3 Tahun Peristiwa Tumpahan Minyak di Teluk Balikpapan, Kompak Gelar Aksi di Depan PT Kaltim
Koalisi Masyarakat Peduli Tumpahan Minyak (Kompak) menggelar aksi demonstrasi di depan gedung Pengadilan Tinggi (PT) Kaltim, Jalan M. Yamin, Gn. Kelua Samarinda Ulu, Rabu (31/3/2021). Aksi untuk memperingati tiga tahun peristiwa tumpahan minyak di Teluk Balikpapan, 31 Maret 2018 silam.
nomorsatukaltim.com - Gabungan masyarakat sipil dan sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Kaltim itu ingin mengingatkan PT Kaltim, pemerintah, dan seluruh komponen masyarakat. Bahwa masyarakat pesisir dan nelayan tradisional di Teluk Balikpapan belum melupakan tragedi yang menyebabkan lima orang meregang nyawa. Massa Kompak menuntut, banding yang diajukannya ke PT Kaltim dikabulkan. Yang diklaim sebagai bentuk perlindungan negara atas keselamatan masyarakat pesisir dan nelayan tradisional. Serta keberlanjutan lingkungan hidup di Kalimantan Timur, khususnya di perairan Teluk Balikpapan. Menurut Koalisi, peristiwa tumpahan minyak disertai kebakaran hebat di perairan teluk yang membelah Kota Balikpapan dan Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) itu, telah menyebabkan dan menyisakan derita lingkungan dalam kurun tiga tahun belakangan. Ancaman kerusakan ekosistem lingkungan disebut mereka telah dan terus mengancam para nelayan tradisional yang menggantungkan hidup di perairan tersebut. Namun demikian, para aktivis yang tergabung dalam Koalisi menggaungkan, hingga saat ini belum ada tindak lanjut penyelesaian dari pihak berwenang atas semua persoalan yang diakibatkan oleh tragedi ini, seperti dibeberkan sebelumnya. Koalisi itu menyebut, pihak-pihak yang seharusnya bertanggung jawab atas kejadian tersebut, dan seharusnya melakukan pemulihan lingkungan. Yakni Pemerintah dan PT Pertamina Refinery Unit V, yang sampai saat ini dinilai terkesan abai dan menutup mata. "Kasus ini masuk dalam kategori pelanggaran berat, karena telah berdampak pada hilangnya lima nyawa manusia. Hancurnya mata pencaharian masyarakat pesisir dan nelayan tradisional, serta rusaknya lingkungan yang skalanya mematikan dan sangat luas," ungkap Direktur Eksekutif Daerah Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kaltim, Yohana Tiko. Sebuah LSM yang fokus pada isu-isu kerusakan lingkungan. Hal yang mengecewakan kemudian, kata Pradarma Rupang, Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim, ialah tidak adanya langkah konkret dari pihak-pihak terkait. Yaitu mulai dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi Kaltim, Pemkot Balikpapan, Pemkab PPU, dan PT Pertamina Refinery Unit V, pasca tragedi tersebut. Terutama upaya pemulihan lingkungan. Menurut catatannya, sepanjang 2004 hingga 2020, kawasan perairan teluk dan pesisir Balikpapan telah enam kali mengalami pencemaran minyak. "Pemerintah perlu melakukan audit menyeluruh dengan mengevaluasi izin lingkungan PT Pertamina RU V," ujarnya.MENANG GUGATAN DI PN BALIKPAPAN
Diterangkan dalam perjalanannya, Koalisi ini telah mengeluarkan gugatan citizen lawsuit atau gugatan warga negara di Pengadilan Negeri (PN) Balikpapan. Rupang dan kawan-kawannya yang tergabung dalam koalisi, mendaftarkan gugatan pada 13 Mei 2020. Yang ditujukan kepada enam pejabat negara. Terdiri dari Gubernur Kalimantan Timur, Bupati Penajam Paser Utara, Wali Kota Balikpapan, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Perhubungan, serta Menteri Kelautan dan Perikanan, yang dinilai bertanggung jawab dan lalai melaksanakan kewajiban hukumnya dalam penanganan kejadian yang disebut tragedi itu. Setelah melalui proses persidangan yang panjang, gugatan tersebut dikabulkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Balikpapan pada 18 Agustus 2020. Dalam amar putusan yang dibacakan, Ketua Majelis Hakim Ikhwan Hendrato yang juga Ketua Pengadilan Negeri Balikpapan, mengabulkan sebagian gugatan koalisi. Hal-hal yang dikabulkan oleh majelis hakim berkaitan dengan pembentukan kebijakan berupa peraturan perundang-undangan. Yang menjadi kewajiban dan kewenangan para tergugat berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Namun Koalisi gabungan ini menganggap putusan tersebut ironis. Pasalnya, hal yang dianggap strategis dalam tuntutan mereka, yakni pemulihan lingkungan, audit lingkungan, penegakan hukum, serta hal-hal lain dalam rangka pencegahan dan antisipasi potensi terjadinya tragedi serupa, ditolak oleh majelis hakim. "Atas dasar itulah pada 2 September 2020, Kompak mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Kalimantan Timur” kata kuasa hukum mereka, Fathul Huda. (das/zul)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: