Kuasa Hukum Tuntut Tanggung Jawab Bukopin
BALIKPAPAN, nomorsatukaltim.com – Kasus tindak pidana perbankan yang menyeret bekas Pimpinan Cabang Bank Bukopin Karang Jati, Balikpapan sudah memasuki tahap pemeriksaan saksi di persidangan. Dua terdakwa dihadirkan secara virtual di Pengadilan Negeri Balikpapan. Sementara para saksi memberikan keterangan secara langsung di ruang sidang.
Terkait keinginan para nasabah supaya uangnya dikembalikan, Kuasa Hukum Terdakwa, Manorang Situngkir belum bisa menjawab. Ia mengatakan, dengan kondisi yang dialami kliennya saat ini, “tentu tidak mungkin bisa mengembalikan dana nasabah,” katanya. Namun hal itu bisa saja terjadi bila pihak bank ikut bertanggung jawab dalam kasus ini. "Kalau kasusnya diputuskan bank harus bertanggung jawab (bisa saja kembali,” kata Manorang. Apalagi, seandainya fakta persidangan, keterangan para saksi ahli, mampu menguraikan adanya pelanggaran SOP, “tidak menerapkan asesmen, kehati-hatian. Maka seharusnya ada dari pihak bank yang ikut bertanggung jawab," terangnya. Lebih lanjut Manorang menjelaskan, bahwa seandainya pihak bank menerapkan SOP dan prinsip kehati-hatian dengan baik, maka kasus ini tidak akan terjadi. "katakanlah ada orang dalam (pegawai) bank punya niat jahat. Tapi kalau bank punya sistem yang baik, niat jahat ya pasti tidak terjadi. Tapi (ini) seolah-olah ada pembiaran," tambahnya. Manorang menegaskan bahwa pihak bank tak luput dari kelalaiannya. Apalagi keterangan dari saksi ahli sebelumnya menyatakan pihak bank juga harus ada yang ikut bertanggungjawab atas kasus ini. "Kalau melihat Pasal 1367 KUH Perdata bilang, anjing yang kita pelihara menggigit orang, maka pemiliknya harus mengganti kerugian. Apalagi ini karyawan," jelasnya. "Langkah selanjutnya kita masih mengikuti persidangkan dan yang saat ini kan masih persidangan kasus yang dilaporkan Pak Roy Nirwan dugaan back to back fiktif," tutupnya. Manorang Situngkir menjelaskan, ada tiga laporan terhadap kliennya. Laporan pertama dari pengusaha Roy Nirwan terkait kasus back to back fiktif menggunakan tanda tangan palsu. Kasus kedua laporan dari pihak Bank Bukopin yang merasa dirugikan oleh terdakwa, dan terakhir laporan para nasabah. "Sampai saat ini, siapa yang memalsukan itu belum terbukti di persidangan ini," ujarnya. Untuk permasalahan dengan 28 nasabah, Manorang mengatakan kasus tersebut berupa penyertaan modal ke koperasi. Nasabah, menurut Manorang, setuju menanamkan modal di koperasi dengan iming-iming bunga tinggi. "Karena itu mereka tertarik. Bahkan sudah menikmati bunga sejak tahun 2015 ada yang 2016 ada yang di tahun 2017. Jadi bervariatif bunganya, mulai 6,5 persen sampai 14,5 persen," jelasnya. Pada persidangan Selasa (27/1/2021) lalu, seorang nasabah, Sumantri menyerahkan dana deposito ke Bukopin melalui Endang Juliarty. Saat itu korban mendapatkan bilyet deposito dari Bukopin, namun tidak bisa dicairkan. "Oleh terdakwa Endang, dana tersebut telah dialihkan ke saudara Azip (terdakwa lain)," ujar Kuasa Hukum nasabah, Rio Ridhayon. Para nasabah berharap bank Bukopin mengembalikan dana mereka. "Dan hal ini menjadi tanggung jawab Bank Bukopin. Perkara ini sudah berjalan hampir satu tahun. Namun sampai saat ini belum ada kejelasan dana akan kembali," tambahnya.PENCUCIAN UANG
Subdit II/Fismondev Ditreskrimsus Polda Kaltim memperkirakan kerugian akibat tindak pidana perbankan yang terjadi di Bank Bukopin Cabang Balikpapan mencapai Rp 136,76 miliar. Dirreskrimsus Polda Kaltim, Kombes Pol Budi Suryanto dalam keterangan resmi mengatakan dugaan tindak pidana perbankan itu terjadi dalam dua macam modus operandi. Pertama kredit fiktif senilai Rp 37,8 miliar. Berikutnya mengambil dana tanpa persetujuan nasabah senilai Rp 98,96 miliar. Untuk modus operandi kredit fiktif, dua orang diajukan ke meja hijau, yakni Endang Juliarty, dan kedua, Azip Asril. Pada kasus kredit fiktif, korbannya hanya satu orang, yakni pengusaha Roy Nirwan. Sedangkan untuk modus operandi deposito fiktif terdapat 22 korban yang sudah melapor dengan total nilai kerugian Rp 98,96 miliar. Dalam kasus ini, pihak bank mengambil dana simpanan nasabah tanpa sepengetahuan nasabah atau tanpa konfirmasi. Selanjutnya nasabah diberikan bilyet deposito fiktif. Belakangan, jumlah korban betambah, hingga mencapai 28 orang. Sejauh ini belum diketahui aliran dana ratusan miliar yang digunakan dua terdakwa. (bom/yos)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: