Sertifikat Tanah Beralih ke Elektronik, Sertifikat Lama Bakal Ditarik?

Sertifikat Tanah Beralih ke Elektronik, Sertifikat Lama Bakal Ditarik?

Pemerintah mengumumkan segera mengganti sertifikat fisik bukti kepemilikan tanah menjadi sertifikat tanah digital. Masyarakat yang melakukan pengalihan hak atas tanah, atau baru mengurus sertifikat, menjadi sasaran awal. Isu penarikan sertifikat lama mengemuka.

nomorsatukaltim.com - Rencana penggantian sertifikat analog tertuang dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang (Permen ATR) Nomor 1/2021 tentang Sertifikat Elektronik. Aturan ini dikeluarkan Menteri ATR dan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), Sofyan Djalil beberapa hari lalu. Beleid ini menjelaskan digitalisasi berkas akan dilakukan pemerintah untuk meningkatkan indikator berusaha dan pelayanan kepada masyarakat. Sekaligus mewujudkan pelayanan pertanahan berbasis elektronik. Nantinya, tidak akan ada lagi sertifikat tanah berbentuk kertas; semuanya berbentuk elektronik. Yang jadi perhatian, sertifikat tanah asli yang dimiliki oleh setiap orang, tidak lagi tersimpan di rumah, tetapi wajib disetorkan kepada pemerintah. Aturan tersebut tertera dalam Pasal 16, ayat 3: "Kepala Kantor Pertanahan menarik sertifikat untuk disatukan dengan buku tanah dan disimpan menjadi warkah pada Kantor Pertanahan." Mengenai aturan ini, Kepala Biro Hubungan Masyarakat Kementerian ATR/BPN, Yulia Jaya Nirmawati, menjelaskan memang akan menarik sertifikat asli masyarakat ketika berkas kepemilikan berupa digital sudah terbit. “Apabila sertifikat itu sudah dialihmediakan menjadi elektronik, analognya ditarik oleh BPN. Disimpan di kantor BPN,” kata Yulia Jaya Nirmawati seperti dilansir Tirto, Rabu (3/2/2021). Program digitalisasi surat tanah untuk menjadi digital ditargetkan selesai pada 2025. Alasannya, demi mempermudah pemeriksaan dan pendaftaran tanah di kemudian hari. “Tahun ini, sebagaimana bunyi peraturan, kami ingin memulai secara bertahap program sertifikat elektronik,” katanya. Proses digitalisasi surat tanah merupakan program lanjutan dari sertifikasi tanah gratis oleh pemerintahan Joko Widodo. Yuli menjelaskan Badan Pertanahan belum memaksa masyarakat mendaftarkan diri agar surat tanahnya menjadi elektronik. Namun, tahun ini, institusi negara ini akan melanjutkan sosialisasi agar masyarakat lebih paham dan lebih merasa aman akan sertifikat jenis baru. “Kami menarik (surat tanah) analog yang akan digantikan oleh elektronik. Karena itu lebih aman. Surat tanah kertas bisa digandakan. Tapi riskan kebakaran, kebanjiran. Kami belum memaksa. Tetapi warga yang punya sertifikat tanah bisa datang ke kantor Badan Pertanahan untuk diganti elektronik, surat tanah kertas itu kami ambil,” terangnya. Sementara dalam keterangan resminya, kebijakan elektronifikasi sertifikat merupakan rangkaian dari transformasi digital yang sedang bergulir di Kementerian ATR/BPN.  Di mana tahun lalu telah diberlakukan empat layanan elektronik yang meliputi Hak Tanggungan Elektronik, Pengecekan Sertifikat, Zona Nilai Tanah dan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah. Staf Khusus Menteri ATR/Kepala BPN Bidang Kelembagaan, Teuku Taufiqulhadi memastikan penggunaan sertifikat  elektronik secara teknis sama dengan analog. "Setiap teknologi yang baru diluncurkan, tentu ada budaya yang baru, tidak hanya dari internal, tetapi juga masyarakat sebagai stakeholders terkait," ucapnya dalam keterangan resmi. Penerbitan sertifikat elektronik dilaksanakan melalui pendaftaran tanah pertama kali untuk tanah yang belum terdaftar, dan penggantian secara suka rela, atau pada saat pengalihan hak pertanahan atau jual beli. "Tidak ada penarikan sertifikat analog oleh kepala kantor (pertanahan)," kata Direktur Pengaturan Pendaftaran Tanah dan Ruang Direktorat Jenderal Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah, Dwi Purnama. Ia menambahkan, penyelenggaraan pendaftaran tanah secara elektronik dapat meningkatkan efisiensi baik pada simpul input, proses maupun output, sekaligus mengurangi pertemuan fisik antara pengguna layanan dan penyedia layanan. “Selain sebagai upaya minimalisasi biaya transaksi pertanahan, hal ini juga efektif untuk mengurangi dampak pandemi," tutur Dwi Purnama. Karena pelaksanaan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Indonesia belum tuntas, sehingga data fisik dan data yuridis tanah untuk setiap bidang tanah belum seluruhnya tersedia. Karena itu, pemberlakuan sertifikat elektronik juga akan secara bertahap mengingat banyaknya bidang tanah yang ada di Indonesia. “Kemudian sesuai dengan kondisi geografis yang sangat beragam dan kondisi sosial ekonomi masyarakat yang majemuk," ucapnya. Kepala Pusat Data dan Informasi Pertanahan, Tata Ruang, Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B), Virgo Eresta Jaya menjamin keamanan dari penggunaan Sertifikat  elektronik. "Ini adalah cara kita meningkatkan keamanan, karena dengan elektronik, kita lebih bisa menghindari pemalsuan, serta tidak dapat disangkal dan dipalsukan,” ujarnya. “Di dalam Sertifikat  elektronik juga kita memberlakukan tanda tangan elektronik, ketika penandatanganan digital dilakukan, operasi kriptografi melekatkan sertifikat digital dan dokumen yang akan ditandatangani dalam sebuah kode unik." Menurut Virgo Eresta Jaya, seluruh proses pengamanan informasi menggunakan teknologi persandian seperti kriptografi oleh Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN). "Di dalam Sertifikat  elektronik akan dijamin keutuhan data yang berarti datanya akan selalu utuh, tidak dikurangi atau berubah dan untuk kerahasiaan kita sudah dilindungi oleh pengamanan dengan menggunakan teknologi persandian dari BSSN," jelasnya. Sertifikat  elektronik nantinya menggunakan hashcode, QR Code, single identity, serta informasi mengenai ketentuan penggunaan sertifikat  elektronik dari kewajiban dan larangannya, menggunakan tanda tangan elektronik serta bentuk dokumen yang elektronik.

JAMIN VALIDITAS

Guru Besar Ilmu Hukum Agraria Fakultas Kehutanan Universitas Padjadjaran Bandung (Unpad) Ida Nurlinda mengingatkan pemerintah melakukan proses validasi lebih ketat dalam menerbitkan sertifikat tanah elektronik. Hal ini berlaku untuk penerbitan sertifikat baru maupun pergantian sertifikat tanah dari kertas menjadi elektronik. Menurut Ida Nurlinda, tidak mudah bagi pemerintah menjamin data-data yang diajukan oleh masyarakat untuk mendapatkan sertifikat tanah. Biasanya, BPN menerima data masyarakat apa adanya. "Sistem pendaftaran tanah Indonesia adalah publikasi negatif, BPN menerima data dari pendaftar apa adanya. Berbeda dengan negara-negara yang menggunakan sistem pendaftaran positif," ujar Ida dilansir CNNIndonesia Rabu (3/2/2021). Jika menggunakan sistem pendaftaran positif, maka negara menjamin kebenaran data yang diberikan masyarakat dan mengasuransikan data tersebut. Dengan demikian, jika ada data yang keliru pemerintah dapat memberikan ganti rugi kepada orang yang dirugikan oleh perbuatan pemerintah. Dengan kata lain, pendaftar bisa saja bukan pemilik tanah tersebut dan memiliki itikad buruk. Dengan begitu, pemilik tanah yang sebenarnya akan dirugikan. "Yang penting dalam hal ini adalah apakah si pemegang sertifikat itu adalah pemegang data yang berhak dan dilindungi hukum. Bagaimana jaminan keamanannya?" ucap Ida. Untuk itu, sambung Ida, pemerintah harus dapat menjamin validitas data-data masyarakat yang mengajukan kepemilikan sertifikat tanah, baik mengajukan sertifikat tanah baru atau mengubah dari kertas menjadi elektronik. Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Kaltim, Asnaedi enggan menjelaskan soal kebijakan baru itu. Saat dihubungi kemarin, ia hanya menjawab singkat. “Kalau Kanwil dan Kantah (Kantor Pertanahan) melaksanakan kebijakan pusat,” katanya. Soal dampak kebijakan baru itu, ia mengatakan aturan itu bertujuan baik. “Pasti tujuannya untuk ke arah yang lebih baik ke depan,” ungkap Asnaedi. (krv/tir/cnn/yos)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: