DPRD Kaltim Mediasi Kelompok Tani dan Sumalindo

DPRD Kaltim Mediasi Kelompok Tani dan Sumalindo

Samarinda, nomorsatukaltim.com – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kalimantan Timur (DPRD Kaltim) memediasi sengketa antara PT Sumalindo dan Kelompok Tani di Kelurahan Pendingin, Kecamatan Sangasanga, Kutai Kartanegara. Perusahaan yang mengklaim lahan garapan petani, ingin memanfaatkan tanah tidur yang sudah bertahun-tahun. Untuk meredam sengketa itu, Komisi II DPRD Kaltim menggelar pertemuan dengan kedua pihak, Rabu (10/3/2021).

Ketua Komisi II DPRD Kaltim, Veridiana Huraq Wang mengatakan, lahan yang menjadi obyek sengketa saat ini digarap kelompok tani. Yang berstatus sebagai lahan pemerintah disertai sertifikat. Namun belakangan menjadi permasalahan, ketika pihak perusahaan justru kembali masuk melakukan aktivitas di lahan yang sudah digarap menjadi sawah oleh Kelompok Tani. "Jadi, mereka memang secara legalnya tidak ada pinjam pakai dengan siapa-siapa lahan itu. Jadi digarap saja. Sebab melihat lahan itu terdiam," ungkap Veridiana ketika dikonfirmasi. Lanjut Veridiana, status lahan itu sebenarnya sudah ada kerja sama antara Pemprov Kaltim dengan pihak ketiga. Yakni PT Sumalindo, dan anak dari perusahaan tersebut bernama PT Nityasa Jasa Prima (NJP). Saat ini, PT NJP lah yang melakukan aktivitas di sana. "Sehingga masyarakat itu mengingkan 2 hal. Pertama, mereka minta diizinkan tetap melakukan kegiatan pertanian di lahan itu. Menanam padi dan sebagainya, karena itu adalah mata pencaharian. Tapi mereka sadar juga, kalau lahan itu bukan milik mereka," lanjut politisi dari Fraksi PDIP tersebut. Sehingga, apabila pihak perusahaan tetap melakukan kegiatan, masyarakat meminta pertimbangan. Sebab ada surat dari perusahaan yang menyebutkan, akan melakukan penanaman di lahan itu. Padahal, kini kondisi lahan sudah dibersihkan oleh masyarakat berupa pematangan lahan. "Jadi, keputusan rapat kita karena baru mendengar dari masyarakat, minggu depan kita akan agendakan untuk memanggil pihak perusahaan," jelas Veridiana. Waktu yang dilalui masyarakat selama menggarap lahan itu bervariasi. Ada yang sejak 2013, 2014, bahkan ada yang sejak tahun 90-an. Disertai 9 kelompok tani di lahan 350 hektar. Saat ini, pihaknya masih menyesuaikan jadwal untuk bertemu perusahaan. "Kalau boleh, petani minta tetap diizinkan untuk tetap beraktivitas di sawah. Tapi kalau perusahaan tetap kekeuh untuk melaksanakan, tolong dipertimbangkan untuk ada tali asih itu," pungkasnya. (aaa/yos)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: