Menolak, Sanksi Menanti

Menolak, Sanksi Menanti

TANJUNG REDEB, DISWAY – Vaksinasi tahap kedua menyasar 13 kelompok masyarakat, terutama yang beraktivitas kaitannya dengan pelayanan publik. Lalu, bagaimana dengan mereka yang menolak vaksinasi?

Bupati Berau Agus Tantomo mmenyebut, 13 kelompok masyarakat itu terdiri dari masyarakat lanjut usia (Lansia), tenaga pendidik, pedagang pasar, tokoh agama, wakil rakyat (DPR, DPD, DPRD), dan Pejabat Negara (menteri, kepala lembaga, gubernur, bupati/walikota). Kemudian, ada pegawai pemerintah (ASN pusatd dan daerah), keamanan (TNI, Polri, Satpol PP), pelayan publik (Damkar, BPBD, BUMN, BUMD, BPJS, kepala dan perangkat kampung), transportasi publik (taksi, ojek online, ojek pangkalan dll) atlet, wartawan dan pekerja media, pariwisata (petugas pariwisata, hotel, dan restoran). “Karena mereka-mereka itu kerap berinteraksi secara langsung dengan masyarakat,”  jelasnya, Senin (15/2). Lanjut Agus, tahap dua kali ini untuk lansia masuk dalam sasaran pemberian vaksin tahap 2. Sehingga lansia di Kabupaten Berau, akan masuk dalam pendataan pemerintah, terkecuali lansia yang merupakan penyintas COVID-19. Sementara itu, untuk masyarakat usianya di bawah 18 tahun, masih belum bisa mendapatkan vaksinasi, karena hasil ujinya belum diketahui. “Kalau tahap pertama kemarin kan lansia tidak boleh, sekarang boleh. Hanya mungkin bedanya, suntik vaksin pertama dan kedua jaraknya 28 hari. Kalau yang tahap satu kemarin itu, suntik pertama dan kedua jaraknya 14 hari,” jelas Bupati. Ditanya kapan pemberian vaksin tahap kedua dilaksanakan. Agus mengatakan, dari hasil pertemuannya dalam pembahasan akselerasi capaian vaksinasi bersama Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melalui daring, Senin (15/2), tidak disebutkan kapan waktunya. Ia menuturkan, untuk vaksin tahap pertama ini harus secepatnya diselesaikan, agar pelaksanaan vaksin tahap kedua bisa segera. Terlebih, pada vaksin tahap kedua ini, terdapat 13 golongan. Salah satunya yakni lansia di atas 58 tahun bisa mengikuti vaksin tersebut. “Tadi (kemarin) tidak dijelaskan saat pertemuan. Hanya dikatakan dalam waktu dekat. Artinya, vaksinnya harus tiba dulu, baru bisa dilakukan vaksin tahap dua. Tidak masalah sambil menyelesaikan vaksin tahap pertama, juga dimulai tahap kedua itu tidak masalah,” jelasnya. Sementara ini, untuk data dari 13 kelompok masyarakat masih dalam proses pendataan dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Berau. Awalnya Berau mendapat 137.464 dosis vaksin, namun melihat perkembangannya kemungkinan akan bertambah. Hal ini karena, Indonesia juga akan mendapatkan tambahan kuota vaksin. “Sekarang itu masih dikerjakan. Memang sampai sekarang kami belum mendapat kabar berapa jatah vaksin untuk tahap dua ini, karena data ini bergerak terus. Harusnya bertambah seiring bertambahnya kuota nasional,” jelasnya. Dirinya mengingatkan, kepada calon penerima vaksin, hendaknya bersedia divaksin jika tidak ingin mendapat sanksi. Sebab, Presiden Joko Widodo telah mengeluarkan Perpres Nomor 14 Tahun 2021 tentang Pengadaan Vaksin, serta Vaksinasi COVID-19. Dalam perpres itu, diatur sanksi bagi masyarakat yang menolak disuntik vaksin COVID-19 yakni di Pasal 13A ayat (4). Ada 3 sanksi administratif yang diancamkan, yakni penundaan atau penghentian pemberian jaminan sosial atau bantuan sosial. Kemudian penundaan atau penghentian layanan administrasi pemerintahan. dan pemberian denda. “Perpres ini berlaku untuk seluruh Indonesia, termasuk di Kabupaten Berau,” ujarnya. Dia melanjutkan, adapun tujuan dilakukan vaksinasi, agar masyarakat Indonesia, khususnya Berau dapat secepatnya mencapai kekebalan tubuh, serta menekan Pandemik COVID-19. “Karena itu, program ini menjadi tanggung jawab bersama sebagai warga negara yang baik untuk ikut berpartisipasi terhadap pemerintah dalam menekan tingkat penularan COVID-19 di Kabupaten Berau,” pungkasnya. Terpisah, Kepala Dinas Kesehatan Berau, Iswahyudi mengaku, secara fisik, dirinya belum menerima salinan dari Perpres itu. Namun, dirinya sudah melihat melalui telepon genggamnya beredar. “Sejak awal pandemik, setiap edaran atau aturan baru itu sekarang dikirimkan melalui WhatsApp, jadi saya baca di situ,” ujarnya kepada Disway Berau. Diakuinya, juga baru membaca Perpres dan belum mengetahui tindak lanjut dari peraturan yang dibuat oleh Presiden Jokowi itu. “Belum ada sosialisasi soal itu,” katanya. Kendati demikian, dirinya sangat mendukung kebijakan yang telah dibuat oleh Presiden Jokowi. Sehingga, siapapun yang menolak untuk divaksin tanpa adanya alasan yang jelas, maka harus diberikan sanksi. “Masyarakat memang harusnya bisa mendukung upaya apa yang dilakukan oleh pemerintah. Tujuannya bukan untuk membinasakan, tapi untuk membuat masyarakat lebih aman,” ungkapnya. Yang memiliki hak atau wewenang menentukan seseorang itu berhak atau tidak mendapatkan vaksin, bukan si calon penerima itu sendiri. Tapi petugas kesehatan yang sudah dilatih. Iswahyudi menyebut, tidak semua orang bisa dan layak mendapatkan vaksin. Karena, ada beberapa pertimbangan dan syarat yang harus terpenuhi terlebih dahulu. “Petugas akan berkata sejujurnya. Kalau memang bisa divaksin, pasti akan divaksin. Tapi jika kamu terlihat sehat, tapi petugas bilang tidak bisa divaksin, maka kamu tidak akan divaksin,” tegasnya. Dijelaskannya, pemerintah saat ini terus berupaya untuk menekan angka penularan akibat COVID-19. Terkhusus, kasus kematian yang setiap harinya terjadi di seluruh Indonesia. “Jangankan secara nasional, di Berau saja satu minggu terakhir ada 10 kasus kematian akibat COVID-19. Kan kita tidak menginginkan ini terjadi. Maka dari itu, masyarakat harus bersedia divaksin. Agar, jika sewaktu-waktu terpapar, tubuh bisa langsung merespons dan meningkatkan imunitas secara cepat,” jelasnya. Duakui Iswahyudi, Sars COV-2 atau Coronavirus Disease 2019, memang tidak ada obatnya sama sekali. Karena, virus itu tidak bisa dimatikan. “Yang ada itu hanya vaksin. Vaksin itu pun dari virus yang sudah dilemahkan. Belum ada obat khusus juga sebenarnya. Yang sakit akan diobati berdasarkan keluhannya, sehingga imunitasnya meningkat dan bisa melawan virus yang ada di tubuh si pasien,” tandasnya. *zza/*fst/app

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: