Kerap Diteror, Begini Cara Atasi Intimidasi Pinjol

Kerap Diteror, Begini Cara Atasi Intimidasi Pinjol

BALIKPAPAN, nomorsatukaltim.com - Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) mengeluarkan panduan menghadapi persoalan pinjaman online (Pinjol). Organisasi yang mewadahi pelaku usaha Fintech Peer to Peer (P2P) Lending atau pendanaan online di Indonesia itu menyatakan sudah banyak kanal aduan yang dibuka. Baik oleh pemerintah, asosiasi maupun lembaga pengawas.

Tidak hanya keluhan, AFPI juga menyarankan masyarakat yang merasa terintimidasi bisa melapor ke penegak hukum. “Anda bisa mengumpulkan segala bukti ancaman, teror, pelecehan lalu kunjungi kantor polisi terdekat untuk membuat laporan pengaduan,” bunyi keterangan AFPI yang dikeluarkan baru-baru ini. Menurut AFPI, laporan pengaduan ke polisi adalah hak setiap warga negara apabila merasa mengalami kerugian material dan non material. Sedangkan upaya lain bisa melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK).  Yakni dengan cara tertulis melalui surat elektronik dengan alamat [email protected], telepon ke 157 di jam operasional, atau mengisi form pengaduan di  http://konsumen.ojk.go.id/FormPengaduan. Aduan juga bisa dilayangkan melalui AFPI, YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia maupun Lembaga Bantuan Hukum (LBH). Terkait dengan maraknya kasus pinjalan online, AFPI menilai sebagai akibat kondisi ekonomi yang terpuruk. “Ini membuat sebagian orang memanfaatkan untuk melakukan tindakan penipuan atas nama fintech pendanaan Bersama,” jelas AFPI dalam laman resmi. Namun organisasi yang ditunjuk Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ini, ikut melempar tangung jawab kepada konsumen yang melakukan peminjaman. Ini terlihat dari pernyataan mereka selanjutnya. “Dalam kondisi serba susah ini, sebagian orang berpikir pendek untuk mendapatkan uang tanpa berpikir panjang. Salah satunya dengan memanfaatkan pinjaman online ilegal yang marak muncul lewat pesan singkat di ponsel.” Iming-iming kemudahan pencairan, proses tidak ribet membuat orang tertarik untuk menyetujui melakukan pinjaman dana. Tapi, mereka tidak berpikir akan akibat yang akan diterima ke depannya. Inilah yang kemudian menjadi masalah krusial yang dihadapi oleh peminjam dana. Di tengah keadaan tersebut, mulai muncul banyak keluhan terkait perilaku pinjol ilegal yang kerap merugikan peminjam dana seperti, bunga yang sangat tinggi, penggunaan data pribadi, ketentuan yang tidak transparan hingga cara penagihan yang tidak sesuai aturan. AFPI menyatakan fintech pendanaan bersama berbeda dengan pinjol. “Fintech pendanaan bersama diawasi ketat oleh Otoritas Jasa Keuangan, tidak sama dengan pinjol ilegal. Mereka seakan tiada matinya. Ditutup satu akun, akan muncul dua atau tiga pinjol ilegal di waktu yang sama karena menggunakan teknologi yang membuat mereka mudah melakukan replikasi, tinggal copy paste dan ganti aplikasi. Aparatur dan OJK pun dibuat kewalahan untuk mengejar,” bunyi pernyataan AFPI. Pinjol ilegal ini tidak takut izinnya dicabut oleh regulator, mereka bergerak cepat tanpa aturan juga etika. Kasus pinjol ilegal pun mulai bermunculan, seperti proses penagihan yang tidak ‘manusiawi’, melipatgandakan pinjaman dana dan bunga lebih dari 100% apabila terjadi tunggakan, data di ponsel peminjam dana diambil tanpa adanya izin. Tercatat di data Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), rentang waktu dari Januari sampai November 2020 ada 3.726 laporan pengaduan konsumen akan P2P lending. Laporan pengaduan yang masuk ke layanan jendela AFPI berkaitan dengan penagihan tidak beretika, bunga, pelanggaran data pribadi, restrukturisasi dan lainnya. Juru bicara AFPI, Andi Taufan Garuda Putra, mengatakan laporan pengaduan 58,4% berasal dari konsumen fintech pendanaan bersama legal yang juga anggota AFPI, sisanya 41,6% adalah laporan pengaduan dari peminjam dana pinjol illegal. (yos)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: