Pandemi dan Kesederhanaan Perayaan Imlek di Balikpapan

Pandemi dan Kesederhanaan Perayaan Imlek di Balikpapan

Balikpapan, nomorsatukaltim.com – Warga Tionghoa merayakan Tahun Baru Imlek tahun ini sangat sederhana. Tidak ada kegiatan spesial pertunjukan barongsai, misalnya. Hanya sebatas kegiatan keagamaan di rumah ibadah, atau berkumpul dengan keluarga inti.

Seperti yang dilakukan Supriadi. Warga Gunung Mariam yang berkunjung ke kawasan Kilat, Balikpapan Barat. Menemui sanak familinya yang masih keturunan Tionghoa. Kegiatan berkunjung itu bagian dari budaya yang mereka jaga sampai sekarang. "Memang di sini banyak warga Tionghoa. Sudah seperti kampung halaman," ujar Supriadi, saat ditemui, Jumat (12/2/2021) kemarin. Kawasan Kilat terdiri dari satu akses jalan yang dinamakan Jalan Al Falah. Lokasinya berada di dekat Plasa Kebun Sayur. Meski dihuni banyak warga Tionghoa, namun sekilas tak mencerminkan pecinan seperti di daerah lain. Anggota DPRD Balikpapan Taufik Qul Rahman, dari dapil Balikpapan Barat menyebut kawasan Kilat kini dihuni berbagai etnis suku bangsa yang beragam. Sehingga perwajahan Kilat saat ini sudah mengalami perubahan jika dibandingkan sepuluh atau dua puluh tahun lalu. Warga Tionghoa yang sudah menetap puluhan tahun lalu juga sudah membaur dengan etnis lainnya. "Bahkan sudah banyak warga Tionghoa yang memeluk Islam," ujarnya, kemarin. Khusus di tahun ini, tidak ada perayaan Imlek yang berlebihan di kampungnya. "Ya karena pandemi (sepi). Apa lagi warga Tionghoa itu paling khawatir dengan segala yang berhubungan dengan penyakit," ungkapnya. Menurutnya, kawasan Kilat yang dihuni berbagai etnis, suku dan bangsa, memiliki karakteristik kebudayaan yang lebih berwarna. Hal itu bisa menjadi potensi jika dikembangkan dengan baik. Salah satunya dengan membuat perayaan tahunan Cap Go Meh. Taufik mengaku sudah pernah mengusulkan agar festival kebudayaan seperti Cap Go Meh, juga bisa digelar di Balikpapan dengan skala besar. "Sebenarnya sudah sejak dua tahun lalu saya usulkan. Namun selama dua tahun ini ternyata ada covid," sesalnya. Ia berharap warga Tionghoa di kawasan Kilat bisa tampil melalui festival kebudayaan semacam itu. Tujuannya tidak hanya melestarikan budaya leluhur, tetapi juga berpotensi merubah perwajahan kampung menjadi destinasi wisata. Dan akhirnya berpengaruh terhadap perekonomian warga setempat. Sementara itu, kegiatan keagamaan tetap berjalan di Kelenteng Guang De Miao atau biasa dikenal Ta Pek Kong. Kelenteng itu berdiri di atas bukit di Klandasan Ilir, Balikpapan Selatan. Namun kegiatannya terpantau tak seramai tahun-tahun sebelumnya, lantaran pandemi yang belum kunjung usia. "Iya rasanya berbeda. Biasanya kami datang dengan keluarga besar, namun kali ini hanya dengan istri dan anak kami yang bungsu," ujar Robin, warga sekitar. Ketua Pengurus Kelenteng Guang De Miao Hindro Wijaya menyebut kegiatan Imlek tahun ini berjalan dengan menerapkan pembatasan-pembatasan. Misalnya membatasi jumlah warga Tionghoa yang datang. "Lagi pula memang banyak yang beribadah dari rumah," ujarnya. Karena itu pihaknya juga tidak menggelar kegiatan-kegiatan seperti pertunjukan Barongsai. "Iya enggak kita gelar karena bahaya kerumunan. Daripada melanggar protokol kesehatan, mending ditiadakan tahun ini," imbuhnya. (ryn/eny)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: