Sebagian Besar Elpiji Masih Impor, Hilirisasi Batu Bara Bisa Jadi Solusi

Sebagian Besar Elpiji Masih Impor, Hilirisasi Batu Bara Bisa Jadi Solusi

Jakarta, Nomorsatukaltim.com - Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) memproyeksikan kebutuhan Liquified Petroleum Gas atau elpiji sebagai energi rumah tangga akan mengalami pertumbuhan hingga 10 juta metric ton (MT) pada 2030. Meningkat dibandingkan kebutuhan saat ini sekitar 8 juta MT per tahun.

Peningkatan kebutuhan elpiji tersebut berpotensi menaikkan volume impor elpiji. Mengingat saat ini produksi elpiji di kilang dalam negeri serta Pertamina dan KKKS sekitar 1,8–2 juta MT per tahun. Dan akan meningkat menjadi 3 juta MT per tahun saat proyek peningkatan kapasitas kilang Pertamina melalui proyek Refinery Development Master Plan (RDMP) telah selesai. Dalam rangka menekan impor elpiji sekaligus menurunkan current account deficit dan trade balance deficit, maka proyek hilirisasi batu bara menjadi Dimethyl Ether (DME) yang disusun pemerintah dan tertuang dalam Program Strategis Nasional menjadi salah satu solusi yang dipilih. Selain pengembangan energi rumah tangga alternatif lainnya seperti kompor listrik dan jaringan gas (jargas) kota. Dari total konsumsi domestik sebesar 8 juta MT per tahun, 95 persen penggunaan elpiji adalah untuk rumah tangga. Termasuk segmen usaha kecil dan koperasi. Yang meningkat pesat. Seiring dengan semakin luasnya wilayah konversi elpiji. “Berdasarkan sumbernya, kurang lebih 75 persen dari kebutuhan elpiji Indonesia saat ini dipenuhi dari pembelian impor,” ungkap Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga Subholding Commercial and Trading Pertamina, Hasto Wibowo, baru-baru ini. Dengan mempertimbangkan besarnya potensi dan cadangan batu bara (low rank coal) di Indonesia. Yang dapat diolah menjadi DME. Yang saat ini diperkirakan mencapai kurang lebih 14 miliar MT. Tentunya dapat dimanfaatkan dan digunakan sebagai energi alternatif rumah tangga. Dalam jangka panjang. Saat ini tengah serius dijajaki kerja sama pengembangan fasilitas produksi DME di Tanjung Enim, Sumatera Selatan, oleh PT Pertamina (Persero), PT Bukit Asam Tbk (PTBA) dan Air Product dengan kapasitas DME 1,4 juta MT per tahun atau 1,07 juta MT setara elpiji. Selain melakukan kerja sama dengan PTBA dan Air Product, sejumlah skema kerja sama pengembangan hilirisasi batu bara menjadi DME terus dijajaki oleh Pertamina. Dengan beberapa coal producer lainnya. Untuk mendukung penggunaan DME sebagai energi rumah tangga alternatif sebagaimana telah ditetapkan dalam RUEN, Pertamina juga masih terus melakukan kajian yang optimal. Atas rencana implementasi penggunaan DME di masyarakat. “Dengan skema yang mengerucut pada penerapan 100 persen DME di cluster tertentu. Yang sudah menerapkan DME sebagai pengganti elpiji,” ujar Hasto. Dia mengatakan, dilihat dari sisi end customer, penggunaan DME akan memerlukan penyesuaian kompor, regulator, dan valve. Dari sisi pemerintah, akan ada potensi pengurangan defisit neraca perdagangan dan menambah ketahanan energi. Karena ketergantungan energi dari sumber impor berkurang. “Pertamina sangat serius. Agar eksekusi sumber bahan bakar DME yang berasal dari produksi domestik ini dapat segera diterapkan. Penyesuaian kompor dan lain-lain yang diperlukan uuntuk penerapan DME ini perlu dipikirkan bersama mekanismenya,” kata Hasto. Sebagai energi alternatif pengganti elpiji, harga DME tidak bisa lepas dari harga elpiji. Perolehan harga elpiji impor secara historikal sangat fluktuatif. Maka untuk memberikan nilai tambah, harga DME tidak boleh lebih mahal dari elpiji. Karena jika harga DME lebih mahal dari harga elpiji dan selama skema harga subsidi elpiji masih diberikan, maka pemerintah akan menanggung beban subsidi yang lebih besar. Ini yang harus dihindari. Hasto mengatakan, batas atas harga DME tidak boleh lebih mahal dari elpiji dan batas bawah perlu mempertimbangkan keekonomian dan keberlangsungan para pihak dalam proyek gasifikasi coal to DME. Dalam menetapkan harga DME sebagai elpiji, Pertamina sebagai offtaker akan memperhatikan historial price dan future price elpiji. Agar pelaksanaan proyek gasifikasi coal to DME ini bisa dieksekusi, Pertamina mengharapkan dan membutuhkan dukungan penuh pemerintah dengan adanya pengaturan kebijakan diversifikasi energi rumah tangga nasional tercantum dalam RUEN (proporsi elpiji, DME, jargas dan kompor listrik); penugasan pemerintah kepada Pertamina selama jangka waktu keekonomian infrastruktur DME. Selain itu, penerapan skema subsidi elpiji yang sama diterapkan ke DME (saat ini untuk penyaluran elpiji PSO masih diatur oleh skema subsidi); konsep harga beli/offtaker DME dengan formula basis related dengan harga elpiji. Juga pengaturan kuota impor elpiji untuk menghindari kanibalisme DME oleh elpiji. Untuk wilayah konversi elpiji ke DME diperlukan pengaturan. Tidak ada suplai elpiji swasta yang dapat mengancam pasar DME. Vice President Planning and Commercial Research Tecnology Center Pertamina, Andianto Hidayat mengharapkan kerja sama lain untuk mengembangkan fasilitas DME yang sama di beberapa lokasi. Sumatera dan Kalimantan adalah dua daerah yang kaya batu bara. Sudah saatnya untuk memonetisasi cadangan kekayaan alam Indonesia semaksimal mungkin. Menurut Andianto, secara teknologi batu bara bisa dimanfaatkan untuk produk-produk lain. Seperti metanol dan petrokimia. Namun karena saat ini tujuannya untuk mengurangi impor elpiji, maka difokuskan untuk produksi DME. “Dengan menyasar market PSO, Pertamina perlu mendapat payung hukum (dari pemerintah). Saat ini Pertamina hanya punya payung hukum sebagai distributor elpiji PSO. Sehingga perlu ada perluasan payung hukum. Agar Pertamina bisa jadi single distributor untuk elpiji PSO maupun DME PSO.” kata Andianto. Direktur Pembinaan Usaha Ditjen Minerba Kementerian ESDM, Sudjatmiko menjelaskan, peran batu bara masih signifikan hingga 2050. Jika kembali ke undang-undang, peningkatan nilai tambah batu bara dapat dilakukan secara ekonomis dan dengan teknologi, maka itu menjadi kewajiban. Terdapat enam varian pengembangan, peningkatan mutu batu bara, pembuatan briket, pembuatan kokas, pencairan batu bara, gasifikasi batu bara, termasuk undergorund coal gasification dan coal slurry. Pemanfaatan batu bara juga bisa dilakukan dengan membangun PLTU di mulut tambang “Dua proyek hilirisasi batu bara, yakni coal to DME yang digarap Pertamina, Bukit Asam, dan Air Product serta proyek coal to methanol yang digarap KPC sudah ditetapkan sebagai Proyek Stategis Nasional (PSN),” kata Sujatmiko. Selain mendukung upaya yang dilakukan Bukit Asam dan Pertamina dalam melakukan hilirisasi batu bara, pemerintah juga akan mengeluarkan kebijakan terkait konversi batu bara menjadi DME. Beleid tersebut akan keluar pada semester pertama 2021. (de/qn) Sumber: Pengembangan DME, Upaya Pertamina Menekan Impor LPG

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: