Mahasiswa yang Diduga Membawa Sajam di Aksi Tolak UU Cipta Kerja Dituntut 6 Bulan Penjara

Mahasiswa yang Diduga Membawa Sajam di Aksi Tolak UU Cipta Kerja Dituntut 6 Bulan Penjara

Sidang dugaan membawa senjata tajam (Sajam) dalam aksi tolak Undang-Undang (UU) Cipta Kerja sampai ke agenda tuntutan. Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut hakim menyatakan Firman bersalah. Kuasa hukum menyebut JPU “sedang tidur”.

nomorsatukaltim.com - Dalam sidang yang digelar secara daring di Pengadilan Negeri (PN) Samarinda, mahasiswa perguruan tinggi di Samarinda itu dituntut penjara selama enam bulan. Jaksa menyatakan Firman Ramadani secara sah dan meyakinkan bersalah menguasai senjata tajam saat aksi menolak UU Cipta Kerja, November 2020 lalu. “Menuntut terdakwa dengan Pasal 2 ayat (1) UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951 dengan pidana penjara selama enam bulan,” ujar JPU Melati dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Samarinda, Rabu (31/3/2021). Baca juga: Sidang Dugaan Membawa Sajam di Aksi UU Ciptaker, Firman Ajukan Ahli dari UI Sementara majelis hakim yang diketuai Edy Toto Purba serta didampingi Agus Raharjo dan Hasrawati Yunus sebagai hakim anggota, langsung bertanya kepada Firman. “Bagaimana saudara Firman, apakah sudah mendengar tuntutan terdakwa?” tanya Edy. “Mendengar, Yang Mulia,” sahut Firman. Sementara saat pertanyaan dialihkan kepada penasihat hukum, mereka akan memberikan pembelaan. “Kami akan mengajukan pembelaan, Yang Mulia,” sambut Bernard Marbun, kuasa hukum Firman dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Samarinda. Sebelum menutup persidangan, majelis hakim memberikan waktu tujuh hari untuk penasihat hukum terdakwa mempersiapkan nota pembelaannya. “Setelah mendengarkan tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum dan pernyataan penasihat hukum, sidang ditutup dan akan kembali dilanjutkan pada Rabu 7 Maret 2021 mendatang, dengan agenda pledoi dari terdakwa,” tutupnya sambil mengetuk palu persidangan. Ditemui usai persidangan, Bernard Marbun menjelaskan, saat kejadian tersebut, Firman sebagai warga negara saat itu ditangkap. Sementara ia sedang menggunakan haknya sebagai warga negara untuk mengungkapkan pendapat di muka umum terkait UU Cipta Kerja. Ini adalah hak asasinya sebagai manusia. “Terkait tuntutan hari ini (kemarin, Red.), dari Jaksa Penuntut Umum tidak melihat sesuai dengan fakta persidangan yang sudah terungkap,” ucapnya. “Saya rasa Jaksa Penuntut Umum sedang tidur,” tegasnya. Kata Bernard, dalam uraian sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum tidak melihat keterangan dari saksi-saksi yang telah dihadirkan. Dalam keterangannya tidak seimbang antara di berita acara pemeriksaan (BAP) dengan yang sudah diutarakan melalui persidangan. Baca juga: Pembacaan Eksepsi, Hakim-Kuasa Hukum Firman Berdebat “Jaksa Penuntut Umum sudah mengetahui itu, tapi dalam tuntutannya dia tetap bersikeras untuk menyatakan Firman bersalah. Saya rasa ini Jaksa Penuntut Umum tidak melihat fakta persidangan yang terungkap di persidangan sebelumnya, dan seharusnya Firman sudah bebas,” katanya. Dalam waktu tujuh hari, pihaknya akan menyusun pledoi. “Dari situ kita akan mengurai bagaimana fakta di lapangan yang telah terungkap di persidangan.” pungkasnya. Diberitakan sebelumnya, Firman adalah satu dari dua mahasiswa peserta aksi tolak UU Cipta Kerja yang dibekuk aparat. Ia diduga membawa senjata tajam saat aksi, November 2020 lalu. Sebelum persidangan, kedua mahasiswa ini sempat mengikuti praperadilan. Namun dinyatakan ditolak oleh hakim tunggal. Sidangnya pun berlanjut hingga kini dengan nomor perkara 31/Pid.Sus/2021/PN Smr. Ia didakwa Pasal 2 ayat (1) UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951, dengan barang bukti yang diamankan adalah satu bilah badik warna cokelat berukuran 25 cm.  (bdp/zul)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: