Kapal CPO Tenggelam di Sungai Mahakam, Nakhoda Jadi Tersangka
SAMARINDA, nomorsatukaltim.com - Insiden tenggelamnya kapal berjenis Self Propeller Oil Brage (SPOB) yang bermuatan minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) di Sungai Mahakam, tepatnya di segmen Jembatan Mahkota 2, Kelurahan Simpang Pasir, Kecamatan Palaran, Sabtu (10/4/2021) mulai menemukan titik terang.
Tiga hari bekerja melakukan penyelidikan, Korps Bhayangkara akhirnya menetapkan satu orang tersangka atas insiden tumpahan minyak yang mencemari Sungai Mahakam tersebut. "Iya sudah naik (nakhoda menjadi tersangka). Kemarin sudah dibikin LP-nya (berkas perkara) si nakhodanya," terang Kapolresta Samarinda, Kombes Pol Arif Budiman melalui Kasubbag Humas, AKP Annissa Prastiwi, Rabu (14/4/2021) siang. Nakhoda kapal itu diketahui berinisial RT berusia 42 tahun. Ia pun disangkakan Undang-Undang (UU) Pelayaran 17/2008 Pasal 323 ayat 1 dan 3 serta UU lingkungan hidup. "Kami masih menyangkakan pasal itu kepada nakhodanya. Dari pasal itu ada keterkaitan dengan peran si nakhoda," ungkap Annissa. Polisi pun turut melakukan pemeriksaan kepada tujuh orang saksi yang merupakan anak buah kapal (ABK). Termasuk pada penyewa kapal tersebut. Lanjut Annissa, sebelum tenggelam, kapal diketahui berangkat dari titik Pelabuhan Toci menuju Teluk Cinta. Dari pengakuan yang didapatkan, kapal mengangkut CPO sebanyak lima ton dan karam di dekat Jembatan Mahkota II. Bangkai kapal pun nantinya akan diangkat, namun masih menunggu proses lebih lanjut. Saat ini kasusnya masih terus dalam proses penyelidikan. "Di sini ada dua satuan yang menangani perkara. Terkait tumpahan muatan ditangani Satreskrim bersama DLH (Dinas Lingkungan Hidup), sementara kecelakaannya ditangani Satpolair," tandasnya. Dikonfirmasi terpisah, Kasi Keselamatan Berlayar, Penjagaan dan Patroli Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas IIA Samarinda, Capt Slamet Isyadi menjelaskan, pihaknya sudah melakukan penyisiran sampai ke hilir. "Rupanya ada tempat-tempat yang menjadi penumpukan dari minyak sawit tersebut," ucapnya. "KSOP berkoordinasi dengan perusahaan yang ada di sana, baik PT Sarana Abadi Lestari (SAL), PT Pro Tank Terminal, maupun PT AKR Corporindo, untuk membantu dalam penanganan dalam pencemaran minyak di sungai tersebut," bebernya. Dijelaskan Slamet, tempat-tempat tersebut dilokalisasi, baru dilakukan penggelaran oil boom dan dihisap menggunakan skimmer, untuk kemudian ditampung di mobil tangki. "Memang di Palaran itu ada beberapa tempat terjadi penumpukan di sana, dan yang besar itu di pasar Palaran, itu sudah dilakukan pemompaan dari pada minyak yang tumpah," ungkap Slamet. Slamet mengatakan kendala yang dihadapi oleh pihaknya. Pertama, minyak bercampur dengan sampah-sampah. Kedua, tumpahan minyak berada di bawah tiang penyangga rumah warga yang berada di pinggir sungai, sehingga sulit masuk menjangkau ke dalam. "Jadi kami hanya memanfaatkan gerakan air, dan gerakan kapal untuk mengurai tumpukan minyak yang ada di kolong rumah," katanya. Beber Slamet, dari pengambilan minyak itu dipisahkan antara minyak dan air, untuk disimpan guna penyelidikan. "Itu disimpan di PT SAL selaku yang memiliki fasilitas dari pada oil boom untuk dijadikan barang bukti pada saat penyelidikan," ungkapnya. Terkait izin kapal, dari data yang ada, kapal tersebut ada pergantian kepemilikan di 2017. Dokumen-dokumen kapal itu terakhir dikeluarkan KSOP Samarinda di 2015. “Sampai sekarang belum ada permohonan untuk kegiatan kapal maupun muatan itu sendiri,” kata Slamet. Sehingga, lanjut Slamet, bisa dikatakan kapal maupun muatan ini tak memiliki izin. “Untuk kasus ini dalam penyelidikan Polair Polresta Samarinda terkait masalah kapalnya, sedangkan masalah pencemarannya ditangani Reskrim Polresta Samarinda,” pungkasnya. (bdp/zul)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: