Mengurai Duduk Perkara Konflik Hutan Adat (2): Syukuran Panen di Kaki Pelangi

Mengurai Duduk Perkara Konflik Hutan Adat (2): Syukuran Panen di Kaki Pelangi

Selama belasan tahun, berbagai pihak mencoba mengurai benang kusut konflik yang terjadi di Desa Long Bentuq, Kabupaten Kutai Timur. Titik temu mulai terlihat, setelah para ketua adat sepakat mengakhiri perselisihan.

nomorsatukaltim.com -Setelah melakukan perjalanan darat sekitar 8 jam, kami tiba di Desa Long Bentuq. Kedatangan kami bertepatan dengan acara syukuran panen raya. Masyarakat Long Bentuq dan Kecamatan Busang, pada umumnya ialah petani ladang. Mereka juga menanam padi gunung.  Tahun ini, hasil panen padi mereka jauh lebih baik. Acara syukuran itu diselenggarakan secara sederhana di sebuah tak jauh dari ladang. Para lelaki dan wanita bergotong-royong menyiapkan sajian untuk acara itu. Menu utamanya: nasi lemang. Baca juga: Mengurai Duduk Perkara Konflik Hutan Adat (1): Melihat dari Dekat Desa Long Bentuq Bapak-bapak menyiapkan bantu dan tempat pembakaran, sementara para ibu menyiapkan beras hasil panenan. Mereka membungkus beras yang sudah dicampur dengan santan dan bumbu ke dalam daun pisang, sebelum memasukkan ke potongan bambu. “Ini memang rutin kami lakukan, waktu panen padi gunung. Sebagai bentuk syukur,” kata Kepala Desa Long Bentuq Heriansyah. Warga juga menghidangkan olahan ikan dan sayur-sayuran. “Lemang ini rasanya sangat gurih. Beras gunungnya organik. Tidak menggunakan pupuk dan pestisida, sangat enak," Kata Heriansyah. Nikmatnya hidangan yang disuguhkan warga hampir membuat kami melupakan tujuan datang ke desa ini.

KONTROVERSI KAKI PELANGI

Desa Long Bentuq merupakan satu dari enam desa yang masuk wilayah Kecamatan Busang. Kecamatan ini pernah masyur menjelang kejatuhan Orde Baru. Penyebabnya, skandal emas yang melibatkan perusahaan multinasional, Bre-X Minerals. Hampir tiga dasawarsa yang lalu, di pedalaman Kutim ini pernah dilaporkan memiliki cadangan emas fantastis. Tepatnya pada 1995. Cadangan emasnya dikabarkan mencapai 200 juta ounces atau sekitar 6.200 ton. Disebut-sebut merupakan besaran dari delapan persen keseluruhan cadangan emas dunia. Namun, laporan dari Kanada ini akhirnya diketahui hanyalah tipu muslihat Bre-X Minerals. Kisah penipuan dramatis sepanjang sejarah tambang emas yang sempat membuat banyak orang rugi besar setelah menanamkan sahamnya ini, bahkan diangkat dalam film layar lebar oleh Hollywood dengan judul "Gold". Dirilis pada 2016, film yang dibintangi Matthew McConaughey dan Edgar Ramírez itu bermula dari sandiwara penemuan cadangan emas di belantara Indonesia. Tujuannya menaikkan harga saham perusahaan. Skandal Tambang Emas Busang atau Skandal Bre-X ini diawali pada 1993. Ketika itu, seorang ahli geolog asal Filipina, Michael de Guzman, menjelajahi sejumlah hutan di Kalimantan. Saat berhasil keluar dari rimba. Michael de Guzman membawa kabar luar biasa dan mengguncangkan dunia. Dia Mengaku telah menemukan jutaan ton cadangan emas yang siap ditambang. Ia bahkan memproduksi ribuan contoh emas. Dan berhasil menarik para investor untuk menanamkan modalnya di perusahaan tambang Kanada tempatnya bekerja, Bre-X Minerals. Dari sinilah kemudian harga saham Bre-X naik drastis. Sejak saat itu, nama Busang mendunia. Kecamatan kecil di pinggiran Kalimantan Timur yang hanya dihuni enam desa ini menjadi terkenal sejagat raya. Sayang, ketenarannya itu akibat tipu muslihat. Jika benar cadangan emas Busang mencapai 6.200 ton, mungkin kawasan ini tidak tertinggal seperti sekarang. Mungkin kawasan ini akan menjadi metropolis, tidak gelap gulita seperti sekarang, karena belum teraliri listrik dari PLN. Kandungan emas di kawasan Busang memang ada. Namun cuman sedikit. Sehingga hanya bisa dilakukan penambangan tradisional oleh warga setempat. Hingga saat ini, kawasan sungai dan pegunungan yang pernah diisukan memiliki banyak cadangan emas itu masih dilakukan tambang semitradisional oleh warga setempat. Untuk jarak menuju lokasi yang bisa ditambang, berada cukup jauh dan medannya sangat ekstrem. Medan ekstrem tersebut karena dari Desa Long Lees, yang bisa ditempuh dari Sungai Kelinjau ke arah hulu selama 12 jam. Mendiang Bondan Winarno mengulas skandal ini dalam bukunya: “Bre-X: Sebungkah Emas di Kaki Pelangi”. Buku setebal 280 halaman itu diterbitkan pada 1997. Namun ketika buku itu terbit, wartawan senior itu sempat dituntut Menteri Pertambangan  I.B. Sudjana.

DARI TAMBANG KE SAWIT

Saat ini, Busang tak lagi dikenal karena tambang emas. Perkebunan sawit meluas sejak Orde Baru runtuh. Kedatangan perusahaan sawit di tahun-tahun pertama reformasi menimbulkan ketegangan di tengah masyarakat. Termasuk apa yang terjadi di Desa Long Bentuq. Misalnya, soal berita pencaplokan lahan hutan adat dan kriminalisasi terhadap warga suku Dayak Modang Long Wei di desa ini. Terkait isu ini, Kepala Desa Long Bentuq, Heriansyah menampiknya. "Tidak benar seperti itu. Kami di sini tenteram tidak ada gangguan apapun. Jadi tidak benar seperti kabar yang beredar di luar sana. Seperti ada yang mengatakan, kalau di sini ada kriminalisasi, bahkan sampai berbau SARA. Itu tidak benar, mungkin bisa dicek sendiri. Bahwa kami damai-damai saja di sini," ujarnya. "Biar saya dengan dibantu pak Le'eng untuk menjelaskan kronologinya. Beliau paham bener, karena beliau juga dulu mantan Plt Kades kami. Lebih baik, pak Le'eng yang menyampaikan," ucap Heriansyah kepada Stefanus Le'eng. Stefanus Le’eng merupakan Ketua RT 03. Ia berada di lingkungan yang disebut terlibat dalam sengketa lahan adat. Pria 64 tahun ini, sebelumnya merupakan mantan Plt Kades Long Bentuq tahun 2014. Benarkan sudah tidak ada sengketa di tanah adat? (bersambung/aaa/yos)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: