Sidang PT AKU, Terdakwa Panggil Saksi Meringankan

Sidang PT AKU, Terdakwa Panggil Saksi Meringankan

SAMARINDA, nomorsatukaltim.com – Kasus rasuah di tubuh Perusahaan Daerah (Perusda) PT Agro Kaltim Utama atau PT AKU terus bergulir. Persidangannya masuk ke tahap pemanggilan saksi atau ahli dari terdakwa yang digelar hari ini (15/2/2021), di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Samarinda.

"Agendanya nanti keterangan saksi atau ahli meringankan dari terdakwa,” ucap Jaksa Penuntut Umum (JPU) Zaenurofiq dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kaltim, Minggu (14/2/2021). Lebih lanjut dikatakannya, JPU akan menentukan langkah selanjutnya usai mendengar kesaksian saksi atau ahli yang dihadirkan dalam persidangan daring. Setelah itu agenda sidang dapat berlanjut ke tuntutan oleh JPU, pledoi atau pembelaan dari terdakwa atau penasihat hukum. Kemudian JPU membalasnya dalam replik, dan ditanggapi kembali oleh terdakwa dalam dupliknya, sebelum hakim memberi keputusan. "Kita akan mendengarkan keterangan dari saksi yang dihadirkan, lalu akan kita kaitkan dengan fakta-fakta dari persidangan sebelumnya yang telah digelar." pungkasnya. Dalam persidangan sebelumnya, saksi ahli dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang dihadirkan JPU yakin, kerja sama dengan pihak ketiga yang dilakukan kedua terdakwa, Yanuar dan Nuriyanto melanggar prosedur. Mantan pimpinan PT AKU tersebut mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 29 miliar. Berasal dari setoran modal Pemprov Kaltim sebesar Rp 27 miliar, dan laba perusahaan sebesar Rp 2 miliar. Satu di antara perusahaan yang menjalin kerja sama itu adalah PT Dwi Palma Lestari. Perusahaan ini turut serta mengelola dana penyertaan modal Pemprov Kaltim yang dikucurkan ke PT AKU. Padahal, PT Dwi Palma Lestari merupakan perusahaan bentukan Yanuar dan Nuriyanto. Di situlah terungkap, kalau keduanya menyalahgunakan uang negara. Modusnya mereka bertukar posisi jabatan di PT Dwi Palma Citra Lestari untuk mengelola penyertaan modal dari Pemprov Kaltim. Dalam jangka waktu empat tahun, keduanya selalu bergantian menjadi direktur dan komisaris. Tujuannya agar perusahaan yang mereka dirikan tersebut dianggap memang ada dan masih aktif. Akibatnya, modal usaha itu tidak jelas keberadaannya dan dilaporkan sebagai piutang dengan total modal sekitar Rp 31 miliar. Cara mark up seperti itu dilakukan agar dana jumlah besar yang dikucurkan Pemprov Kaltim dapat dengan mudah mereka kuasai bersama-sama. PT AKU yang diharapkan Pemprov Kaltim agar dapat memberikan sumbangsih pada pendapatan asli daerah, justru ikut berakhir bangkrut. Akibat perbuatan terdakwa maupun rekannya itu, Pemprov Kaltim harus menderita kerugian sebesar RP 29 miliar. Kerugian itu sesuai perhitungan dari pihak Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Kerugian negara sebesar Rp 29 miliar, dengan perincian penyertaan modal Rp 27 miliar ditambah laba operasional PT AKU yang digunakan kembali dalam kerja sama dengan pihak ketiga, kurang lebih sebesar Rp 2 miliar. Atas perbuatannya itu, kedua terdakwa dijerat oleh JPU Kejati Kaltim dengan pasal 3 Juncto pasal 18 Undang-Undang (UU) nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU RI nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI nomor 31 tahun 1999, Juncto pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. (bdp/zul)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: