Momentum Reformasi Perusahaan Daerah di Kaltim
OLEH: DEDI SETIAWAN*
Badan hukum Perusahaan Daerah (Perusda) telah mengalami perluasan bentuk seiring menguatnya wacana otonomi daerah pada proses pembuatan peraturan perundang-undangan. Di Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1962 badan hukum Perusda diperoleh sejak berlakunya Perda pendirian Perusda. Pengaturan badan hukum Perusda tersebut terakhir diperluas dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 dan diatur lebih lanjut pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 54 Tahun 2017 dengan mempertegas nomenklatur Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 4 PP Nomor 54 Tahun 2017, BUMD terdiri atas Perusahaan Umum Daerah (Perumda) dan Perusahaan Perseroan Daerah (Perseroda). Kedudukan Perumda sebagai badan hukum diperoleh saat Perda yang mengatur mengenai pendirian Perumda mulai berlaku. Sedangkan kedudukan Perseroda sebagai badan hukum diperoleh sesuai dengan ketentuan undang-undang yang mengatur mengenai Perseroan Terbatas (PT). Sebelum berlakunya UU 23/2014, pembedaan bentuk badan hukum BUMD tersebut diatur dengan Permendagri Nomor 3 Tahun 1998 yakni terdiri dari Perusda dan PT. Nomenklatur ini masih digunakan oleh BUMD Kaltim. Pembedaan bentuk badan hukum BUMD sebenarnya berkonsekuensi pada sistem permodalan perusahaan. BUMD yang berbadan hukum Perumda seluruh modalnya dimiliki satu daerah, dan kepala daerah dalam hal ini berkedudukan sebagai pemilik modal. Sedangkan Perseroda modalnya terbagi atas saham yang seluruhnya atau paling sedikit 51 persen sahamnya dimiliki oleh 1 daerah, dan kepala daerah dalam hal ini berkedudukan sebagai pemegang saham. Badan hukum Perumda sangat cocok untuk BUMD yang menggarap sektor yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak, yang menurut UUD harus dikuasai oleh negara. Misalnya pengolahan dan distribusi air bersih. Oleh karena itu, seluruh modal Perumda Air Minum harus dimiliki satu daerah. Sedangkan BUMD yang berbadan hukum Perseroda harus didorong mengembangkan usahanya dengan mencari sumber pendanaan dari investasi pihak lain melalui penerbitan saham baru. Apalagi di tengah kondisi APBD Kaltim yang defisit, Perseroda tidak seharusnya meminta penyertaan modal tambahan dari pemerintah daerah karena akan membebani keuangan daerah. Sudah saatnya BUMD Kaltim berbenah untuk kepentingan daerah. Sebagaimana salah satu tujuan didirikannya BUMD yaitu untuk memperoleh laba dan/atau keuntungan. Laba/keuntungan tersebut tentu akan menguntungkan daerah dari sisi penerimaan daerah yang diberikan dalam bentuk dividen. Sedangkan keuntungan lain bagi daerah adalah ketika BUMD mampu dikelola dengan baik, maka secara tidak langsung akan meningkatkan nilai kekayaan daerah yang dipisahkan. Ini bisa dilihat dari nilai aset perusahaan. BUMD Kaltim sering menjadi sorotan publik karena dividen yang diberikan untuk PAD masih sangat kecil. Misalnya Perusda Kehutanan Sylva Kaltim Sejahtera, setoran terbesar PAD dalam kurun waktu 2014-2018 hanya Rp 59,3 juta. Dividen ini juga tidak rutin diberikan kepada daerah. Begitu juga dengan PT Jamkrida, setoran PAD terbesarnya hanya Rp 58,4 juta. Sementarayang paling jadi sorotan adalah kinerja Perusda Melati Bhakti Satya (MBS). Perusda ini memiliki aset besar. Namun kontribusinya terhadap PAD minim. Bahkan menurut salah satu sumber berita, BUMD ini tidak menyetor PAD sejak 2014-2018. Terakhir adalah PT Agro Kaltim Utama (AKU). Selama 2014-2018, BUMD ini hanya sekali menyetor PAD. Tepanya pada 2014: sebesar Rp 300 juta. Perusahaan ini juga tengah menjadi sorotan karena dugaan kasus korupsi yang menjerat mantan petingginya. Kecilnya setoran PAD menunjukan bahwa profitabilitas BUMD di Kaltim masih sangat rendah. Jika menggunakan persentase umum penggunaan laba bersih, 60 persen laba ditahan sebagai modal kerja dan 40 persen laba dibagikan sebagai dividen tunai, maka perolehan laba bersih empat BUMD di atas tak mencapai Rp 1 miliar. Tentu angka ini tidak cukup sehat bagi perusahaan. Ini hanya sekadar perhitungan karena web perusahaan tidak memuat laporan keuangan untuk memastikan besaran perolehan laba bersihnya. Rendahnya perolehan laba bersih perusahaan bisa disebabkan pendapatan usaha yang memang kecil atau karena biaya beban yang sangat besar. Keadaan tersebut jika terus-menerus terjadi akan menghambat pertumbuhan BUMD. Pada kondisi tertentu pengelolaan BUMD yang tidak baik justru dapat merugikan daerah. Ini bisa dilihat dari posisi modal daerah yang ditempatkan. Jika posisi modal menyusut akibat beban usaha yang tidak dapat ditutup dengan pendapatan, maka sudah pasti ini merugikan daerah. Belum lagi tindakan korupsi yang dilakukan oknum direksi. Ini lebih merugikan daerah lagi. Misalnya kasus di PT AKU yang ditaksir merugikan daerah sebesar Rp 29,7 miliar. Dengan demikian, apakah daerah masih mau dirugikan oleh pengelolaan BUMD yang tidak sehat? Dengan berubahnya badan hukum Perusda menjadi Perseroda diharapkan dapat membawa angin segar bagi penataan BUMD di Kaltim. Dari struktur permodalan, Perseroda akan menjadi lebih kuat dengan masuknya investasi pihak lain. Namun harus tetap diperhatikan bahwa investasi tersebut tidak boleh menggerus kepemilikan saham daerah di bawah 51 persen. Contoh BUMD yang pernah menempuh skema investasi ini adalah BPD Jawa Timur (Jatim) yang melakukan Initial Public Offering (IPO) pada 2012. Dari IPO tersebut BPD Jatim sukses memperoleh dana segar senilai Rp 1,2 triliun untuk mendongkrak ekspansi kredit dan perluasan jaringan. Sampai sekarang nilai asetnya terus bertumbuh hingga menjadi Rp 76,7 triliun. Pertumbuhan ini secara tidak langsung telah meningkatkan nilai kekayaan daerah yang dipisahkan. Selain itu dengan menjadi perusahaan terbuka, masyarakat mendapat kesempatan untuk turut berpartisipasi dalam pengawasan BPD Jatim. Di sini ada tiga hal yang perlu dilakukan Pemprov Kaltim: pertama, BUMD yang masih berbadan hukum Perusda perlu ditransformasi menjadi Perseroda. BUMD Kaltim yang masih berbentuk Perusda di antaranya Melati Bhakti Satya, Pertambangan Bara Kaltim Sejahtera, dan Kehutanan Sylva Kaltim Sejahtera. Kedua, BUMD yang sudah berbadan hukum PT perlu untuk menyesuaikan dengan ketentuan baru yang berlaku. Ketiga, BUMD yang sudah berbentuk Perseroda permodalannya perlu diperkuat dengan persekutuan modal. Bisa dilakukan secara terbatas dengan beberapa pihak. Bisa juga dilakukan dengan menjadikannya perusahaan terbuka. Selain menata dari sisi permodalan, hal lain yang harus dilakukan adalah menata dari sisi manajemen dan business model. Business model perlu direvitalisasi dengan menyesuaikan perkembangan iklim usaha. Jangan sampai lapangan usaha yang tidak potensial dan tidak sustainable masih tetap dipertahankan yang akibatnya membuat perusahaan merugi karena giat usaha tidak bergairah. Kemudian proses seleksi direktur dan komisaris harus benar-benar dapat menghasilkan manajemen pengelola dan pengawas BUMD yang kapabel, profesional, dan berintegritas. Jangan sampai direksi yang tidak berintegritas memanfaatkan BUMD untuk memupuk kekayaan pribadi dengan praktik korupsi, karena ini akan menghambat investasi di Perseroda. Setelah BUMD mampu berjalan dengan sehat dan berdaya saing tinggi, maka untuk selanjutnya Perseroda dapat menggunakan skema obligasi dalam mengembangkan usahanya. Dengan demikian BUMD tidak akan lagi membebani keuangan daerah. (*Pengamat Ekonomi Kaltim)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: