Jembatan Mahkota II Segera Dibuka

Jembatan Mahkota II Segera Dibuka

Setelah ditutup hampir dua pekan akibat longsor yang terjadi di dekat pylon penyangga, pemerintah berencana membuka kembali Jembatan Mahkota II.  Keputusan diambil setelah penelitian terhadap konstruksi mengindikasikan jembatan tersebut aman. Opsi pembukan menunggu restu Kementerian PUPR.

nomorsatukaltim.com - Wali Kota Samarinda, Andi Harun mengatakan penyelidikan teknis telah selesai dilakukan. Namun dirinya mesti menunggu statemen dari Kementerian PUPR. Tentang kesimpulan dari hasil semua penyelidikan tersebut. Sebelumnya, penelitian dilakukan oleh konsultan jembatan yang ditunjuk Pemkot Samarinda. Bekerja sama dengan penanggungjawab proyek Instalasi Pengolahan Air (IPA) Kalhol. Sejak jembatan tersebut dinyatakan ditutup karena diduga mengalami pergeseran tiang penyangga (pylon), menyusul longsor tepi sungai di lokasi penimbunan tanah pada proyek IPA tersebut. "Kita berharap dalam waktu dekat keluar statemen itu. Sehingga saya bisa membuat kebijakan apakah membuka atau melanjutkan penutupan," ujar wali kota, diwawancara Kamis (6/5/2021) di pelataran Balai Kota. Tetapi, ia menegaskan ulang, dari hasil penelitian sementara, setelah dilakukan survei ulang oleh dua belah pihak. Diindikasikan bahwa jembatan masih dalam posisi aman. Dalam artian, jika memang terjadi pergeseran, masih dalam batas toleransi. Atau dalam batas margin error, diasumsikan tidak terjadi pergeseran. Namun begitu, Ditjen Bina Marga Kementerian PUPR memerlukan satu jenis peralatan untuk menyelidiki secara detail keadaan konstruksi jembatan itu. Hal itu berdasarkan permintaan Pemerintah Kota Samarinda, yang meminta agar meneliti variabel lain yang bisa menguatkan asumsi aman itu. Dengan alat tersebut, penelitian dan pengkajian yang dilakukan akan melihat detail dari variabel yang paling terkecil. Sehingga semua indikasi dilakukan analisis. "Kalau survei kan asumsinya dari titik koordinat. Memasang dua titik diambil sebagai tolok ukur. Yakni dari arah genset dan arah simpang Palaran. Tapi ini hanya ingin menguatkan lagi hasil pengukuran itu," tuturnya. Pemkot, dikatakan, belum bisa membuat ketetapan baru, membuka atau melanjutkan penutupan ketika statemen resmi secara tertulis belum dikeluarkan kementerian. "Karena itu menjadi pegangan kami," imbuh wali kota. Ia memerkirakan, jika penelitian dengan alat yang diturunkan Kementerian tersebut bisa diselesaikan hari ini, maka kemungkinan Kementerian PUPR akan memberikan statemen pada minggu-minggu ini atau pekan depan. "Kalau minggu depan ada pernyataan maka bisa jadi sebelum Lebaran sudah dibuka. Kalau belum ada statemen resmi, saya belum bisa membuat keputusan baru. Ini demi kepentingan keselamatan bersama," ujarnya.

Minta Bangun Pengamanan

Di samping itu, dalam pertemuan antara Pemkot Samarinda dan Direktur Air Minum Ditjen Ciptakan Karya Kementerian PUPR, Kamis siang, wali kota membuka kemungkinan usulan kepada kementerian yang dipimpin Basuki Hadimuljono itu. Yakni sebuah proyek yang bertujuan meningkatkan pengaman terhadap konstruksi jembatan tersebut. "Melalui pak Direktur dari Ditjen Cipta Karya tadi, untuk pembuatan pelindung yang lebih safety di sekitar jembatan Mahkota II," kata Andi Harun. "Ini kan dari hasil survei, indikasinya relatif aman. Tapi biar lebih aman lagi ke depannya kita buat jalur pengaman," ungkap mantan legislator DPRD Kaltim itu. Diperkirakan proyek tersebut akan menelan anggaran sekitar Rp 50-60 miliar. Andi Harun telah meminta Kepala Dinas PUPR Kota Samarinda, Hero Mardanus menjalin komunikasi intens dengan Balai Prasarana Permukiman Wilayah Kaltim, sebagai instansi vertikal Kementerian PUPR, untuk menindaklanjuti usulan tersebut. "Tadi Pak Direktur dari Ditjen sudah berkomitmen akan berusaha untuk membantu," tandas wali kota.

Proyek IPA Tetap Berlanjut

Sementara itu, Kepala Dinas PUPR Samarinda, Hero Mardanus menjelaskan kedatangan Direktur Air Minum Ditjen Cipta Karya. Katanya untuk mengonfirmasi kembali Pemkot Samarinda terkait pembangunan Instalasi Pengolahan Air yang digawangi langsung Kementerian PUPR itu. "Mau minta support Pak Wali Kota terkait keberadaan proyek IPA Kalhol," ucap Hero. Hal itu terkait dengan kejadian longsor di lokasi proyek tersebut. Yang berdampak pada jembatan Mahkota II. Lalu kelanjutan proyek dan sebagainya. "Jadi dia hanya memastikan proyek tersebut. Kita juga tidak menyalahkan. Kita saling mendukung. Karena ini kan juga proyek pemerintah," sebutnya. Ditjen Ciptakan Karya, kata Hero, juga berkomitmen untuk ikut mencari solusi terkait keamanan jembatan ke depan. Juga ingin memastikan kelanjutan proyek IPA mereka. "Karena ini kan kondisi force majure. Jadi diselesaikan dulu masalahnya baru dilanjut proyeknya," imbuh dia. "Saya dan pak Wali Kota berusaha saja semaksimal mungkin". Sehari sebelumnya, Pemkot Samarinda melakukan sinkronisasi hasil perhitungan survei pengukuran yang dilakukan PT Nindya Karya (kontraktor proyek IPA) dan konsultan jembatan yang ditunjuk Pemkot. PT Nindya Karya dalam melakukan survei menggunakan alat yang bernama total station, mengacu pada format peta global. Atau merujuk koordinat UTM. Sementara konsultan yang ditunjuk Pemkot mengacu pada format koordinat peta geografis lokal. Meskipun mereka menggunakan peralatan yang sama. "Hasilnya beda. Ada selisih. Dan Pak Direktur Pembangunan Jembatan Kementerian PUPR bilang harus sama dulu datanya, sebelum disimpulkan apakah benar terjadi pergeseran," paparnya. Soal pergeseran jembatan, Ahli konstruksi dari Persatuan Insinyur Indonesia (PII), Haryoto, skeptis dengan kesimpulan yang menyatakan ada pergeseran sejauh 7 milimeter dan penurunan sedalam 33 milimeter itu. Apalagi jika hal itu dikaitkan dengan longsor pada areal proyek pembangunan IPA Kalhol yang terjadi sehari sebelumnya. Haryoto menilai, pernyataan itu terlalu dini dan terburu-buru. Pergeseran dalam angka milimeter, katanya, tidak akan begitu berarti dalam perhitungan konstruksi jembatan. Atau setidaknya belum cukup kuat untuk menyimpulkan terjadi pergeseran. Karena adanya abrasi yang terjadi di sisi barat laut pilar jembatan yang masuk wilayah Kecamatan Palaran. Haryoto bilang, ada beberapa parameter lain yang bisa dilihat. Misalnya, bisa jadi pergeseran sebesar itu hanya karena faktor alamiah. Atau karena proses pembebanan yang terus-menerus dalam jangka menengah hingga waktu yang panjang. Atau karena peristiwa montum yang lain. “Itu sesuatu perubahan yang kecil, belum tentu karena longsoran. Mungkin perubahan natural. Akibatnya pembebanan jangka menengah dan panjang,” sebut ahli konstruksi itu. Yang penting, lanjutnya, yang harus dipastikan oleh otoritas berwenang bahwa tidak ada perubahan regangan dan tegangan pada kabel jembatan bertipe cable stayed. Sehingga dapat memengaruhi struktur. Jangan hanya dengan pengukuran manual, misal dengan alat total station. Yang mana potensi adanya kesalahan dalam pengukuran dan perhitungannya masih sangat besar. Mantan pejabat di Dinas PUPR Samarinda ini mendorong penggunaan alat electrical monitoring system yang sejatinya dimiliki Pemkot pada jembatan tersebut. Untuk benar-benar mengetahui ada tidaknya pergeseran. “Karena pengukuran dengan alat manual, potensi penyimpangannya bisa sampai puluhan centimeter,” imbuhnya. “Kalau milimeter segitu menurut saya belum ada yang berbahaya. Makanya saya sendiri kaget kok jembatan tiba-tiba ditutup cuma gara-gara itu”. Meski begitu, ia menyarankan, agar pihak terkait terus melakukan pengamatan terhadap perkembangan pergerakan tanah longsoran atau abrasi. Sebab, jika persoalan tersebut terus meluas, akan berpotensi membahayakan fondasi jembatan. Haryoto juga menyangsikan terkait dengan adanya retakan jalan utama di lantai jembatan, seperti yang terlihat dalam video yang berbedar. Menurutnya itu bisa saja terjadi karena sambungan pengaspalan yang terpisah. Karena berada di atas beton. “Wong retakannya lurus kok. Coba dicek pakai UTV,” sebutnya. Ia menyarankan agar Pemkot Samarinda menurunkan tim untuk memonitor perkembangan keadaan sepanjang waktu. Sampai didapatkan hasil penyelidikan yang lebih kaut dan komprehensif. “Kita bisa lihat adanya pergeseran kalau ada perubahan regangan dan tegangan kabel. Makanya gunakan electric monitoring system. Agar bisa dimonitor secara digital yang lebih valid dan akurat. Kalau memang ada perubahan pada tegangan kabel, pasti terbaca,” ungkap Haryoto. Di samping itu, ia berharap agar Pemkot segera bisa memastikan kedatangan tim dari Kementerian PUPR. Yang dinilai lebih ahli di bidang tersebut. Menurutnya, penanganan darurat cukup dilakukan dengan pengamatan terus menerus. Hanya saja untuk penanganan permanen, mengembalikan kondisi semula, memerlukan penyelidikan dan perencanaan komprehensif. (das/yos)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: