CATATAN: Rivalitas Borneo FC dan Arema Adalah Romantisme Sepak Bola
Kasus Hendro Siswanto yang heboh itu. Nyatanya bukan konflik pertama antara Borneo FC dan Arema FC. Tikung-menikung, jika boleh dikatakan seperti itu. Antar kedua klub. Di dua musim terakhir telah menghadirkan cukup banyak drama. Sebuah tontonan yang memang sudah seharusnya ada. Untuk mewarnai sepak bola Indonesia yang masih merangkak ini.
OLEH: AHMAD AGUS ARIFIN
RIAK-riak drama sepak bola antara Borneo FC Samarinda dengan Arema FC bermula pada akhir musim 2019. Mungkin di musim-musim sebelumnya sudah ada. Tapi sudahlah. Kita bicarakan yang masih hangat saja.
Kala itu, Borneo FC Samarinda sedang bagus-bagusnya. Cukup lama mereka menghuni peringkat kedua klasemen Liga 1 2019. Padahal dilihat dari materi pemainnya. Tak banyak bintang mentereng. Malah pemain muda dari akademi cukup banyak unjuk gigi. Dan itu ada aktornya. Mario Gomez.
Mario Gomez sebelumnya memang punya reputasi bagus di Persib Bandung. Ia dikenal sebagai pelatih bertangan dingin. Yang hobi mengorbitkan pemain muda. Tak hanya diberi debut. Tapi pemain-pemain muda itu diberi jam terbang yang cukup.
Itu pula yang ia lakukan di Borneo FC. Sihran, Iksan, Nurdiansyah, serta Wahyudi Hamisi. Hanyalah beberapa pemain yang ia beri kepercayaan besar. Bermain bersama tim utama.
Sayangnya, Borneo FC mengakhiri musim dengan anti klimaks. Terkapar di posisi ketujuh. Tempat terbaik mereka selama berkiprah di Liga 1. Beberapa laga di akhir musim dilalui dengan susah payah. Seperti ada yang hilang dari penampilan anak-anak Pesut Etam.
Singkatnya, Mario Gomez yang sebelum 7 laga terakhir menyatakan siap menambah masa abdi di Borneo FC. Sinar di wajahn ya mulai memudar seiring hasil buruk yang didera timnya.
Saya ingat betul. Di pertandingan kandang terakhir. Saya bertanya apakah ia masih ingin melanjutkan kariernya di Samarinda. Dan jawabnya adalah…kita lihat saja nanti. Loh?
Kok berbeda sekali dengan yang ia ucapkan beberapa pekan sebelumnya. Yang Mario bilang ia betah di Samarinda. Ia sudah kadung nyaman dengan kondisi kota dan suasana tim. Sudah cocok dengan manajemen dan ofisial tim. Kok, gitu?
Saya pun penasaran. Mulailah insting jurnalis saya menjadi liar. Berbagai informasi saya kumpulkan. Sampai pada sumber dalam, yang bahkan sulit diakses oleh awak media. Saya dapatkan satu hal. Klub ingin Mario Gomez memperpanjang kontrak. Hasil buruk di akhir kompetisi tak mempengaruhi komitmen klub.
Saya pikir itu yang akan terjadi. Karena biasanya, Borneo FC memang suka sekali berganti-ganti pelatih dan pemain kalau target tidak tercapai. Tapi dalam kasus Mario, ini berbeda. Klub masih mau pelatih Argentina itu di Samarinda. Melanjutkan apa yang sudah ia dan tim pelatihnya kerjakan di sepanjang tahun 2019 yang fantastis itu.
Sampai musim benar-benar berakhir. Orang pertama yang saya tanyakan ke manajemen adalah Mario Gomez. Yang sayangnya, jawabannya begitu tidak enak. Mario enggan memperpanjang kontrak.
Beberapa hari berselang, tersiarlah kabar yang ditunggu-tunggu. Mario Gomez pergi ke Arema FC. Tepat beberapa hari setelah musim berakhir. Masa di mana ia harusnya masih bersantai. Istirahat sejenak melepas tekanan yang terjadi sepanjang musim.
Ini asumsi saya. Mario Gomez memang sudah mendapat tawaran sebelumnya dari Arema FC. Merujuk pada perubahan sikap Mario jelang musim berakhir. Tentu saja ini tidak akurat. Hanya sebuah asumsi dari pengamatan saja.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: