Tambang Ilegal di Belakang Terminal, Jatam: Rapor Merah

Tambang Ilegal di Belakang Terminal, Jatam: Rapor Merah

Kecolongan. Alasan ini dilontarkan para pemilik konsesi tambang batu bara. Kala ditemukan upaya pertambangan ilegal di arealnya. Belum tuntas satu kasus di Palaran, kini kasus serupa pun terjadi di belakang Terminal Bukit Pinang.

nomorsatukaltim.com - DI sana, terdapat dua lubang bekas tambang batu bara yang dibiarkan menganga. Bahkan terminal yang didirikan sejak 2004 itu, diketahui hendak digunakan sebagai perlintasan atau jalur hauling alat pertambangan. Namun, upaya untuk menggunakan area terminal yang dibangun senilai Rp 10,7 miliar itu dijegal. Tak diperkenankan digunakan. Bahkan akses masuk terminal sengaja ditutup menggunakan barier beton. "Memang saya yang perintahkan ditutup. Saya tidak mengizinkan ada jalur apa pun melewati di situ (Terminal Bukit Pinang). Enggak boleh ada hauling. Makanya saya langsung minta pasang barier," tegas Plt Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Samarinda, Herwan Rifai, dikonfirmasi Kamis (4/2/2021) sore. Memang sebelum menutup akses terminal, informasi telah didapatkan lebih dahulu dari penjaga terminal. Bahkan dua penambang ilegal sempat menyambangi kantor Dishub Samarinda. Kedua penambang tersebut didampingi oleh penjaga terminal yang tak tahu duduk perkara. "Saya tahunya ada pertambangan dari penjaga terminal. Memang ada dua orang pernah menghadap ke saya, dibawa sama penjaga terminal. Nah, saya terimalah, mereka bilang minta izin mau melintas di situ (Terminal Bukit Pinang). Jadi saya tegaskan, itu tidak diizinkan. Karena masih mau melintas, makanya saya tutup dengan barier," beber Herwan. Kedatangan kedua penambang tersebut, lanjut Herwan, sekitar sepekan lalu. Hanya saja untuk identitas keduanya, dirinya tak mengetahui secara jelas. Tidak ditanyakannya aktivitas tambang secara detail, dikarenakan hal itu di luar kewenangannya. Dirinya hanya sebatas melarang area terminal itu digunakan sebagai perlintasan alat berat penambang. "Seminggu lalu sepertinya ke kantor saya, tidak tahu tanggalnya. Mereka enggak ngaku dari mana-mana, cuma bilang mau usaha di situ. Masalah pertambangan kan bukan kewenangan saya, makanya saya tidak tanyakan izin dan lainnya. Cuma terminal itu kan wewenang saya, jadinya tidak saya izinkan," jelasnya. Pelaporan ke aparat penegak hukum juga belum dilakukan. Sebab, dirinya hanya berfokus pada area terminal dan barier yang telah dipasang. Pelaporan akan dilakukan jika nantinya barier yang telah dipasang berpindah posisi. "Kita menunggu saja, itu kan bukan kewenangan kami. Kalau kami langsung koordinasi nanti jadi pertanyaan, ada apa Dishub ini melapor. Saya minta penjaga terminal untuk mengawasi," tegasnya. Dikonfirmasi terpisah, Manager Community Development PT Bukit Baiduri Energi (BBE), Sidik Tunggul membenarkan area tersebut merupakan konsesinya. Hanya saja, aktivitas pertambangan di area tersebut tidak dilanjutkan karena telah mendekati permukiman warga dan jalur saluran udara tegangan ekstra tinggi (Sutet) listrik. Kegiatan mengeruk batu bara tanpa izin itu pun, sebenarnya telah terendus sejak sebulan lalu. Merasa kecolongan, portal besi dibuat agar para penambang tak bisa masuk ke area konsesi PT BBE. Sidik juga menegaskan, belum ada batu bara yang bergeser dari lahan konsesinya. Sebab, kegiatan tersebut langsung dihentikan. "Sejak awal Januari lalu. Belum ada yang keluar batu bara dari konsesi. Sudah kami usir duluan. Kami juga pasang portal di situ," terangnya. Agar tidak kecolongan kembali, pihaknya meningkatkan pengawasan di kawasan tersebut. Setidaknya tiga kali patroli rutin dilakukan setiap harinya. "Setelah kejadian kami tingkatkan pengawasan. Tiga kali sehari pasti patroli ke area itu," pungkasnya.

PENINDAKAN LEMAH

Kegiatan pertambangan tanpa izin bukan hal baru di Kota Tepian. Pelakunya kerap "kucing-kucingan", dan tak ada satupun yang ditindak. Kegiatan tersebut seakan selalu tertutup rapat. Para penambang ilegal itu hilang tak berbekas dan hanya meninggalkan sisa kerukan. Bahkan otak dari kegiatan pertambangan ilegal di belakang kantor Bawaslu Kaltim pada September 2019 lalu contohnya, hingga saat ini belum terungkap siapa pelakunya. Tentu saja kasus pertambangan ilegal yang terus mengambang ini menimbulkan sejumlah tanda tanya. Termasuk mempertanyakan kinerja dari para aparatur Negara. Menyikapi kasus pertambangan ilegal yang tanpa kejelasan ini, Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim, Pradarma Rupang menuturkan, para aparatur penegak hukum tak serius menangani kasus pertambangan ilegal. Bahkan disebutkannya terkesan masa bodoh. "Ini merupakan rapor buruk. Bahkan selama setahun terakhir sejak Maret (2020), para mafia tambang ini malah makin menjadi. Masa pandemi ini malah jadi alasan untuk menggarong. Ini yang dijadikan alasan. Di lain sisi pemerintah juga beralasan pandemi ini jadi alasan dalam pengawasan," ucapnya. Lemahnya pengawasan dari Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) juga disebutkan membuat aktivitas pertambangan ilegal semakin marak. Ditambah, tidak adanya jeratan hukum yang diberikan ke para dalang dari aparat penegak hukum. Tentunya pertambangan ilegal membuat kerusakan lingkungan. "Bisa disebut ESDM ini mandul. Ini seakan sudah kita terkena musibah di masa pandemi, malah kita dijarah lagi," katanya. Aktivis lingkungan ini menengarai, kegiatan mengeruk emas hitam tak berizin ini melibatkan oknum aparatur negara. Bahkan pada 2018 lalu, Jatam mendapati adanya keterlibatan oknum kepolisian aktif yang ikut bermain pertambangan ilegal. "Kita punya pengalaman di 2018 lalu. Ada satu oknum polisi yang berdinas di Polsek wilayah Samarinda Utara. Itu dihentikan oleh warga, dan dia itu profesinya polisi. Itu adalah fakta. Dia diduga berperan dalam proses pertambangan, saat itu akibat penambangannya dia merusak kuburan masyarakat," bebernya. Adanya dugaan keterlibatan aparatur Negara yang seharusnya menjadi penegak hukum, tentu membuat tambang ilegal susah diberantas. Mengingat, kewenangan penindakan, memproses hingga penahanan merupakan tugas dari aparat penegak hukum. Tentunya dalang di balik bisnis ilegal akan lebih susah disentuh hukum. "Tentu perannya aparat penegak hukum sangat besar. Tapi adanya aparat yang ‘masuk angin’ ini membuat susah diberantas. Yang seharusnya menegakkan hukum, malah ikut bermain tambang ilegal," tandasnya. (aaa/zul)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: