 8 Kali Suap
Peningkatan Jalan HARM Ayoeb yang bersumber dari APBN diharapkan tidak terkena dampak dari kasus OTT kepala BPJN Wilayah XII Kaltim dan Kaltara.
Balikpapan, DiswayKaltim.com - Kepala Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) XII Balikpapan, RTU, diduga menerima suap. Terkait pekerjaan proyek jalan di Kaltim.
Jubir KPK, Febri Diansyah, menjelaskan proyek jalan itu ihwal pekerjaan Preservasi, Rekonstruksi Sp.3 Lempake-Sp.3 Sambera-Santan-Bontang-Dalam Kota Bontang-Sangatta dengan anggaran tahun jamak 2018-2019.
Nilai kontraknya sebesar Rp 155,5 miliar. KPK menduga RTU menerima total Rp 2,1 miliar yang berasal lebih dari enam kali penerimaan.
"Sebanyak 8 kali. Besaran masing-masing pemberian uang sekitar Rp 200-300 juta dengan jumlah total sekitar Rp 2,1 miliar terkait pembagian proyek-proyek," ungkap Febri, dalam rilis yang diterima redaksi, Kamis, (17/10/2019) dini hari.
Dalam kasus ini, KPK resmi menetapkan tiga orang tersangka. Masing-masing, RTU selaku Kepala BPJN XII Balikpapan. Serta ATS sebagai Pejabat Pembuat Komitmen di Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional XII Balikpapan. Mereka diduga menerima suap.
Satu tersangka lain, berinisal HTY, Direktur PT. Harlis Tata Tahta. Ia diduga berperan sebagai pemberi hadiah kepada dua tersangka lain.
Menurut Febri, suap itu diberikan oleh HTY sebagai pelaksana proyek. Mereka terjerat KPK dalam kasus pekerjaan Preservasi, Rekonstruksi Sp.3 Lempake-Sp.3 Sambera-Santan-Bontang-Dalam Kota Bontang-Sangatta. Dengan anggaran tahun jamak 2018-2019.
"Nilai kontraknya sebesar Rp 155,5 miliar," ungkapnya. Dalam proses pengadaan proyek, HTY diduga memiliki kesepakatan untuk memberikan commitment fee kepada RTU dan ATS.
Diungkapkan Febri, total jatah komitmen itu 6,5 persen dari nilai proyek. Suap diberikan rutin setiap bulan. Dengan cara tunai dan transfer.
RTU menerima Rp 2,1 miliar, sedangkan ATS diduga menerima setoran uang dari HTY dalam bentuk transfer setiap bulan melalui rekening atas nama orang lain.
"Rekening tersebut diduga sengaja dibuat untuk digunakan menerima uang dari HTY." Selain itu, lanjutnya, ATS juga menguasai buku tabungan dan kartu ATM rekening tersebut serta mendaftarkan nomor teleponnya sebagai akun SMS banking.
Rekening itu menerima transfer uang dari HTY dengan nilai total Rp 1,59 miliar dan telah digunakan untuk kepentingan pribadinya sebesar Rp 630 juta.
Febri memaoarkan, ATS juga beberapa kali menerima pemberian uang tunai dari HTY sebesar total Rp 3,25 miliar.
"Uang yang diterima oleh ATS dari HTY tersebut salah satunya sebagai pemberian 'gaji' PPK proyek pekerjaan yang dimenangkan oleh PT HTT," bebernya. Gaji itu diberikan kepada ATS sebesar Rp 250 juta. Setiap kali ada pencairan uang pembayaran proyek kepada PT HTT.
Lalu, setiap pengeluaran PT HTT untuk gaji PPK tersebut dicatatkan oleh ROS Staf keuangan PT HTT dalam laporan perusahaan.
RTU dan ATY disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sedangkan HTY disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Dalam kasus ini KPK menangkap delapan orang di Kaltim. Selain tiga tersangka di atas, lima orang yang sempat diperiksa KPK, yakni:
- LSY, Komisaris PT HTT. -SBU, Pimpinan Cabang Provinsi Kaltim PT Budi Bakti Prima. - BST, Bendahara Lapangan PT Budi Bakti Prima
- ROS, Staf Keuangan PT HTT,
- dan APR.
Sebelum OTT KPK, RTU sempat menyambangi kantor BPJN di Balikpapan. Namun usai OTT, aktivitas di kantor di Perumahan Sepinggan Pratama Blok B/7 itu, sepi. Tidak seperti hari-hari sebelumnya.
"Kemarin itu masih ada kesini kok dia (RTU). Senin kalo enggak salah,” ujar salah satu petugas keamanan di kantor tersebut.
Awak media yang ingin bertemu pejabat di BPJN, hanya bisa sampai teras kantor. Itu pun hanya ditemui dua petugas keamanan. Naftali dan Depiyus. (k/bom/rap)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: