Lima Tantangan

Lima Tantangan

TANJUNG SELOR, DISWAY – Kalimantan Utara (Kaltara) sebagai salah satu provinsi yang berbatasan dengan Malaysia, memiliki tantangan yang kompleks. Selain kesenjangan, wilayah perbatasan pun banyak persoalan. Di antaranya, minimnya infrastruktur dan pelayanan publik.

Dikatakan Gubernur Kaltara Zainal Arifin Paliwang, karakteristik wilayah perbatasan di Kaltara terbagi menjadi dua. Yaitu wilayah perbatasan pedalaman dan wilayah perbatasan pesisir. Kedua wilayah tersebut, menurutnya, memiliki karakter yang berbeda. Sehingga, penanganannya juga disesuaikan dengan karakteristiknya. “Realitas di perbatasan yang selama ini dihadapi Pemprov Kaltara, di antaranya penggunaan mata uang ringgit yang melebihi penggunaan mata uang rupiah, lebih banyaknya channel TV Malaysia, penyelundupan kayu ke Malaysia, banyaknya TKI ilegal, perampokan di laut lepas perbatasan Indonesia-Malaysia dan Indonesia-Filipina, serta illegal fishing,” ungkap Zainal pada Rakornas Asosiasi Pemerintah Daerah Kepulauan dan Pesisir Seluruh Indonesia (Aspeksindo), beberapa hari lalu di Jakarta. Karena itu, lanjut mantan Wakapolda Kaltara ini, ada lima tantangan daerah perbatasan di Kaltara. Pertama, soal kesenjangan wilayah, meskipun potensi sumber daya yang cukup besar, namun masih terdapat ketimpangan. Di antarannya, ketimpangan tingkat pendapatan, nilai tukar dan nilai jual komoditas, orientasi ekonomi yang lebih ke negara tetangga (growth industry centre). Sementara, kawasan Indonesia di perbatasan hanya jadi hinterland. Kedua, masalah demografis. Adanya persebaran penduduk perbatasan yang tidak merata. “Hal ini disebabkan kondisi geografis dan kesenjangan sarana dan prasarana wilayah Kaltara,” ujarnya. Tantangan ketiga, Zainal menyebut terkait ketahanan nasional, yang disebabkan masih terbatasnya jumlah aparat yang ditempatkan di pos-pos wilayah perbatasan, yang belum memadai. Sehingga, pengawasan wilayah perbatasan menjadi lemah. Selanjutnya, juga terkait sarana dan prasarana keamanan. Selain itu, lanjut Zainal, masih terjadinya kegiatan-kegiatan ilegal. Seperti illegal logging, illegal fishing, illegal mining, human trafficking, peredaran narkoba, serta terjadinya pelanggaran hukum, yang di antaranya pergeseran patok batas negara. “Nah, seperti kita ketahui bersama, kawasan perbatasan mempunyai posisi strategis yang berdampak terhadap hankam dan politis, mengingat fungsinya sebagai outlet terdepan Indonesia. Yang mana terjadi banyaknya pelintas batas, baik dari dan ke Indonesia maupun Malaysia,” bebernya. “Ancaman di bidang hankam dan politis ini, perlu diperhatikan, mengingat kurangnya pos lintas batas legal yang disepakati oleh kedua belah pihak,” lanjut Zainal. Terkait pelayanan publik, Zainal mengatakan, yang diberikan kepada masyarakat juga masih terbatas. Hal ini dikarenakan minimnya sarana dan prasarana, serta SDM pelayanan publik. Di antaranya, bidang pendidikan, kesehatan, administrasi  kependudukan dan pencatatan sipil, serta kesejahteraan sosial. Dan yang tak penting, kata Zainal, infrastruktur penunjang peningkatakan perekonomian masyarakat perbatasan. “Strategi pembangunan wilayah perbatasan di Kaltara, tidak bisa dilakukan secara business as ussual. Sehingga, harus dipikirkan langkah-langkah extraordinary untuk mengejar ketertinggalan,” katanya. Menurut Zainal, pendekatan yang dilakukan selama ini hanya menyentuh unsur fisik. Seharunya, ujarnya, perlu juga dilakukan pendekatan pembangunan manusia sebagai suatu aset daerah. “Tidak bisa kita pungkiri, kenyataan bahwa kesamaan asal penduduk perbatasan yang berasal dari bangsa melayu, seharusnya berdampak positif,” ujarnya. “Kesamaan budaya, kemiripan bahasa, dan tradisi, merupakan salah satu modal penting dalam melakukan interaksi komunikasi dan saling bantu antarwarga negara,” tambah Zainal. Zainal juga menyampaikan empat isu strategis berkaitan dengan keamanan laut, demi menjaga NKRI. Salah satunya, kata Zainal, mengenai isu sosial budaya. Meliputi membangun citra positif Indonesia yang sangat penting dalam pergaulan internasional. Pemprov Kaltara, lanjutnya, telah menyusun strategi pembangunan wilayah perbatasan yang dirumuskan menjadi 5 langkah. Yaitu meningkatan pelayanan sosial dasar, khususnya pendidikan dan kesehatan, penataan wilayah administratif dan tapal batas. Selain itu, meningkatan pelayanan prasarana transportasi dan komunikasi, untuk membuka keterisolasian daerah dan pemasaran produksi. Selanjutnya, mengembangan pusat-pusat permukiman potensial, mengembangan partisipasi swasta dalam pemanfaatan potensi wilayah, khususnya sumber daya alam, serta meningkatan koordinasi dengan pemerintah pusat, pemerintah daerah dan regional. “Kami berupaya untuk menginternalisasi 5 langkah tersebut dalam 10 kegiatan prioritas Kaltara, dimana pada poin ketiga yaitu meningkatkan terwujudnya konektivitas perbatasan, pedalaman dan daerah terpencil, dalam rangka membangun desa, menata kota,” ujar Zainal. *

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: