PLN Siap Optimalkan Limbah FABA

PLN Siap Optimalkan Limbah FABA

Balikpapan, nomorsatukaltim.com –  Dikeluarkannya kebijakan Fly Ash Bottom Ash, FABA, dari limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) menjadi perhatian Perusahaan Listrik Negara (PLN).

Pasalnya, PLN siap mengoptimalkan pemanfaatan FABA. Limbah padat yang dihasilkan dari proses pembakaran batu bara pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Untuk menjadi bahan baku keperluan sektor konstruksi, infrastruktur bahkan pertanian. “Di negara-negara lain, seperti Amerika Serikat, Jepang, Eropa, India dan beberapa negara lain hal ini bukanlah sesuatu yang baru. Mereka tidak memasukan FABA ke dalam kategori limbah B3,” tutur Executive Vice President Corporate Communication dan CSR, Agung Murdifi, Senin (15/3). Berdasarkan hasil uji laboratorium independen atas Toxicity Characteristic Leaching Procedure (TCLP) dan Lethal Dose 50 (LD50) yang sampelnya berasal dari beberapa PLTU. FABA yang dihasilkan tidak mengandung unsur yang membahayakan lingkungan. Beberapa laboratorium telah melakukan uji kimia dan biologi atas FABA. Di antaranya laboratorium Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara Kementerian ESDM bersama Laboratorium Pusat Penelitian Sumber Daya Alam dan Lingkungan (PPSDAL) Universitas Padjadjaran. Beberapa pengujian toxicology-pun menunjukkan bahwa abu batu bara yang diteliti dapat dikategorikan sebagai limbah tetapi bukan B3. Meskipun telah menjadi limbah non B3. Seluruh syarat persetujuan lingkungan dipenuhi sesuai standar dan ketentuan nasional yang telah mengacu pada standar prosedur internasional Best Available Techniques (BAT) dan Best Environmental Practices (BEP). PLN memastikan tidak akan membuang limbah-limbah tersebut. Akan tetapi lebih mengoptimalkan pemanfaatannya. Karena dapat memberikan nilai ekonomi atas limbah tersebut. Terutama bagi masyarakat. PLN juga akan bekerja sama dengan banyak pihak. Terutama UMKM untuk memanfaatkan lebih lanjut FABA yang telah dihasilkan sebagai limbah dalam proses produksi listrik. “Kami telah melakukan berbagai uji coba dan mengembangkan agar FABA hasil pembakaran di PLTU bisa dimanfaatkan dan hasilnya sangat menggembirakan. FABA bisa dimanfaatkan untuk bahan penunjang infrastruktur seperti jalan, conblock, semen, hingga pupuk,” ungkap Agung. Di PLTU Tanjung Jati B yang berlokasi di Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, limbah FABA sendiri telah berhasil menjadi berkah bagi masyarakat sekitar. Berbekal izin dari Kementerian Lingkungan Hiduo dan Kehutanan (KLHK), PLTU Tanjung Jati B menyulap FABA menjadi batako, paving dan beton pracetak. Yang digunakan untuk kegiatan CSR pembangunan rumah warga tidak mampu di sekitar pembangkit tersebut. “Hasil olahan dari limbah FABA itu kami manfaatkan untuk merenovasi rumah di sekitar PLTU Tanjung Jati B,” kata Agung. Sebagai gambaran, satu rumah bertipe 72 yang dibangun membutuhkan sekitar 1.600 batako yang menyerap 11 ton FABA untuk pembuatannya. Sepanjang 2020, PLTU Tanjung Jati B telah berhasil menyalurkan 115.778 buah paving dan 82.100 batako dari FABA untuk pembangunan infrastruktur. Setelah tahun lalu membukukan 15.241 paving dan 20.466 batako. “Terbaru kami salurkan sebanyak 32.600 buah paving untuk renovasi masjid Darul Muttaqin, Desa Kaliaman, Kembang, Jepara,” imbuh Agung. Selain itu, di PLTU Asam Asam memanfaatkan FABA sebagai road base (lapisan jalan) dalam pembuatan akses jalan. PLTU Suralaya memanfaatkan FABA sebagai bahan baku batako dan bahan baku di industri semen. Sementara, PLTU Ombilin memanfaatkan FABA menjadi campuran pupuk silika. “PLN yakin momentum ini sebagai era baru pengelolaan FABA. Memberi harapan baru pada infrastruktur lebih murah dan kualitas lingkungan yang lebih baik,” pungkas Agung. Seperti diketahui, pemerintah mengeluarkan sebagian limbah batu bara dari daftar limbah bahan berbahaya dan beracun. KLHK menilai limbah yang dikeluarkan tersebut sudah diolah dengan fasilitas dan teknologi baik. Sehingga kandungan karbon di limbah FABA diklaim menjadi minimum. Teknologi yang dimiliki Indonesia juga sudah bisa membuat limbah FABA bisa dimanfaatkan sebagai bahan bangunan, substitusi semen, serta bahan pembuatan jalan. Meski sudah dikeluarkan dari daftar limbah berbahaya, pengelolaan dari perusahaan batu bara tetap harus memenuhi standar pengelolaan dokumen lingkungan. (fey/eny)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: