Bacakan Pembelaan, Terdakwa PT AKU Minta Hakim Membebaskan dari Tuntutan

Bacakan Pembelaan, Terdakwa PT AKU Minta Hakim Membebaskan dari Tuntutan

Yanuar dan Nuriyanto, mantan pucuk pimpinan Perusahaan Daerah (Perusda) PT Agro Kaltim Utama (PT AKU) sama-sama menyesal. Niatnya meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) justru tersandung rasuah. Di hadapan majelis hakim, mereka minta dibebaskan.

nomorsatukaltim.com - Permintaannya itu dibacakan saat sidang pembacaan pledoi di Pengadilan Negeri (PN) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Samarinda, Kamis (1/4/2021) lalu. Hongkun Ottoh selaku ketua majelis hakim, didampingi Lucius Winarno dan Arwin Kusmanta sebagai hakim anggota. Dalam sidang tersebut, pledoi dibacakan oleh penasihat hukum dan kedua terdakwa sendiri; Yanuar dan Nuriyanto. Penasihat hukum terdakwa, Supiyatno mendapat kesempatan pertama membacakan pledoi dalam sidang. Baca juga: Terdakwa PT AKU Dituntut 15 Tahun Penjara dan Ganti Kerugian Negara "Dalam kasus ini bentuknya PT jadi korporasi. Karena keduanya merupakan direktur, kemudian yang kedua perbuatan melawan hukum harus disertai dengan niat dengan kemungkinan atau niat dengan kepentingan," ucapnya saat persidangan. Supiyatno menyambung, dalam persoalan itu, ia menyebut tidak ada niat terdakwa untuk merugikan negara. Seluruhnya murni persoalannya bisnis yang dijalankan, yang ternyata berujung bangkrut. "Menguntungkan orang lain itu siapa, kita juga tidak tahu. Karena hubungannya ini antar-korporasi, bukan korporasi dengan orang," katanya tegas. Ia melanjutkan, soal memperkaya diri sendiri dan orang lain yang didakwakan jaksa, Supiyatno menyebut hingga kini tidak ada aset dari terdakwa yang disita. “Di persidangan sampai sekarang, jaksa pun tidak bisa menyita satu aset pun dari mereka. Karena apa? Karena memang sudah tidak punya aset," tandasnya. Supiyatno membeber, aset seperti Rumah milik Yanuar yang ditempatinya, berasal dari kredit bank yang didapatkannya sebelum bergabung di Perusda PT AKU. "Kemudian rumah terdakwa Nuriyanto sendiri sudah lunas sebelum ada perusahaan. Begitu ada perusahaan, malah hilang rumahnya dipakai bisnis," ungkapnya. "Kemudian (bisnis itu) tidak berhasil dan ditarik sama pihak ketiga, karena tidak bisa membayar sesuatu apapun, artinya dalam hal kerugian negara itu tidak ada," sambungnya. Lebih lanjut dijelaskannya, menurut ahli yang mereka hadirkan, memperkaya diri sendiri itu harus jelas. Karena itu bentuknya fisik. Supiyatno menekankan, pihaknya memohon kliennya dibebaskan, karena kerugian negara yang belum dibahas dalam hal ini adalah penyertaan modal. Kata Supiyatno, penyertaan modal berjumlah Rp 27 miliar yang terbagi dalam tiga tahap, yakni di tahun 2007, 2008 dan 2010. "Nah, kenapa kok perhitungan menjadi Rp 29 miliar?" tanyanya. Sementara dari kajiannya, gaji dari direktur, pegawai, dan termasuk pengawas (Bawas) itu digaji dari uang modal. Artinya, operasional 2003 -2004 itu ada bukti dilampirkannya sebesar Rp 8 miliar, kemudian PAD yang pernah disetorkan turut dilampirkan bukti-buktinya, sebesar Rp 3 miliar sampai 2014. Sebagai pamungkas pledoinya penasihat hukum, sampai akhir persidangan, kata Supiyatno, kasus ini disebutnya bukan kerugian negara murni, tapi piutang yang tidak tertagihkan. "Itu kan artinya kalau sudah piutang, berarti ada iktikad baik. Ada usaha untuk mengembalikan, kemudian pembagiannya kerugian negara ini berdasarnya gimana sih, yang saya bingung yang harus bertanggung jawab siapa," bebernya. "Nuriyanto, Yanuar, atau korporasi? Karena kalau di tuntutan itu dibagi dua , harusnya kerugian negara itu tidak bisa dipecah dan dibagi-bagi," jelasnya. Baca juga: Terdakwa PT AKU Akui Pakai Modal Pemprov Kaltim * Usai kuasa hukum membacakan pledoinya, giliran Yanuar yang mendapat kesempatan membacakan pembelaan pribadinya. Ia menyebut, selama menjabat sebagai direktur utama di PT AKU, perusahaan telah berhasil menghasilkan laba. “Saya menyesali perbuatan yang saya lakukan,” ucap Yanuar. Ia juga meminta majelis hakim mempertimbangkan denda kerugian negara yang dituntut jaksa padanya. Baginya, nominal tersebut tidak mempertimbangkan nilai perusahaan yang sudah ia dan kuasa hukumnya hitung. “Langkah yang kami ambil tidak ada niatan untuk memperkaya diri, membeli aset pribadi, maupun membelanjakannya di luar kegiatan usaha. Terbukti sejak masuk di Perusda hingga saat ini, kami mempunyai rumah yang sama , dan saat ini pun masih dalam cicilan bank,” ujarnya. Ia pun kembali mengungkapkan penyesalannya, dan memohon hakim untuk dibebaskan. Karena ia masih harus membiayai kuliah kedua anaknya dan jadi tulang punggung keluarga. “Saya memohon dengan segala kerendahan hati, kepada yang terhormat bapak hakim dapat membebaskan saya,” pungkas Yanuar. Senada, Nuriyanto juga mengungkapkan penyesalannya di dalam persidangan. Mantan Direktur Umum PT AKU ini mengaku, tidak berniat untuk memperkaya diri sendiri maupun orang lain. Seluruh langkah saat memimpin perusahaan itu hanya untuk meningkatkan PAD ke kas Pemprov Kaltim. “Karena Pemprov dan DPRD menuntut agar PAD dapat meningkat setelah ada penambahan modal. Kalau tujuan kami memperkaya diri sendiri tentunya saat ini mempunyai aset yang banyak. Tapi kenyataannya pada saat ini, saya bersama keluarga tinggal di rumah sewaan. Hanya mobil second X Trail tahun 2004 dan saat ini BPKB masih dalam jaminan leasing,” katanya. Ia juga meminta hakim untuk membebaskannya dari segala tuntutan. Ia bilang, istri dan anak-anaknya masih tinggal di rumah kontrakan. Sementara dua anaknya masih di usia SD dan SMP yang butuh banyak perhatian ayahnya. Baca juga: Saksi Ahli Yakin PT AKU Rugikan Negara “Keluarga kami masih mengontrak rumah, serta istri saya sedang menderita kanker payudara,” ucapnya. “Dengan segala kerendahan hati, saya berharap dan memohon kepada yang mulia majelis hakim agar membebaskan segala tuntutan hukum kepada saya, atau memberikan kepada saya putusan seadil-adilnya,” pungkas Nuriyanto. (Baca pledoi kedua terdakwa selengkapnya di Harian Disway Kaltim edisi 3 April 2021) Setelah mendengarkan pledoi dari kedua terdakwa serta pernyataan penasihat hukum, sidang ditutup dan kembali dilanjutkan pada Kamis (8/4/2021) dengan agenda putusan. Diberitakan sebelumnya, kedua terdakwa dijerat dengan pasal 3 Juncto pasal 18 Undang-Undang (UU) nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU RI nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI nomor 31 tahun 1999, Juncto pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. Yanuar dituntut dengan 15 tahun penjara dikurangi masa tahanan, serta denda Rp 500 juta subsider enam bulan penjara. Ia juga dituntut  membayar uang pengganti sebesar Rp 14.873.322.564 subsider tujuh tahun enam bulan. Senada, Nuriyanto dituntut dengan 15 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider enam bulan penjara. Serta wajib membayar uang pengganti sebesar Rp 14.873.322.564 subsider tujuh tahun enam bulan penjara. Dalam fakta persidangan sebelumnya, dua mantan pimpinan PT AKU itu mengaku menggunakan penyertaan modal Pemprov Kaltim. Modal itu digunakan perusahaan bentukannya untuk mengikuti sejumlah proyek konstruksi dan penggalian batu bara. Saat sidang dengan agenda pemeriksaan terdakwa, mereka mengakui telah menggunakan dana dari Pemprov Kaltim di luar dari peruntukan. Dana tersebut, salah satunya  justru dipakai untuk usaha penambangan batu bara. Selain itu, dana yang semestinya untuk penyertaan modal PT AKU, digunakan untuk kegiatan proyek pengecoran jalan di salah satu perusahaan bentukannya. Baca juga: Sidang Korupsi PT AKU, Saksi Ahli: Ada Ketentuan yang Dilanggar Terdakwa mengungkap, saat menjalankan usaha batu bara dan proyek jalan tidak menggunakan nama Perusda PT AKU. Tetapi membawa nama PT Dwi Palma dan CV Daun Segar. Dari dua perusahaan tersebut, diakuinya mereka berdua menjabat pada posisi yang sama, hanya bertukar jabatan. Mereka mengakui, dana yang digunakan oleh PT Dwi Palma dan CV Daun Segar merupakan dana dari Perusda PT AKU yang asal usulnya dari dana penyertaan modal anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) Kaltim. Dijelaskannya, PT Dwi Palma menjalankan usaha di bidang batu bara di Samboja sejak 2011-2013, sedangkan CV Daun Segar menjalankan usaha di bidang proyek pengecoran jalan di Bontang pada 2009. Sementara saksi ahli dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang dihadirkan JPU yakin, dalih kerja sama dengan pihak ketiga yang dilakukan kedua terdakwa, Yanuar dan Nuriyanto melanggar prosedur. Mantan pimpinan PT AKU tersebut mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 29 miliar. Berasal dari setoran modal Pemprov Kaltim sebesar Rp 27 miliar, dan laba perusahaan sebesar Rp 2 miliar. Satu di antara perusahaan yang menjalin kerja sama itu adalah PT Dwi Palma. Perusahaan ini turut serta mengelola dana penyertaan modal Pemprov Kaltim yang dikucurkan ke PT AKU. Padahal, PT Dwi Palma merupakan perusahaan bentukan Yanuar dan Nuriyanto. Di situlah terungkap, kalau keduanya menyalahgunakan uang negara. Modusnya mereka bertukar posisi jabatan di PT Dwi Palma untuk mengelola penyertaan modal dari Pemprov Kaltim. Dalam jangka waktu empat tahun, keduanya selalu bergantian menjadi direktur dan komisaris. Tujuannya agar perusahaan yang mereka dirikan tersebut dianggap memang ada dan masih aktif. Akibatnya, modal usaha itu tidak jelas keberadaannya dan dilaporkan sebagai piutang dengan total modal sekitar Rp 31 miliar. Cara mark up seperti itu dilakukan agar dana jumlah besar yang dikucurkan Pemprov Kaltim dapat dengan mudah mereka kuasai bersama-sama. PT AKU yang diharapkan Pemprov Kaltim agar dapat memberikan sumbangsih pada pendapatan asli daerah, justru ikut berakhir bangkrut. Akibat perbuatan terdakwa maupun rekannya itu, Pemprov Kaltim harus menderita kerugian sebesar RP 29 miliar. Kerugian itu sesuai perhitungan dari pihak BPKP. Kerugian negara sebesar Rp 29 miliar, dengan perincian penyertaan modal Rp 27 miliar ditambah laba operasional PT AKU yang digunakan kembali dalam kerja sama dengan pihak ketiga, kurang lebih sebesar Rp 2 miliar. Atas perbuatannya itu, kedua terdakwa didakwa melanggar pasal 3 Juncto pasal 18 Undang-Undang (UU) nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU RI nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI nomor 31 tahun 1999, Juncto pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. (bdp/zul)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: